![]() |
dokumentasi pribadi: srau beach |
Perjalanan
tadi sungguh menegangkan, bukan?
Kau
pasti lelah, aku sudah mampu memprediksi itu. Perjalananmu pasti panjang, dan
aku tak pernah tahu kau memulai perjalanan dari mana. Ah, atau lebih tepatnya:
Aku tak mau tahu. Sesuai dengan perjanjian kemarin, aku cukup memberikan alamat
rumahku tanpa mengizinkanmu bertanya sedikitpun padaku. Sekedar memberikan
informasi “Aku sudah sampai di daerah ini” pun aku tak mau. Apalagi jika kau
bertanya, “Sudah sampai daerah ini nih. Habis ini belok kemana ya?” Aku tak
akan pernah membalas pertanyaanmu. Tidak akan pernah. Setidaknya untuk saat ini.
***
“Terimakasih,
saya paham.”
Ucapanmu
lamat-lamat terdengar di balik tirai saat aku menyodorkan kertas berisikan
alamat rumahku pada seorang kakak untuk diberikan kepadamu. Jawabanmu sudah
cukup menenangkanku dan membunuh rasa takutku: bahwa kau akan baik-baik saja
selama perjalanan dan kau akan sampai dengan selamat. Setidaknya sampai di depan pagar hijau itu. Aku tak perlu lagi khawatir dan sok menanyakan
“Sudah sampai mana?” saat kau dalam perjalanan nanti. Aku tak mau. Aku harus
membunuh dengan tega rasa khawatir yang memang fitrahnya terselip dalam hatiku
itu.
***
Bagaimana
perjalananmu?
Jalan
menuju rumahku memang tak seperti jalan-jalan yang biasa kau lewati. Atau,
mungkin kau sudah terbiasa namun aku tak tahu menahu soal itu. Agak berkelok,
dengan tikungan yang tajam di sebelah kanan dan sebelah kiri. Meskipun begitu, di
balik terjalnya jalan menuju rumahku, jika kau mau melihat ke arah kanan dan
kiri; pasti kau akan takjub akan keindahan alam yang Allah beri.
Ohya,
beberapa orang yang tak terbiasa menuju daerah rumahku, bisa dipastikan akan
mabok darat. Kau mabok tidak? Ah. Aku lupa. Aku tak akan menanyakan pertanyaan
konyol itu padamu. Aku tak peduli nanti kau sampai dalam keadaan lemas karena
mabok darat atau tetap tegak dengan terpaan angin kencang. Aku harap kau
mengamalkan prinsip qowwiyul jism-fisik
yang kuat- yang sama-sama kita pelajari itu. Bahwa mukmin yang kuat, lebih
Allah cintai dari mukmin yang lemah.
Aku
bersyukur sekali tinggal di sini. Kau tahu? Bapakku sering mengajakku
berkeliling naik motor saat kecil. Daerahku masih asri, kau bisa hirup udara
sedalam mungkin di sini tanpa harus takut terkontaminasi dengan polusi.
Sebenarnya, kami sekeluarga tak berasal dari daerah ini. Ibu dan Bapak
sama-sama berasal dari sebuah kota di Jawa Timur. Keduanya saling tak mengenal
saat di kota yang sama dulu. Mereka sama-sama ditempatkan oleh pemerintah di
daerah asriku ini. Lalu mereka bertemu di sini dan memutuskan untuk membangun
bahteranya. Lalu lahirlah aku di tempat ini,
dengan sepenuh cinta dan bahagia.
***
Rumahku
hangat, sehangat penghuninya. Kami hanya berenam, lalu 2015 lalu –sebelum aku
mengenakan toga-, nenek yang amat kucintai yang merupakan ibu dari Ibu,
dipanggil Allah terlebih dulu. Allah lebih menyayanginya. Ialah sosok yang
membesarkanku hingga menjadi seperti ini. Mengusap tangisku saat aku kecil, membawaku
berjalan-jalan membeli jajanan, memasakkanku aneka makanan kesukaan,
bercengkerama akrab dengan panggilan kesayangan, dan selalu membuatku rindu!
Tiap
soreku adalah untuknya, saat aku dengan bersemangat membuatkan teh hangat untuk
kami berdua. Lalu kami sama-sama duduk di teras depan rumah sambil membicarakan
ini itu. Beliau yang lebih banyak bicara, sedang aku mendengarnya dengan
seksama. Seputar kejadian sehari-hari, tetangga, ayam, hingga sinetron
kesayangannya. Ah, banyak kenangan indah bersama beliau. Meski aku tak disisi
beliau saat sang Izrail menunaikan tugasnya, aku yakin, beliau mencintaiku
lebih dari apapun, dan aku juga mencintainya dengan segenap jiwa.
Hanya
satu yang kusesalkan, mengapa aku tak sering pulang untuk menjumpa wajah
senjanya. Kesibukan kuliah dan organisasi membuatku pulang paling cepat satu
bulan, padahal jika aku mau; bisa saja tiap minggu aku menyempatkan pulang ke
rumah bercat hijau itu.
Maka
aku berpesan padamu. Jika masih kau memiliki seorang nenek atau kakek; atau
siapapun keluarga yang kau cintai, jaga betul mereka. Kasihi dan hormati
mereka. Pun jika mereka sudah dipanggil,Sang Esa, rutinkan untuk mendoakannya.
Sebab kita tak pernah tahu, kapan kesempatan itu berulang. Berikan yang
terbaik. Jangan sampai menyesal seperti aku.
***
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-