Maukah engkau bersabar? Dan Tuhan-mu Maha Melihat

desain lama, tapi masih relevan insya Allah :)
Ya, aku jatuh cinta saat menemu ayat ini di lembar-lembar cintaNya. Ayat yang secara tidak langsung menohok diri yang terkadang suka tergesa dan menyukai keinstanan dalam berusaha. Ingin langsung berhasil. Ingin langsung sukses. Ingin langsung bahagia. Ingin langsung mencapai apa-apa yang diingini. Padahal semua itu butuh proses.

"..Maukah engkau bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat..." Q.S 25:20

Inginnya banyak, tapi aksinya sedikit.
Asanya tinggi, tapi ikhtiarnya hampir-hampir tak terlihat.

Jangan seperti itu.

Dalam berjuang, ternyata kesabaran itu nyata dan mutlak dibutuhkan. Seseorang yang kehilangan sabar dalam perjalanannya, seringkali kehilangan banyak hal yang ingin diraihnya semenjak awal. Terlanjur, dan semua itu sulit diperbaiki.

"Jika kau kehilangan sabar, mungkin kau akan kehilangan aku.." -masgun-

Seperti inilah hidup; dan sebenarnya kuncinya ada dua; satu sabar, dua syukur. Sabar saat mendapatkan ujian-ujian dari Allah, ataukah mendapatkan sesuatu yang mungkin belum juga diraih. Dua, syukur. Syukur saat mendapati diri masih tegak dan istiqomah dalam kebaikan. Syukur bahwa Allah ternyata masih sayang dengan memberikan ujian maupun karunia. Ingat, semua ketentuan dari Allah itu baik dan terbaik. Kitalah yang seringkali memperburuk keadaan dengan berprasangka yang tidak-tidak. Hei, bukankah Allah sesuai dengan persangkaan hambaNya?

"Sesungguhnya Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu..."

Satu hal yang kadang merenggut kebahagiaan kita adalah; saat kita terlalu kepo dan ingin tahu terhadap kehidupan teman-teman kita yang 'tampaknya' lebih bahagia, 'terlihat' lebih sempurna dari hidup yang kita jalani sehari-hari. Jika kau masih berpikir seperti itu (kadang aku juga); Hei, sini. Aku beritahu. Itu adalah hal-hal yang tampak secara dhohir nya saja; kita tak tahu kepahitan dan kesedihan dibalik itu semua seperti apa. Bisa jadi lebih tidak menyenangkan dan tak terbayangkan. Kita tidak pernah tahu, tak satupun dari kita yang benar-benar tahu.

Kenapa kita tak mau mempelajari kehidupan Rasulullah dan para sahabat yang sudah jelas-jelas ada? Para Nabi dan Rasul, yang jelas-jelas mereka syahid dalam keadaan khusnul khatimah? Para sahabat yang jelas-jelas dijamin surga? Para shahabiyah yang jelas-jelas mengundang iri dan cemburu para bidadari? Hei, mengapa? Sini, kuberitahu. Kita belum tentu tahu akhir dan getir yang dialami orang-orang yang membuat 'sedikit hasad' dalam hati kita. Sementara Rasulullah dan para sahabatnya; kita sudah tahu akhir hidup mereka. Endingnya, full barakah. Hei, bukankah itu yang kita cari selama ini.

Jujurlah padaku; apa yang sebenarnya engkau cari?

Popularitaskah? Pengakuan orangkah? Atau. kebahagiaan yang seperti apa?

Bukankah bahagia itu ada di dalam jiwa? Yang jika dicari, -kata Ustadz Salim- malah melipir dari kehidupan kita? Yang jika dikejar malah menghindar? Iya, sebab bahagia itu tercipta dari diri yang sabar. Sebab bahagia itu terukir dalam hati yang syukur. Bukankah berkali-kali kau sudah membacanya? Mendengar kajian dan mencatatnya rapi-rapi dalam buku catatan yang kau banggakan itu. Iya, kan?

Maka, sekarang adalah waktu untuk mengamalkan. Sertakan sabar dan syukur dalam setiap langkah. Jika hatimu mulai tak tenang melihat postingan-postingan temanmu; berhentilah. Tutup medsosmu; bukalah jendela hatimu. Hidup ini bukan soal membanding-bandingkan. Hidup ini tak seremeh untuk sekedar melihat kehidupan orang. Berangkat mencari motivasi, di akhir kau hanya menyesali karena merasa ada yang 'sakit' di dalam hati. Belum lagi kecewamu jika ternyata apa yang kau harapkan padanya tak juga kau temui.

Sudahlah. Bukankah hanya kecewa yang didapat saat kita terlalu berharap pada manusia?

Sudahlah, kau punya hidupmu sendiri. Punya hidup sendiri tak lantas berarti kau berhenti memikirkan kawanmu. Tidak, bukan seperti itu. Memiliki hidup sendiri; artinya sama dengan kau memiliki lahan luas, lahan yang teramat luas yang siap kau olah. Akankah kau membangun gedung yang kokoh di sana, atau kau gunakan untuk berkebun berbagai macam buah dan sayuran. Kau memiliki otoritas sendiri atas hidupmu, maka lakukanlah.

Tetaplah menjadi dirimu yang baik, yang tanpa pamrih. Tetaplah bantu temanmu semampumu, tanpa melupakan kewajiban-kewajiban pokok yang teremban dalam kehidupanmu. Ingat, bukan sekedar amanah dari manusia. Ini amanah dari sang Kuasa. Jangan jadi lilin, yang semasa hidupnya memberikan kemanfaatan namun tak sadar ia telah membakar dirinya sendiri. Jadilah matahari, atau bahkan yang lebih baik dari itu.

Kau tumbuh dengan sepenuh hati; memberikan kemanfaatan sekaligus melejitkan potensi diri.

Sedang terhadap yang sudah berlalu. Sudahlah, jangan lagi kau sesali. Tak perlu menyesal dan berandai-andai,"Seandainya dulu....", "Tahu begitu....". Hei, berkata-kata seperti itu tidak boleh, itu sudah terjadi. Belajarlah dari para sahabat; yang mereka semasa hidupnya juga melakukan kesalahan-kesalahan. Namun setelah ingat dan ditegur Allah, mereka bersegera menuju shaff terdepan untuk memperbaiki diri.

Ikhlaskanlah, lepaskanlah. Berbahagialah.

Sebab, sesuatu yang baik akan dipertemukan pula dalam kondisi keimanan terbaik. Kau sering sekali menasihati teman-temanmu, bukan? Ya, untukmu; itu juga berlaku.

Tatap ke depan; kau punya masa depan. Kau memiliki lahan.Selamat bekerja.


Pacitan, 5 Juli 2017
Karena yang terlihat kuat pun harus dikuatkan;
Karena yang terlihat istiqomahpun harus selalu diingatkan.

Tegaklah, jangan patah.

Komentar