Mudahkan kami untuk mencintainya, Ya Allah...



sumber: google.com

“Wa laqad yassarnal qur’aana liz zikri fahal mim muddakir...”

Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

Ayat ini terus saja diulang-ulang dalam Q.S Al Qamar, tepatnya pada ayat 17, 22, 32,40. Pengulangan ini tentu saja bukan tanpa maksud. Sebab, jika Allah mengulang-ulang suatu ayat; pasti kita diminta untuk ‘memberikan perhatian lebih’ kepada ayat tersebut. Iya, perhatian yang lebih.

Seringkali kita mengeluh dan nangis sesenggukan, “Ya Allah.. susah banget sih ngapal Qur’an?” Boro-boro ngapal Qur’an, kadang keistiqomahan kita untuk senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’an pun diuji juga. Kadang rajin kadang males. Adaaa aja godaaanya. Baru baca selembar, rasanya pingin udahan. Mau nuntasin 1 juz, tapi tangan usil ngitungin halaman; kurang berapa lembar lagi buat tuntas 1 juz? Deuh.. situ ikhlas nggak sih baca Qur’annya? :’(

Padahal nih ya, Utsman bin affan ra, khalifah ketiga setelah Abu Bakar ash shidiq dan Umar bin Khattab, seorang hafidz qur’an yang amat pemalu hingga tersingkap sedikit saja betisnya beliau berusaha mencari penutup, seorang yang memiliki bashirah yang kuat hingga saat ada pemuda yang datang kepadanya ia mampu melihat, “di matamu aku melihat bekas zina...”.  Iya, beliau  pernah menegaskan bahwa, “Tak akan bosan membaca Al-Qur’an, seorang yang bersih hatinya...” Nah, lho. Apa dong namanya kalau kita pas dalam kondisi mualess alias ogah banget baca Qur’an? Berarti.. hati kita lagi nggak bersih :(

Balik ke Q.S Al Qamar tadi ya. Wa laqad yassarnal qur’aana liz zikri fahal mim muddakir. Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Allah telah memudahkan (pakai banget) buat kita untuk mempelajari dan dekat-dekat dengan Al-Qur’an, namun kesemuanya mbalik pada diri kita sendiri; maukah kita mengambil pelajaran? Mau nggak? Mau nggak? Mau nggak? Sungguh, batas semangat dalam diri seorang muslim adalah tau dan mau. Bagaikan alfahmu yang tiada arti tanpa adanya al amal..

Barusan saya nonton video pendek dari pro-u channel; menurut ustadz Umarul Faruq Abu Bakar yang judulnya, “Mengapa sulit menghapal Al-Qur’an?”. Sungguh telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk dihapal, maka adakah yang mau menghapal? Sebenernya saat kita sulit banget buat berinteraksi ataupun menghapal Al-Qur’an, ada beberapa hal yang perlu kita jadikan muhasabah. Yang pertama adalah, Apakah kita benar-benar ingin menghapalnya? Nah. Koreksi hati kita, bener-bener pingin nggak sih? Lamaaa banget kita bercita-cita pingin hafal ini itu, target taun sekian sekian hafal 30 Juz, dan lain sebagainya. Tapi kita omdo, kita nggak ngapa-ngapain. Seharusnya, kalau bener kita pengeeen banget buat ngapal, paling nggak kita meluangkan sedikit waktu kita untuk Al-Qur’an, misalnya saja setengah jam setiap harinya bada subuh atau bada maghrib. Ini waktu yang sedikit banget lho, dibandingin tangan kita yang asyik scroll scroll di smartphone. Kedua, kita berusaha untuk membersihkan tempat bersemayamnya Al-Qur’an, yaitu hati kita. Al-Qur’an akan betah tinggal di hati yang bersih yang tak bermaksiat dan bersih dari noda dan dosa. Ketiga, carilah guru. Carilah asatidz dan ulama. Sebab, proses pembelajaran Al Qur’an ini adalah dari mulut ke mulut; talqin. Kita perlu ada guru tempat kita nyetor dan mengecek bacaan kita udah bener apa belum.
 
sumber: instagram @rizkiagengmardikawati
Kalau kata ustadz Yusuf Mansyur; setiap harinya kita harus pemanasan dulu tiap harinya; misal baca Al-Qur’an 3 Juz dengan dikeraskan. Baru deh bisa ngapal. Ini metode yang diterapin dibeberapa pesantren. Lha gimana mau ngapal, kalau kita ngga terbiasa melantunkan Al-Qur’an? Sebab ia adalah perkara kebiasaan... coba deh kita luangkan lebih banyak waktu bersama Al-Qur’an, sejam dua jam, tentu itu masih takaran waktu yang amat sedikit dibanding 24 jam kita. Jangan sampai kita menjadi mahjuran- golongan yang meninggalkan Al-Qur’an. Naudzubillahi min dzalik..

Satu lagi, biidznillah.. kita kudu yakin dan punya stigma yang positif bahwa kita bisa dekat dengan Al Qur’an dan menghapalkannya bahkan hingga 30 Juz! Kalo kita udah negatif duluan, ya itu yang bakal didapet.

Bismillah. Revolusi yuk, jangan ngomong cinta-cintaan mulu, nikah nikaahan mulu. Eling Qur’annya juga :’) Iya sih ngomongin dan mbahas tentang pernikahan itu bikin baper luarbiasa dan penting juga disiapin; tapi anak-anak kita kelak juga berhak punya Ibu sholihah yang bisa baca Al-Qur’an dengan baik dan bener; tartil bahasanya. Mereka juga berhak memiliki Ibu yang hafidzah.. hingga kita nggak lagi cuma ngiler dan berdecak kagum saat melihat program hafidz cilik; itu bocah-bocah lancar banget murajaah Al-Qur’annya...

Warzuqna tilawatahu... rizqikan pada kami untuk senantiasa membacanya di sepanjang malam dan siang...

Ya Allah, luruskan niat kami. Niat kami mempelajari Al-Qur’an semata untuk mendekat padamu, untuk mengenal kitab kami sendiri hingga kami mampu mengamalkannya. Jadikan kami para pewaris Qur’an dan menjadi penyambung serta salah satu penjaga Al-Qur’an tetap terjaga orisinalitasnya hingga akhir zaman.... 

Bukan Rabb.. bukan. Bukan karena ingin mendapat pujian, bukan karena ingin memperoleh penghargaan sebagai hafidzah apalagi kedudukan dunia yang lain. Naudzubillahimindzalik...

Mampukan kami untuk mempersembahkan mahkota terbaik di surga untuk kedua orangtua kami. Mampukan kami untuk mengajarkan Al-Qur’an untuk anak-anak kami.. Mampukan kami untuk saling menjaga keistiqomahan dalam berqur’an dengan pasangan dunia akhirat kami kelak. Aamiin..


Pacitan, 31 Juli 2016

Ya Rabb; jika memang aku harus menambah jatah waktuku lebih lama di Jogja; maka jangan pernah sia-siakan aku dan waktuku. Mampukan aku untuk terus belajar dan mengamalkan ilmu-Mu di waktuku yang tinggal sedikit ini... 

Semangat Ki, Rizkiii....
Semangat mi, Umii.. eh calon Ummi ^^v

Komentar

Posting Komentar

Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-