Semilitan apapun aktivis dakwah –atau sejaim dan
seteguh apapun seorang muda yang mengikrarkan: Aku tak mau pacaran –ia tetap
manusia biasa. Ia juga lelaki, yang memiliki fitrah mencintai. Apalagi wanita.
Ia punya fitrahnya sebagai seorang yang sangat peka, yang sangat perasa. Maka
jika rasa itu tiba-tiba menghinggapimu, tak apa. Tinggal bagaimana kau pandai
mengelolanya.
Kau tahu aturan agama, kan? Kau
sudah tahu bagaimana. Itu sebab cintamu terbingkai beda. Walaupun tak sempurna,
yang terkadang kau masih tertatih-tatih dalam mengamalkannya, kau tetap insan
Tuhan yang harus patuh pada kehendakNya; sebab kau hanya menumpang di lahan
sempit bernama dunia. Meski terkadang kau masih curi-curi pandang saat berusaha
taat, kau tetap seorang yang terkena hukum sebab akibat; karena kau sudah tahu
bagaimana seharusnya, kenapa tak menjalankan? Kau tak mau seperti disebut dalam
Surat Cinta, As Saff: 2 sampai 3.
Wahai orang-orang yang beriman!
Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangat dibenci
di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Karenanya, saat kau jatuh cinta; kau melabuhkan
cintamu pertama pada Sang Maha Pemilik Cinta. Sebab, dariNya pulalah asal
muasal rasa itu bermuara. Dan saat kau belum siap dengan ikatan suci yang halal
bernama pernikahan, maka yang bisa kau lakukan adalah menyimpan. Yang bisa kau
perbuat adalah menunduk dalam-dalam sembari berdoa pada Pemilik Hati agar tak
melalaikan hati yang sedang jatuh cinta pada makhlukNya.
Cinta, kau tetap boleh jatuh cinta. Pada makhluk
sekalipun. Maka kau masih boleh menulis, maka kau masih boleh menggoreskan
pena. Kau boleh luapkan segala yang kau rasa –agar kau tenang- agar kau tak
kehilangan kendali. Bersabarlah, karena nikmatnya puasa terletak saat berbuka
sudah tiba.
Maka, kau tak akan jadi Layla Majnun
yang menggadaikan hidupnya demi cinta fana –yang akhirnya membawanya pada
petaka. Kau juga tak akan jadi mereka yang dengan mudahnya mengumbar janji dan
termakan janji cinta; cinta makhluk yang melenakan. Cintamu beda. Bisa jadi,
cintamu akan seperti cinta Ali pada Fatimah atau sebaliknya. Bahwa ternyata,
setelah menikah mereka baru tahu jika satu sama lain sama-sama saling mencinta,
dan pertemuan mereka bukan karena nafsu semata, namun karena Allah yang
mempertemukannya. Ataupun, cinta Khadijah pada Rasulullah yang mulia. Cinta
karena cinta pada RabbNya; bahwa ia adalah lelaki yang tepat yang bisa
membawanya ke surga; lalu dengan ikhlas, ia rela menginfakkan segala yang ia
punya untuk kepentingan agama.
Tak usah jauh-jauh; coba tengok
sekelilingmu. Banyak kan, cinta mulia seperti itu? Bisa jadi kisah itu terjadi
pada Bapak Ibumu, Ayah Bundamu, Abi Ummimu –apapun kau menyebutnya- atau pada
sahabat dan kakak kandungmu sendiri. Namun ternyata, kisah cinta macam ini lebih
sedikit jika dibanding dengan seluruh jumlah penduduk dunia. Jadilah istimewa
dengan menjadi bagian yang sedikit itu! bagaikan mawar di tepi jurang tinggi;
yang hanya pendaki sejati nan tangguh-lah yang dapat meraihnya; yang dapat
memetiknya.
Selamat memetik hikmah, selamat menyelami kata-kata.
Mungkin sekarang aku yang menuliskannya, kau yang membaca. Bisa jadi, esok kau
juga lakukan yang sama dan akulah yang menjadi pembaca. Semoga cinta kita
selalu terjaga, indah dan tepat pada waktunya.
Tak semua kata harus ditahu orang, kan?
Tak semua denting harus didengar orang, kan?
Jika kau belum siap ungkapkan; simpan.
Jika kau belum siap perjuangkan; tahan.
Sampai Allah yang membukakan jalan.
Tak semua denting harus didengar orang, kan?
Jika kau belum siap ungkapkan; simpan.
Jika kau belum siap perjuangkan; tahan.
Sampai Allah yang membukakan jalan.
Istana
Cinta, yang didirikan oleh Raja dan Ratu yang kisah cintanya juga melegenda,
29 Ramadhan 1435 H/ 26 Juli 2014
8.14 WIB
Rizki Ageng Mardikawati,
Insan biasa yang bersyukur bertemu dengan pena.
29 Ramadhan 1435 H/ 26 Juli 2014
8.14 WIB
Rizki Ageng Mardikawati,
Insan biasa yang bersyukur bertemu dengan pena.
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-