Jangan Marah!


sumber gambar: bijikuaci.blogspot.com

Sebagai makhluk sosial yang namanya manusia, pasti mau tidak mau setiap hari bahkan setiap jam dan detik kita selalu berinteraksi dan bersinggungan dengan manusia-manusia lainnya. Terjadi pertemuan, terjadi percakapan, terjadi interaksi.

Manusia diciptakan homogen, dan itulah yang membuat kita istimewa. Bahkan, saudara kembar sekalipun pasti akan mempunyai beda. Semakin banyak kepala, akan makin banyak hati dan pemikiran. Dan tentu saja: masing-masing memiliki pendapat. Tak sama.
Tak jarang, sebuah forum tenang berubah menjadi gaduh karena ada beberapa kepala yang berarti ada beberapa suara. Suatu tulisan tetiba menjadi bacaan bersama ramai dikomentari orang-orang dengan latar yang berbeda. Terjadilah komunikasi, lalu diskusi. Karena lagi-lagi isi hati dan keinginan masing-masing orang tak sama; tak jarang diskusi itu semakin membesar dan melebar. Pada ujungnya, seringkali kita telah terlibat dalam sesuatu: Perdebatan.


Tak ada yang salah dengan mengutarakan pendapat. Apatah lagi opini dan fakta. Sama sekali tak salah. Hanya seringkali, masing-masing dari kita tak sabar karena lagi-lagi memiliki latar belakang yang berbeda. Dengan background pendidikan yang tak sama. Wajar, jika keran-keran diskusi itu terbuka, dan masing-masing merasa benar.”Ini yang kutahu, maka kusampaikan pada kalian agar kalian mengerti mauku.” Begitu kata hati masing-masing. Mungkin.

Budaya berdiskusi ini tentu baik dan mencerdaskan; membuat kita saling introspeksi dan mengoreksi diri. Ternyata banyak yang belum kutahu, maka aku harus belajar lebih giat lagi. Namun jika diskusi ini telah berubah menjadi debat tiada henti; saudaraku, berhentilah sejenak: Adakah hal lain yang sedang ikut berdebat? Mulai dari rasa sakit hati, amarah, hingga hal-hal yang kita tak mengerti.

Saat ada yang tak ada sesuai dengan kehendak hati –dan kita merasa kita benar atas itu-, ada yang memilih untuk terus bersuara; mengungkapkan yang sebenar-benarnya walaupun terus dicaci maki dan dianggap tak sesuai. Ia terus saja gigih memberikan pembelaan –karena sekali lagi, yang dipahami adalah yang dianggap benar-. Sebagian lagi memilih diam; pasif dan tak mau terlibat terlalu jauh dengan debat kusir. Dan sebagiannya lagi; berusaha menyampaikan dan ketika opininya tersebut terus ditentang ia memilih untuk tersenyum dan  mundur perlahan: yang penting sudah kusampaikan. Ia mundur bukan karena kalah. Ia mundur karena takut bahwa hawa nafsunya turut tercampur dalam perdebatan, dan ia tak mau.

La tadghob, wa lakal jannah!

sumber gambar:  radiomhfmsolo.com


Kata nabi, janganlah marah. Bagimu surga. Seringkali dalam kehidupan, kita akan selalu dipertemukan dengan orang-orang yang menentang kita. Itu sunnatullah, adinda. Kita akan selalu berinteraksi, dan terkadang itu menimbulkan gesekan bahkan goresan luka yang sangat dalam. Namun sekali lagi, bersabarlah. Jangan ikut tersulut amarah. Tenanglah.
Rasul yang mulia sudah mencontohkan; jika kita marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika dengan duduk masih saja kita merasakan hawa amarah, kita diminta berbaring. Jika berbaring tak segera reda, ambillah air wudhu. Jika bakda wudhu tak juga reda, shalatlah dua rekaat. Dan, jika shalat pun tak mampu meredam amarahmu; istighfar. Adakah hati yang telah mati disana hingga tak mampu memaafkan?

Tiap kita mungkin pernah disakiti dan menyakiti. Dan kita tak pernah menyadari. Ada yang tersakiti oleh laku, tindak-tanduk, tulisan, terlebih-lebih ucapan. Lantas, sebagai pihak yang merasa tersakiti bukan berarti kita tak boleh memberontak, bukan berarti kita tak boleh membalas, bukan berarti kita tak boleh melakukan hal yang sama. Namun adinda, diam dan bersabar adalah pilihan. Terlebih jika yang sedang kita hadapi adalah saudara kita sendiri. Sama-sama manusia; apalagi jika seiman. Sama-sama mengesakan Tuhan.

Saat marah datang, kita bukannya tak boleh marah. Kita bukannya tak boleh membalas. Namun sekali lagi, itu bukan jalan. Kita tak sedang bertarung dengan musuh seperti yang dilakukan saudara kita di bumi Palestina sana. Yang sedang kita hadapi adalah saudara kita sendiri, jadi ia tak perlu kita perangi.

Bersabar, dan memilih untuk tak marah bisa jadi jalan yang indah. Sebab Rasul telah tegaskan, orang yang kuat diantara kamu bukanlah ia yang kokoh badannya dan kuat dalam berkelahi. Orang yang paling kuat diantara kamu, adalah ia yang mampu menahan amarah saat (seharusnya akan) marah. Ia adalah sebenar-benar orang yang kuat.
Banyak yang masih harus dipelajari, dan waku-waktu kita terlalu berharga untuk saling menuding tiada henti: kamu salah, dan aku benar. Toh, jika kita mampu mencerna dan belajar lebih banyak lagi, kita akan mengerti. Kita akan makin mengerti. Bahwa berdebat bukanlah jalan. Sedang tabayun dan persahabatan adalah yang dianjurkan.

Kita diam bukan berarti kita lemah. Sampaikanlah, walaupun seayat. Dan terhadap mereka yang nampak memerangimu, bersabarlah. Mungkin mereka sedang ingin banyak bercakap dengan kita, menguji kita; ataukah kita yang dangkal ilmu, sedang diuji bagaimana seharusnya bersikap dan memperlakukan mereka.

Untukku dan untuk teman-temanku yang terkadang (merasa) berseberangan jalan. Satu kanan dan satu kiri: Hei, sejak kapan kita menggunakan istilah ini?

Islam itu indah, maka mari bersama-sama menjaganya.

sumber gambar:  komikmuslimah.blogspot.com


Yogyakarta, 2 Februari 2015; 17.05 WIB
Bakda menyaksikan –dan sempat terlibat- dalam status perdebatan milik seorang teman;
Bersabarlah; dan teruslah belajar. Sedang aku baru sampai pada lembar pertama fiqh perbedaan karya Yusuf Al Qaradhawi.
Yang merasa masih (sangat) tumpul dan harus banyak belajar,
Rizki Ageng Mardikawati

Komentar

  1. Paling kesal itu kalau kita sedang berdiskusi, sedang berpikir tentang argumen untuk pendapat kita, eh lawan diskusi ngomong: "jangan marah..." Duh, saya bukan tipe orang yang emosian. Jadi hilang selera kalau sudah dibilang begitu. Rasanya lawan diskusi kita merasa dirinya lebih tinggi, lebh tua, lebih dewasa, tidak boleh dibantah, dsb. Jadi ya percuma dilanjutkan diskusinya, apapun topiknya.
    Benar gak sih, perasaan begitu?

    BalasHapus

Posting Komentar

Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-