Karena Nikmatnya Puasa, Terletak Saat Berbuka


Terkadang kita jengah. Terkadang kita lelah. Dan terkadang, kita merasa sudah tak mampu lagi. Terkadang, kita tak sanggup lagi. Kita ingin berhenti. Kita ingin istirahat. Ibarat puasa, kita ingin mokah, kita ingin batal.

Terkadang kita tak sabar. Kita juga seringkali geregetan. Kita ingin semuanya sudah saja. Kita ingin segera berakhir. Padahal kita tahu, yang harus dikerjakan masih banyak. Yang harus ditangani masih menumpuk.

Terkadang kita ingin ambruk, terkadang kita ingin lunglai lemas. Terkadang kita ingin berhenti: sudah! Akhiri saja semua ini.

Seringkali kita tak tahan godaan. Tersebab hal sedikit hal saja, iman kita goyah. Lalu, dengan entengnya kita menukar kesabaran sekian jam dengan kesenangan yang hanya semenit saja.


Padahal manis, tak selalu terletak di awal. Terkadang kau jumpai ia di tengah saat kau sedang berjuang. Atau,kau harus berpayah-payah dulu untuk mendapatkannya. Kau harus berkorban ini itu. kau harus menghempaskan rasa kesalmu dalam-dalam. Kau terpaksa harus mengerti, kau terpaksa harus memahami. Kau hembuskan napas dalam-dalam, kau terpaksa buang kekecewaan yang terkadang membuat amarahmu hampir saja terbang. Kau lalu memaafkan. Manis itu, kebanyakan memang ada di belakang.

Maka, kau tak boleh kalah oleh lelah! Maka kau tak boleh jengah oleh rutinitas tak berbekas. Kau harus menemukan lagi semangat yang menuntunmu hingga sampai di titik ini. Kau harus bangkit!

Saat puasa; banyak godaan pula, kan? Terik mentari menyengat, kau ingin minum. Kau haus, kau kelelahan. Kau lihat semangkuk soto di hadapan; kau ingin makan! Padahal kau sedang puasa. Padahal kau sedang berada dalam ujian kesabaran. Padahal kau sedang melatih dirimu untuk terus dan terus menjadi pemenang. Padahal kau telah janjikan pada Rabbmu bahwa kau akan berusaha jadi sebaik-baik insan. Kau; beberapa saat, pernah tak sabar?

Tapi kau yang tahu bahwa hakikat hidup ini hanya sementara, kau segera ingat bahwa hidup ini hanya seperti di stasiun pemberhentian. Kereta yang tadi kau tumpangi adalah bekal. Tempat duduk dimana kau menanti kini adalah sebuah tanda di titik mana kau mulai berpijak. Dan, kau tahu? Kereta yang kau tunggu-tunggu, yang akan segera datang adalah sebenar-benar kereta tempat berlabuh nanti, sampai kau tak bisa merasa hidup di dunia lagi.

Maka, bersabarlah. Maka, bertahanlah di tempat duduk stasiun pemberhentian ini. Kau harus kuat, kau harus sabar, kau tak boleh mokah, kau tak boleh berbuka sebelum adzan maghrib berkumandang. Dan nikmatnya puasa; terletak saat berbuka, kan?

Untuk kamu yang sedang berjuang dengan rasa sabar dan penantian. Untuk kamu yang sedang berjuang melawan kerasnya kenyataan. Kamu kuat, sebab Allah percaya beban itu dititipkan ke pundakmu. Pundakmu kuat. Kau harus membuktikannya.

Langit piyungan, ruang kerja Guru PPL SMA N 1 Piyungan
Kamis, 21 Agustus 2014

-Menanti adzan maghrib berkumandang; menanti keputusan Mahkamah soal Indonesia.
Hanya tulisan acak (lagi)
Uki

Komentar