Seperti Tidak Kenal Bapak Saja..

sumber: instagram @rizkiagengmardikawati

Malu.

Malu sama Bapak.

Beberapa hari ini banyak menghabiskan waktu bersama beliau untuk mengerjakan suatu proyek. Kemarin siang, kami berjanji untuk berjalan-jalan lagi. Namun, ba'da menjadi Imam shalat ashar kemarin, tiba-tiba beliau menoleh ke belakang -pada ibu dan padaku-

"Buk, masih punya parasetamol ndak ya?"

Aku tercekat, "Bapak panas?"
Beliau tersenyum dan membuka kotak kecil di lemari tempat menyimpan obat-obatan. Mencari-cari parasetamol.

"Pak istirahat dulu aja. Sore ini mau jalan-jalan ke Pacitan sama Mbak Mifta sama dek Jabar. Buka puasa di sana, hehe. Sama nemenin si Jab nyari pokemon."

Bapak mengangguk. "Oh gitu? Iya.."

Dengan begitu, kuharap Bapak bisa istirahat. Ya, ditinggal sebentar sama anak-anaknya barangkali Bapak bisa bebas mengistirahatkan diri; sebab di saat kami bertiga ada, Bapak selalu bergerak. mencontohkan ini itu. Pulang kerja langsung ambil pekerjaan yang lain. Ada saja yang dikerjakan oleh beliau.

Sore hingga hampir mendekati pukul 9, barulah kami sampai di rumah.
"Ibuuuk assalamualaykum.. ada ketan manis coklat keju nih buat Bapak.."

Ternyata, Bapak sedang berbaring di tempat tidur. Sare rupanya.

Namun ternyata beliau masih terjaga, tersenyum, mengambil suapan ketan yang disodorkan Ibu.

"Besok izin kantor dulu saja, Pak. Istirahat..."

Ibuk berkata. Bapak berdehem.

"He, izin?"

"Iya, besok juga ada rapat komite di sekolahnya adek. Barangkali mau datang yang itu."

Dalam hati aku berseru, kalau istirahat ya harus full.. Izin kantor, rapat komitenya juga izin. Kalau jadi Bapak pasti aku memilih izin full.

Namun ternyata aku salah.

Paginya, ba'da subuh (masih mengimami kami, bedanya kali ini Bapak tidak berangkat ke mushalla..), kulihat wajah Bapak masih pucat, masih kentara demamnya. Namun apa yang beliau lakukan pasca itu?

Mengaji, dan menyapu halaman. Setelah itu kulihat beliau sudah mandi dan berpakaian batik rapih.

"Jam berapa, Nduk?"

"Bapak mau berangkat rapat komite? Setengah delapan, Pak.."

Bapak mengangguk dan menyalakan komputer; menyelesaikan beberapa dokumen.

Aku dan Jabar membeli sarden pesanan Ibu di Indomaret, dan motor Bapak sudah tidak ada.

"Bapak udah berangkat, Mbak?"

Tanyaku pada mbak Mifta yang lagi asyik di dapur.

"Yuhuuu...."

Hmm. Aku saja nggak jadi balik Jogja hari ini karena Bapak sakit. Nggak sopan. Masa Bapak sakit aku balik. Mbokan bisa bantu ngapain gitu.

"Bu.. balik jogja ya...?"
"Ngapain? Liburnya kan masih lama..."

Ah iya, Seperti tidak kenal Bapak saja. Malu lah malu sama Bapak. Malu. Betapa aku anak yang tidak peka. Sama sekali tidak peka.

Infiru khifafan wa tsiqolan..
Aku selalu melihatnya darimu, Bapak. Bukan dari yang lainnya...

Komentar