Salma dan Syifa


"Salmaaa...!"
suaraku yang sejak jumat kemarin tiba2 menghilang kupaksakan keluar; demi memanggil bocah yang memanggul tas biru itu. Sakit. Tenggorakanku sakit.
"Salmaaa!"
namun panggilanku tak digubrisnya. Ia yang biasanya selalu nempel padaku itu terus berjalan lurus dan tak mau menoleh seperti biasanya. Ia lurus saja dan punggungnya perlahan hilang; menuju rumahnya.

Hari ini syifa menangis; entah kenapa. Bocah usia empat tahun itu menangis tiap ditinggal kakaknya sebentar saja; tak seperti biasa.

Salma, bocah manis usia delapan tahun itu akan diwisuda tanggal 21 september nanti; saat KKN kami sudah ditarik. Al Qur'annya baru. Ia tersenyum malu saat kugoda, "cie cie.. Yang mau diwisuda. Cie cie.. Udah Al Qur'an."

Sore ini kami mengadakan pelatihan boneka di TPA. Anak-anak merapat, dan kawan2 mulai mengajari. Sementara sebagian, menyimak bacaan iqra.

Salma yang sudah Qur'an, ketinggalan pembuatan boneka.
"Ngga bikin?" tanyaku usai ia mengepas baju wisuda bersama 6 santri yang naik jenjang bulan ini. Ia menggeleng, tak membawa peralatan.

"gapapa. Minta kain sama mba Ayu. Mba Ageng ajari."

senyumnya merekah. Perlahan, ia mulai menggunting pola dengan ceria. Menaruh dakron, menjahit pelan2. Sembari menjahit, Syifa menangis lagi, lalu berhenti.
"Syifa, kenapa nangis?" yang lain mendekati. Ia diam saja. Sementara salma menunduk; meneruskan menjahit.
"Hayo, kamu apain syifa, salma!" Anggit berseru jahil. Salma terdiam. Aku memandangi keduanya.
"Gak apa-apa. Syifa sayang banget sama mbak Salma. Jadi, syifa nangis pas ditinggal mbak salma."

oke. Finishing. Tinggal mengelem dan memberi mata pada bonekanya. Keduanya mengikuti, melihatiku yang mengoles lem.
"wah, matanya habis." Salma kecewa.
"nggak apa. Pakai ini aja ya."
aku mencoblos bonekanya dengan dua jarum pentul, membentuk mata.

"nah, udah jadi nih."
Salma bersorak. Namun baru saja ia ingin memegang boneka yang susah payah dibuatnya, tangan syifa lebih dulu mengambil. Lalu ia berlari bahagia, sambil menimang boneka buatan kakaknya.

Salma tiba tiba saja diam, tak berpamitan. Menyusul adiknya. Aku memanggilnya, untuk memberi semangat padanya.

Ah iya. Walau masih delapan tahun, ia tetap seorang kakak. Andai ia mengerti, akan aku bisikkan padanya, "Tak apa. Salma harus kuat. Bonekanya buat syifa aja. Besok bikin sendiri lagi, mba temeni."

namun ia tetap lurus, tak mau menoleh padaku. Aku yakin, sedang ada yang ia tahan, namun tak mau terlihat olehku.

Air mata.

#pelangiNgelosari
#kkn154

Komentar