"Wan, Ikhwan, Keraskan Suaramu...!"

sumber: google.com

(bagian pertama)
--------------------

Ukhti A tampak celingak-celinguk ke arah hijab musholla yang ada di hadapannya. Perempuan-perempuan bermukena yang ada di sekitarnya tengah melakukan sujudnya sendiri-sendiri. Tak bersama-sama seperti yang ia rencanakan saat menginjakkan kaki ke musholla fakultasnya: shalat berjama'ah. Shaff putra pun tampak lengang seperti tak ada aktivitas. Aih! Nggak ada yang shalat jama'ah, nih? Rutuknya dalam hati.

Sementara jam bergerak makin cepat; pertanda ia tak boleh berlama-lama dalam kebimbangan. Kuliah berikutnya akan datang segera. Senyumnya merekah ketika ada seorang mbak-mbak datang; dengan bersemangat ia berkata, "Mbak.. jama'ah yok!"

Si mbak-mbak kaget, salting lalu mengangguk dengan canggung. "Mbak nya Imam ya, tapi.."
Kekagetannya beralasan, karena semangat si ukhti A memang kelewat sangat. Hehe. Senyum ukhti A makin mengembang saat dilihatnya ada dua orang mas-mas yang menuju shaff putra. Segera ia menoleh ke mbak-mbak disampingnya yang bersiap menjadi makmumnya.


"Tungguin bentar yak mbak. Kayaknya mas-mas itu juga mau jama'ahan. Daripada sendiri-sendiri, yok jama'ahan aja sama mereka."

"Tapi nanti ngga kedengeran mbak. Biasanya juga gitu. Kecuali mas-masnya sadar kalau kita ada di belakang juga jadi makmum mereka." Si mbak-mbak berkata dengan nada pesimis.

Kepesimisannya beralasan sebab jarak antara posisi mereka dengan posisi mas-mas memang cukup jauh. Alhamdulillah, mushalla fakultas memang jadi lebih lebar pasca renovasi tahun lalu.

Namun tidak dengan si ukhti A. Berbekal dengan khusnudhan luar biasa ia berkata, "Kedengeren kok mbak.. kita tes di rekaat satu yuk." Si mbak-mbak mengangguk pasrah.

Mas-mas A sepertinya mengumandangkan iqamah, namun tak terdengar di jama'ah putri. Ukhti A dan si mbak-mbak menjadi cemas. Takbir pertama berkumandang, oleh mas-mas B.

"Allahu-Akbar..."

Lirih sih, tapi lumayanlah!

Ukhti A menyenggol tangan si mbak-mbak lalu berkedip, pertanda menyepakati kalau mereka jadi bagian makmum si mas-mas A dan mas-mas B (yang ternyata lalu diikuti oleh mas-mas C yang entah dating dari mana)

Suara yang lirih tadi -semenjak takbiratul ihram- ternyata menjadi semakin lirih. Apakah mas-mas B belum makan siang? Bisa jadi... Apakah si mas-mas B malu mengeraskan suaranya karena ada dosen yang menjadi makmumnya?

Ah, entahlah. Yang jelas, dalam shalatnya, ukhti A dan si mbak-mbak semakin pucat dan resah. Aih, meraba-raba; mencoba menajamkan telinga: Sekarang sampai rekaat berapa??? Gerakan yang manaaa???

Sementara jam dinding terus melaju. Tak-tak-tak-tak..

-bersambung-
------------------------------------------------------------------
Serial #UkhtiA bagian pertama; enjoy reading, guys!
dalam gerakan *ayo nulis maneh!

bias juga dibaca di : www.edogawakeepsmile.blogspot.com
Ditulis oleh @rizkiagengmardikawati
Huruf pertama dimulai di perpus pusat, diakhiri di masmuja lantai dua. Dengan WiFi UNY yang alhamduillah udah nyampe mujahidin :"
semoga bermanfaat

Komentar