Merapikan Rasa

karena rasa-rasanya, rasa ini harus dirapikan :')



Merapikan Rasa

Merapikan rasa. Ea, bagus ya. Soalnya judul “Lautan Langit” udah dipake sama Mas Gun dan “Jangan Dulu Patah” udah dipake sama Bang Azhar sih. Apalagi “Cinta Lewat Cerita” yang udah dipake sama Teh Qoonit :”) Ahaha. Kan memang mereka publish duluan, kamu belum. Mereka udah jadi satu buku, dan kamu masih jalan di tempat. Mereka udah publish ke sana ke mari, kamu masih mbatin haha. Jadi sah-sah aja kan ya. Betewe baarakallah Mas Gun, Bang Azhar, sama Teh Qoonit atas lahirnya anak-anak ideologisnya berupa karya. Doakan ku yang supermager ini segera menyusul :)

Oke, sebelum menulis lebih lanjut aku pengen ngasih tahu latar belakang kenapa bikin akun ini. Uyeye, singkat cerita ini gegara akun hujan doa yang aku bikin setengah tahun lalu itu akulupa passwordnya. Ya Allah Ki -.- receh amat alasannya yak, hehe. Okey, alasan yang lebih logisnya adalah aku pengen mulai nulis lagi but butuh media selain dari medsos yang biasa kupakai. Butuh tempat yang khusus untuk menyelesaikan project itu, lebih tepatnya biar fokus sih. Soalnya kalean tau sendiri lah ya gimana aku. Betapa banyak draft kebaikan yang terserak mangkrak di folder-folder tanpa eksekusi yang pasti. Iya, aku memang lemah di bab itu, makanya ini adalah salah satu bagian dari ikhtiarku untuk latihan konsisten. Latihan istiqomah :”)

Nah, sebenernya juga latarbelakang selanjutnya adalah tanda tanya besar dari beberapa pembaca setia, eaa. Sohib yang memperhatikan perkembangan karya-karyaku beberapa waktu yang lalu. Ini semua gegara di tiga buku yang terbit sebelumnya, aku sempet nampilin sebuah cover buku warna pink ala-ala yang sosweet masyaAllah berjudul Hujan Do’a. Tentu dengan embel-embel ‘coming soon’. Ini judul emang dah lama banget nangkring dalam pikiran, makanya kudu segera-segera diwujudkan. Maka jadilah si Uki kecil waktu itu langsung ngedesen cover tanpa nyelesein naskah terlebih dahulu. Alhasil ribuan jam berlalu, dan si bayi yang dinanti-nanti itu tak kunjung lahir karena memang belum dituliskan :”)

“Ki, bukumu yang hujan doa itu udah terbit belum sih?”

sampai ada yang niat banget bikin ginian tanpa diminta, ngingetin bahwa ada janji karya yang harus kucipta segera :')

Kata seorang sohib baik pada suatu hari. “Doain ya,” jawabku. Besoknya ada lagi temen yang nanya, mana bukunya mana bukunya. Ehehe yang ditanya tak lebih tahu dari yang menanya. Sedih akutu. Ini berarti menandakan ketidakproduktivitasanku dalam menulis. Ya, menurun. Buktinya juga ini blog jarang diisi. Masih nulis sih tapi cuman kepsyen kepsyen di status WA sama instagram. Facebook pun udah enggan buat ditengok, padahal sumber tulisan terbesar ya dari facebook pas itu. Terbantu banget sama aplikasi notes. Namun seiring jaman digital yang pindahan ke istagram, facebook kini kutinggalkan hingga pembaca-pembacaku pun juga ikutan pindahan.

Well. Inilah salah satu ikhtiarku untuk kembali menemukan semangat menulis itu. Aku sadar, bahwa adaa banyaaak banget inspirasi yang harus aku dituliskan, dan aku merasa berkewajiban menuliskan itu. Setidaknya untuk mengobati diri sendiri. Ya, nulis masih menjadi salah satu obat paling manjur untuk ‘mengepuk-ngepuk diri’. Untuk menenangkan hati tanpa bermaksud mencari pembenara. Nulis adalah salah satu sarana untuk berdamai dengan diri sendiri, mau memaafkan, dan mencari ruang pemakluman yang panjang tiada bertepi. Menulis adalah terapi, setidaknya untuk menghadapi diri sendiri. Perkara orang lain terinspirasi, atau tergerak untuk melakukan hal baik setelah baca tulisan kita; itu urusan nomor dua. Alhamdulillah jika tulisan receh itu ada manfaat dan gunanya. Kan, jadi terhura.
www.instagram.com/merapikan.rasa

Yeah, mengapa merapikan rasa? Meski ini bukan bulan Juli dimana biasanya banyak inspirasi (why? Juli itu identik libur kuliah yang berarti banyak waktu luang. Sedang waktu luang adalah waktu bahaya yang biasanya kita terlena oleh kegalauan yang berujung pada banyaknya inspirasi yang bermunculan. Hahaha, tentu you know what I mean).

Merapikan rasa sengaja kubuat bukan hanya untuk menampilkan satu project saja. Namun didalamnya akan ada konten-konten tentang hujan doa dan prosa “rumah” yang sudah kubuat tahun lalu. Atau, bisa jadi kolaborasi ketiganya. Entah, nanti kita lihat seperti apa. Yang penting jangan protes ya, ahahaha. Terhadap korban-korban akun sebelumnya macam tomodachi dan fatihhulya, kalian boleh rehat dulu. Ibu mau ngebesarin merapikan rasa, insyaAllah include soal kalian juga kok. (kan, mulai ngelantur lagi).

Well, di tanggal sembilan belas bulan dua belas tahun dua ribu sembilan belas (Ya Allah baru nyadar ini tanggal cantik, kenapa ga nikah hariini aja biar cantik. Wkwk), aku mendeklarasikan eh melaunching akun baru ini. Akun baru yang akan senyap kuisi dan tak ku publish dengan akun pribadi (Semoga ga tergoda ya Allah), setidaknya sampai kontennya banyakan dulu. Biar ga mandeg nulisnya. Sengaja ga follow siapapun dan ga difollow siapapun biar bisa fokus nulisnya. Bukan scrollingnya. Haha. Ya mungkin yang tahu dan yang bakal nge follow sebelum launching beneran ya orang-orang yang baca tulisan ini (emang ada? Ya kali, barangkali ada) dan juga orang-orang yang teliti bin niat baca bio di IG. Hehe.

Okesiap, sekian prolog mengenai merapikan rasa. Semoga kita mampu merapikan segala rasa yang ada hingga tak terperdaya oleh tipu daya dunia ya. Semoga, lahirnya karya-karya baru ini juga makin mendekatkan kita pada sang pemilik cinta. Soalnya, sayang banget kan kalo udah capek-capek gini ternyata kita gadapet apa-apa. Pedihnya lagi, ga dapet ridhoNya. Semoga Allah suka, ya!

Pacitan, 19/12/19, selesai ditulis pukul 14.11 sebakda hujan deres banget menerpa halaman dan genteng rumah. Malu akutu sama Bapak yang always produktif bergerak kemana-mana sementara aku glundang-glundung gini. Doain kami bahagia dalam naungan ridhoNya :”)

Eits! Udah, malah nulis lagi. Abis ini mau ngirim lahap soal sama nyeterika. Haha. Bye semua. Assalamu’alaykum!

mengapa? karena... :)



Komentar