Jangan buru-buru


 
 
"Jangan pergi sebelum meninggalkan generasi yang sekapasitasmu!"

Katamu, Mbak. Di suatu senja di warung bakso kesukaan. Saat kau menegurku karena aku melakukan suatu kesalahan.
-----------------------------------------------

Menjadi kakak itu; susah-susah gampang, ya? Hmm.. susah karena kadang kita harus selalu menjadi yang paling kuat; atau setidaknya terlihat paling kuat. Sebab mereka adik; dan saat melihat sesosok kakak, mereka akan refleks untuk memanja. Memainkan peran sebenarnya; menjadi seorang adik yang selalu butuh kakaknya. Susah, karena kadang kita harus menjadi orang yang paling sempurna. Ibarat kamus berjalan, kita harus siap ditanyai macam-macam dan dianggap memiliki berbagai solusi. Ah, ini berlebihan, ya?

Susah, sebab terkadang kita harus pasang muka menjadi oranglain saat menjumpai mereka melakukan kesalahan. Kita lantas berubah menjadi galak, tegas, dan kroni-kroninya. Padahal itu bukan kita. Keterpaksaanlah yang membuat kita berlaku seperti itu; sebab kita tak ingin mereka berlama-lama dalam kesalahan yang seharusnya tak mereka lakukan. Susah, karena kadang menjadi kakak itu berarti bersedia menjadi superhero yang (harus) selalu ada saat mereka butuh pertolongan.

Kamu pernah merasakan kesulitan seperti yang kurasakan?

Sebab aku sayang mereka semuanya; aku berusaha untuk selalu bisa menyapa mereka di hiruk pikuknya dunia. Aku selalu berusaha untuk menjadi “kakak yang selalu ada” saat mereka butuh.

Namun ternyata aku berlebihan.

Ketika adik kita makin banyak, ternyata aku agak kewalahan. Jumlah mereka terus bertambah, namun tangan dan kakiku tidak. Tanganku cuma dua, dan selamanya akan tetap dua. Ia hanya bisa menjangkau yang dekat-dekat saja; seterjangkau yang ia bisa. Kakiku cuma dua, dan selamanya akan tetap dua. Walau ia bisa saja kupaksa berjalan lebih jauh; namun ia juga punya batas maksimumnya. Hatiku; kadang sulit sekali membagi-bagi sama rata.

Aku takut, jika aku memberikan cinta pada adikku yang satu, adikku yang lain akan cemburu.

Kamu pernah merasakan ketakutan yang sama? Takut tak bisa memberikan yang terbaik untuk adik-adik kamu?

Namun kini aku menyadari; bahwa menjadi seorang kakak itu adalah sebuah anugerah. Tak semua orang bisa berbahagia dengan peran ini, dan aku merasakan bahagia saat menjadi seorang kakak.

Aku sangat bersyukur diizinkan menjadi kakak.

Trenyuh, saat seorang adik yang dulunya dekat kini agak jarang bersapa. Aku rindu ia, dan saat ia kusapa; menanyakan mengapa hubungan kita menjadi sejauh ini, tak seperti biasa. Kamu tahu adikku yang satu ini bilang apa?

“Adik-adiknya mbak banyak. Udah mbak, jangan urusin aku. Banyak adik-adik lain yang lebih butuh untuk mbak urus. Aku mah apa.”

Aku menangis mendengarnya. Tak seperti itu, adinda..

Menjadi kakak itu memang lelah. Melelahkan sekali. Namun ada sepercik kebahagiaan yang tak akan bisa digantikan oleh apapun di dunia ini saat menjalankan peran itu. Ada sebuncah syukur yang terus menggembur saat bisa membersamai tumbuh kembang seorang adik.

Dan sebenarnya, akulah yang membutuhkan adik-adik. Sebab banyak pelajaran yang kudapat dari mereka. Pelajaran berharga yang tak bisa kudapat dari akademi manapun di dunia.

Menjadi kakak memang melelahkan, tapi ia bahagia. Saat bisa berbagi ilmu, sebenarnya kami -para kakak- sedang menguatkan apa yang kami punya. Saat bisa mendengar keluh dan tangis mereka, sebenarnya kami sedang belajar untuk menjadi lebih kuat lagi. Saat berusaha memberikan solusi, sebenarnya kami sedang meneguhkan diri sendiri. Menjadi kakak itu menyenangkan. Kamu sepakat, kan?

Eh, tunggu dulu... Kamu juga punya adik-adik, kan?

-------------------------------------------------------------

Masa berulang, waktu terus berjalan. Namun tetap saja mbak; kami belum bisa sekapasitasmu...

Komentar