Tanggal Dua Sembilan


"Dek, sekarang tanggal berapa, ya?"

Tanya mas pagi tadi di motor, saat baru saja kami meluncur dari rumah menuju ke tempat jihad masing-masing.

Aku yang sedang sibuk merapikan helm dan masker sejenak berpikir lalu ingat, bahwa hari ini adalah jadwal hari pertama Penilaian Akhir Semester (PAS), berarti tanggal 29.

"Emm, sepertinya tanggal 29, Mas. Kan hari ini hari pertama anak-anak PAS. Ya, kan?"

Jawabku polos, tanpa tendensi apapun.

"Hmm, tanggal 29 ya. Selamat 6 bulan pernikahan."

Kata Mas tiba-tiba yang membuatku shock. Eh iya ya 😅 Kalau dihitung dari 29 Mei, sekarang 29 November, berarti tepat 6 bulan pernikahan. Shock karena biasanya akulah yang paling ingat dengan tanggal-tanggal, sehingga tiap mengulang tanggal 29 di setiap bulannya, aku yang selalu duluan mengingatkan. Sekarang malah mas, akunya lupa blas 😅

Wkwk. Ngga terasa yah Mas, sudah 6 bulan pernikahan. Terimakasih sudah mau menerimaku apa adanya. Sepaket dengan lebih dan kurangnya, tapi kayaknya banyak kurangnya ya Mas. E tapi gapapa, kita perbaiki sama-sama ya 😄

Rasanya baru kemarin, aku menerima sebuah amplop coklat dari guru ngaji. Nama yang sebelumnya asing dan tak kukenal sama sekali. Boro-boro kenal, ketemu aja kayaknya ngga pernah ya mas. Atau mungkin kita pernah saling berpapasan, tapi semesta belum mengizinkan kita untuk saling kenal. Hiyahiya.

Rasanya baru kemarin aku minta pendapat ke Bapak Ibu soal Mas. Tentang data-data yang tertulis di amplop coklat.

"Kayaknya sholih, Nduk. Bismillah Bapak Ibu setuju kalau kamu juga sreg." Teringat kalimat ACC dari Ibu Bapak waktu itu.

Rasanya baru kemarin juga kita dipertemukan dalam forum taaruf, yang sebenarnya aku sama sekali tidak berani melihat wajahmu. Hanya satu dua pertanyaan dan jawaban darimu sungguh melegakan.

Rasanya baru kemarin juga, selang sepekan dari forum taaruf, engkau datang bersama Bapakmu untuk menemui kedua orangtuaku, jauh-jauh motoran, kehujanan, ke Pacitan. Lalu bersepakat kalau akan datang lagi pekan depan untuk melaksanakan khitbah. Waktu yang sangat cepat, rasanya seperti terjadi begitu saja.

Rasanya, baru kemarin juga engkau menjabat erat tangan Bapakku, mengucapkan kalimat sakral. Aku yang saat itu didudukkan di pelaminan, berjejer denganmu sama sekali tak berani menyapa apalagi berdekatan. Kursiku kujauhkan, fokus melihat Bapak yang bergetar tangannya sangat mulai berjabat tangan, hingga grogi mengucap nominal mahar 😅

Rasanya baru kemarin juga, untuk pertama kalinya engkau memasangkan cincin di jari manisku (meski sedikit kedodoran lalu kupindah ke tengah agar tidak jatuh di tanah 😆)

Rasanya baru kemarin juga untuk pertama kalinya engkau menggenggam tanganku begitu erat seusai akad (membuatku shock 😂) mengajak bersimpuh di depan orangtua. Saat itu juga untuk pertama kalinya engkau menangis begitu kencang tersebab keharuan memohon restu.

Mungkin juga bentuk kesyukuran pada nikmat yang sudah Allah berikan (semoga nangisnya bukan karena terpaksa nikah sama aku ya mas wkwk canda 🤣). Sementara aku malah terdiam, tak bisa menangis karena terlalu banyak ekspresi rasa yang ingin diungkapkan. (Aku nangis pas habis acara ngunduh mantu ternyata, pasca di tinggal Ibu Bapak pulang huhu 😭)

Rasanya baru kemarin juga, pasca akad kita diminta berpose untuk foto, diminta untuk saling bertatapan oleh mas-mas fotografer, tapi selalu gagal. Tiap pandang mata kita bertemu, kita saling cepat-cepat menundukkan pandangan. Apalagi ketika diminta untuk berpegangan tangan, widih, kaku sekali gaya kita.

"Gapapa mas mbaa, kan udah halal."

Kata mas fotografer menegaskan.

Tapi tetep aja, pose kaku kita emang nggak ketulungan 😆

Biarlah, biarlah album itu jadi saksi, bahwa memang begitulah kuasa Allah. Pada dua insan yang sebelumnya sama sekali tidak pernah berinteraksi dan mengenal, Allah satukan dalam ikatan pernikahan. Biarlah album itu jadi saksi, bahwa ada dua insan yang saling ingin menjaga kesucian, sama-sama belum pernah mencicipi dunia "pacaran", kini Allah himpun dalam sebuah keluarga penuh harapan.

Selamat 6 bulan pernikahan, Mas.

Semoga Allah selalu jaga kita dalam keimanan. Semoga Allah selalu menjaga bahtera kita hingga jannah-Nya yang dirindukan.

Dari yang ternyata receh sekali,
Istrimu.
🥰

Komentar