Surga Kita Ada di Sana (Tulisan 5)

dokumentasi pribadi



Tempat berpulang yang lain; adalah Ibu. Ah, tak perlu kujelaskan mengapa, karena aku tahu kau pasti juga sudah paham. Al ummu madrasatul ula. Kepada beliaulah aku menimba ilmu untuk yang pertama kali; melafadzkan huruf Al-Qur’an, mengenal alphabet dan angka-angka, mendapatkan berbagai dongeng dan cerita, menghafal doa, dan sekarung penuh cinta.

Ibu adalah rumah tempat berpulang; walau kita sudah mengelana sejauh apapun, ke negara manapun. Berada di dekatnya kita merasa tenang, dipeluknya kita merasa nyaman, mendengar suaranya bagaikan mendengar melodi surga yang membahagiakan. Di hadapannya, kita tak perlu berpura-pura menjadi seseorang yang sok tegar. Kita bisa melepas semua atribut yang melekat di kampus, jabatan dan pangkat juga kita letakkan, kita bisa menjadi manusia biasa: seorang anak dihadapan Ibunya.

Aku jadi paham, mengapa saat ditanya sahabat tentang siapa yang harus dihormati pertama kali, Rasulullah Shalallahu Alaihi wassalam menyebut kata Ibu hingga tiga kali, baru kemudian ayah.
Lalu aku jadi teringat pada suatu kisah, kau mau dengar?

Beberapa tahun yang lalu; ada seorang Ibu yang mengalami pendarahan hebat saat melahirkan. Mungkin bayinya terlalu atraktif sehingga begitu membuatnya kepayahan. Puskesmas dekat rumahnya tak mampu menangani, hingga Ibu Muda itu harus dirujuk ke rumah sakit di provinsi seberang; untuk mendapatkan pelayanan yang lebih maksimal.

Berduyun-duyun sahabat dan kerabatnya datang; menyumbang berkantong-kantong darah demi menggantikan darah yang telah banyak dikeluarkan. Alhamdulillah, Happy Ending: Ibu dan bayinya selamat, tak kurang suatu apa. Kelak, Ibunya sering menasihati sang anak, agar berbuat baik pada semua orang. Sebab setelah pertolongan Allah, dahulu saat proses lahirnya, mereka dibantu oleh banyak orang.

“Ada banyak orang yang turut berjasa saat kau lahir. Darah mereka mengalir di pembuluh darahmu. Ada teman Ibu yang doktor, bisa jadi kau akan ketularan pintar. Ada teman Ibu yang dermawan, mungkin kau akan ketularan. Jangan sombong, berbuat baiklah. Berterimakasihlah.”

Kau tahu? Anak itu adalah aku.

Maka aku ingin mengatakan ini padamu, jika hari ini Ibumu masih diberi kesempatan menyaksikanmu tumbuh dan mendewasa; jangan pernah sakiti hatinya. Teruslah didekatnya, teruslah menjadi anak kesayangan yang membanggakannya. Bahagiakan ia, semaksimal yang kau bisa. Sebab surgamu akan tetap berada di telapak kakinya; tak sepertiku yang jika saatnya telah tiba, surga itu berpindah pada yang lainnya.

Sayangilah ia sebagaimana ia menyayangimu saat kau kecil dahulu. Jika kau bisa, kau harus menyayanginya lebih dari itu.

Aku juga sangat mencintai Ibuku. Maka walaupun nanti surgaku berpindah pada yang lainnya; aku berharap ia mengijinkanku untuk terus berbakti sebisaku padanya. Jika orang itu benar adalah kau, aku memohon pengertianmu.

Tunggu dulu, apa benar orang itu adalah kau?

Aku tak pernah benar-benar tahu.
***

Komentar