“Mi, Ummi dulu pernah pacaran
nggak, Mi?”
Sore ini Hulya mendekatiku yang
sedang menyiapkan makan malam. Aku tersenyum, membuat Hulya makin penasaran.
Bibirnya manyun, persis ala ala ABG yang sedang dirudung cinta
“Ummi, ceritalah.”
Hulya merajuk, mencomot 1 tempe
goreng tepung yang masih panas.
“Aww panas!” jeritnya, menyadari
tempe yang ia pegang memang barusan sekali keluar dari penggorengan.
“Pelan-pelan, sayang.” Aku tergelak,
lalu menuangkan teh ke dua cangkir gelas. Saatnya bersantai karena alhamdulillah
semua telah selesai. Masakan sudah siap. Rumah sudah rapi. Abi belum pulang,
Fatih masih ada ekskul, dan adik-adiknya Hulya sedang asyik bermain di ruang
tengah. Mumpung akur, berarti bisa women time bersama Hulya yang usianya akan
genap jadi enam belas tanggal 17 besok.
“Yuk, ngobrol di depan saja, Nak.
Ummi sepertinya perlu bersantai biar bisa jawab pertanyaan Hulya. Kayaknya bakalan
panjang.” Aku terkekeh menuju teras, Hulya mengikuti dengan wajah bersemu
merah. Lagi jatuh cinta kayaknya ini anak.
***
“Jadi, gimana Mi, pernah?”
Hulya bertanya dengan mulut
penuh. Kini pisang goreng hangat yang ia kunyah.
“Pernah nggak ya... Ayo, Hulya tebak.
Kira kira Ummi pernah pacaran ngga?”
“Emm, kayaknya Ummi engga pacaran
deh. Kan pacaran itu mendekati zina ya, Mi? Kata ustadz sih gitu hehe. Habisnya
Ummi sama Abi ngga pernah bilang ke Hulya atau Kak Fatih langsung sih, jadi
Hulya galau, hehe..”
“Kak Fatih juga engga ada
tanda-tanda pacaran, berarti emang engga pernah ya Mi. Hulya yakin, setahun
atau dua tahun lalu kak Fatih pernah tanya beginian sama Ummi.”
Baru kemarin, Hulya. Kak Fatihmu
menanyakan pada Ummi bahasan yang sama, namun pertanyaannya berbeda. Mungkin dia
sudah diskusi sama Abi sebelumnya. Versi ikhwan, hehe.
“Emm, kalau gitu pertanyaannya
ganti, deh. Ummi pernah jatuh cinta enggak pas seusia Hulya gini? Langsung sama
Abi apa pernah jatuh cinta sama yang lainnya?”
Hulya tampak antusias. Kayaknya emang
lagi jatuh cinta, hehe..
“Seusia Hulya, Ummi mah belum
ketemu dan kenal sama Abi, Nak. Tapi, soal jatuh cinta, tentu Ummi pernah.”
Akhirnya aku membuka cerita. Mungkin
sudah saatnya, dan aku yakin Hulya membutuhkannya.
“Wah, really mi? Wah, kayaknya
bakal seru kalau Abi tahu nih, wkwk.”
“Aman, Abi mah sudah tahu
semuanya, hehe.”
Wajah Hulya makin berbinar.
-bersambung-
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-