Takjil Cinta


suasana ramadhan di masmuja #cintamasmuja

Malam ini purnama, dan ini adalah ramadhan kelima-ku di tanah Ngayogyakarta. Benar, sudah lima tahun aku tinggal di sini dan merasakan suasana ramadhan yang hampir sama; lima kali juga. Dari lima tahun ini –berkaitan dengan takjil- aku punya satu tempat favorit di mana aku bisa mendapatkan takjil ternikmat di dunia. Lebih tepatnya sih, Ifthor; makanan pembuka puasa. Oke, aku akan mulai bercerita.

Tahun pertama dan kedua; aku bisa mendapatkannya dengan cuma-cuma. Aku hanya perlu datang setengah lima, duduk mendengarkan kajian dengan seksama; lalu mencermati sang mas MC berkata, “Waktu berbuka telah tiba, silakan jama’ah yang berada di shaff paling pertama untuk ke belakang mengambil menu berbuka, dilanjut dengan shaff berikutnya.” Lalu adzan tiba. Aku makan. Selesai itu? Ya sudah. Sederhana. Kadang aku pulang untuk makan yang kedua (ini mah apa -_-), kadang aku ngendon di masjid sambil menunggu waktu Isya’ tiba.

 Tahun ketiga, aku mulai dekat dengan aktivitas di mana makanan takjil itu dibagi rata. Kini aku tak sekedar datang dan duduk mendengar kajian saja. Pasalnya, aku selalu tak tega melihat ada seorang mbak-mbak takmir yang menata nasi empat-empat tiap sorenya itu sendirian. Kadangkala aku nimbrung untuk membantunya sekali duakali; sebab waktu itu adalah masa KKN. Dan saat KKN pun, ketika ada waktu luang ke kampus, aku selalu menyempatkan hadir di tempat ini untuk sekedar ‘merasakan suasana.’ (Atau untuk dapat makan gratis? Wkwkw)

Tahun keempat dan kelima ini; dunia mulai berubah. Semenjak negara api menyerang. Diawali dengan sebuah sms dari mbak-mbak yang memintaku untuk bantu-bantu di sana. Dasar orang nggak enakan nolak, akhirnya kuterima juga tawaran yang jika aku tak bisa menjalaninya dengan amanah; akan menjadi bahaya. Sangat bahaya. Untuk diriku tentu saja. wkwk. Maka, jadilah soreku di tiap Ramadhan menjadi aktivitas rutinitas yang warbiasyah begitulah. Sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Sore yang kelak akan kurindukan; di mana grup akhwat takmir akan menjadi super berisik: “Siapa yang bisa bantuin nata bukaan puasaaa?” ; “Aku nggak bisa jee.. ada bukber..” ; “Aku jaga staand...” ; dan lain-lainnya. Lalu berbondong ke masjid kampus demi menata nasi berjajar empat-empat, melengkapinya dengan takjil buatan kosan binaan dan tiga butir kurma. Lalu bahu membahu menuang air dari galon ke gelas-gelas berwarna oranye. Semua dilakukan demi melihat wajah gembira jama’ah saat melihat menu bukaan di depan mata. Ah, adakah yang lebih membahagiakan daripada melihat binar mata mereka melihat takjil di depan mata? Sementara ini belum ada.

Kadang kami jenuh untuk datang. Kadang kami ingin jadi jama’ah biasa saja; yang dilayani, yang tinggal makan saja, yang bisa fokus mendengarkan ustadz menyampaikan ilmunya yang membahagiakan jiwa. Ah, tapi ini amanah kami; bolehkah kami mlipir membiarkannya begitu saja? kadang saat membagi takjil; kami sering nggak kebagian. Takjil habis. Lalu kami iuran untuk beli nasi di burjoan. Dan itu membahagiakan. Kadang juga kami sudah menyimpan beberapa; namun saat melihat ada jama’ah yang belum kebagian, takjil itu kami keluarkan juga. Adeu, nggak tegaaa...

Maka sesibuk apapun aktivitas yang menyita; kami pasti akan kompakan bila ditanya, “Sore ini mau buka puasa di mana?” Sontak kami akan menjawab, “Masmujaaa...”. Sebab di sana, kita nggak sekedar berbuka puasa biasa. Ada misi rahasia yang harus kami tunaikan di sana ‪#‎ceilah‬ nggayaaa...

Maka, jika kau tanya padaku tentang apa takjil terfavorit; aku takkan menjawab dengan nasi goreng, terong balado, rempela ati, dan kroni-kroninya. Aku akan menjawab dengan sederhana saja; Takjil yang kudapat di masmuja. Sebab menurutku, Istimewanya takjil bukan teletak pada apa menunya; namun di mana - dengan siapa kita menikmatinya dan perjuangan apa yang sudah kita buat untuk mendapatkannya. ‪#‎hayah‬..opo toh...

Ya, takjil masmuja, aku menyebutnya dengan takjil cinta; mungkin kelak saat aku harus hengkang dari tanah penuh cinta ini, aku akan merindukannya. Porsi yang disediakan masjid kampus kami mungkin belum sebesar yang disediakan kampus tetangga; menunya pun kadang itu-itu saja; namun ada bahagia terselip di sana. Sebab kami –insyaAllah- melakukannya dengan sepenuh cinta. Semoga niat ini terjaga semata untuk meraih cintanya Allah saja. Aamiin...
‪#‎CintaMasmuja‬

Dedicated to pejuang Takmir Masmuja di mana saja berada; loe berharga, broh, Sist. Dijaga yak, semangatnya. Semangat Lillah semuanyaaa....

NB:
Masmuja : Singkatan dari Masjid Al Mujahidin, sebuah masjid kampus di Universitas Negeri Yogyakarta, tempat penulis menimba ilmu 4,5 tahun lamanya (dan akan lanjut jika rejeki diterima S2)

Ditulis dengan perasaan yang insyaAllah tulus dan penuh cinta,
Yogyakarta, 20 Juni 2016; 23.49 WIB;
Seorang bocah ingusan yang baru kemarin sore nimbrung jadi takmir masmuja; belum selama dan 'seantik' mas-mas mbak-mbak lainnya,
Rizki Ageng Mardikawati

Tulisan ini dibuat untuk Tarian Tuts Juni forum lingkar pena dengan tema "Takjil favorit" sekaligus PR project nulis istiqomah romadhon ‪#‎menulisbahagia‬. Semangat semuanyaa :D
‪#‎Cinta‬
‪#‎Day7‬
#MenulisBahagia

Komentar