Bukan malaikat rehat

Bukan malaikat rehat, begitu kata Tasaro GK dalam novel terbarunya "Tetap saja kusebut (dia) cinta."
Iya, kita manusia. Hanya manusia. Salah dan dosa? Itu sudah jadi fitrahnya. Iri, dengki, itu sudah jadi muasalnya. Dan kita, tetaplah manusia. Boleh merasa, sangat boleh merasa itu. Karena kita bukanlah malaikat rehat yang tercipta sempurna. Kita boleh, tak apa.

Iya, kita bukan malaikat yang rehat sejenak ke sebuah tempat bernama bumi manusia. Lagi, seperti judul novel gubahan Pramudya Ananta Toer. Kita boleh sesekali sedih, kita boleh sesekali sebal, kita boleh sesekali marah.

Namun, bukankah lapis-lapis keberkahanlah yang kita kejar? Hidup sekali di bumi, inginnya menjadi yang berarti, bukan? Maka selama napas menjalar menghidupi kehidupan, bukankah melakukan yang terbaik lebih dianjurkan?


Hidup bersama banyak manusia; itu artinya hidup bersama banyak hati-hati juga. Dan mereka, sahabat-sahabat kita, adik-kakak kita; butuh perhatian dan luangan waktu yang sama. Ah iya. Andai boleh meminta, pasti akan banyak doa-doa yang menjalar ke langit sana,

"Rabb, beri hamba hati baik yang banyak. Satu akan kutitipkan pada dia, satu lagi untuk yang disana, satu lagi untuk yang di rumah. Rabb, beri kak-kaku tangguh dan tangan-tangan kukuh yang banyak. Agar bisa menyambangi satu persatu halaman saudara, agar bisa memperhatikan satu persatu kondisi mereka, agar bisa satu persatu membantu meringankan bebannya."

Tapi hati kita cuma satu; dan kita manusia, berusaha untuk membagi-bagi dengan porsi yang sama pada semuanya. Tapi tetap tak bisa. Selalu ada yang tersakiti, selalu ada yang tak mendapat perhatian. Belum lagi, jika hati kita juga rindu disiram pemiliknya.

Dan kaki kita cuma dua, yang langkahnya terbatas; jangkauannya pun tak luas. Kadang pegal, kadang terhenti tanpa kita minta. Dan kita sering memarahi dia, padahal tak ada salah terbebankan padanya.

"Hei! Kenapa sudah tak mau jalan lagi? masih seratus rumah yang harus kusambangi. masih ada 100 hati yang menunggu kudatangi."

Tangan kita, juga cuma dua. Menjangkau yang dekat-dekat, tak bisa merangkul banyak hal dalam satu tempat.

Maka doa, adalah sebaik-baik senjata.

"Rabb, jaga mereka. Kuatkanlah ikatannya. kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya. Terangilah dengan cahayamu yang tiada pernah padam. Ya Rabbi bimbinglah kami..."
untukmu, untuknya, untuk kalian, untuk semuanya, maafkan diri rapuh yang terkadang tak bisa menyapa, tak mendengarkan asa, tak perhatian dan yang lainnya...

dan semoga, hati kita lebih luas daripada lapangan sepak bola..

Komentar

  1. Bagus mbak, 'Bukan malaikat rehat' juga salah satu judul favorit saya di buku karangan Tasaro GK itu.

    begitulah manusia dengan fitrahnya, takkan pernah menjadi malaikat yang selalu taqwa. begitulah manusia dengan keterbatasannya, takkan pernah menjadi malaikat yang tak pernah alpa mengingat dan memuji Rabbnya.
    begitulah manusia dengan kesejatiannya, takkan pernah menjadi malaikat yang tak pernah mengecewakan Rabbnya.
    begitulah manusia dengan keangkuhannya, takkan pernah menjadi malaikat yang tetap rendah hati walau ia sangat dekat dengan wujud Rabbnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-