Aku Memanggilnya "Cinta"

6 Agustus 1999



Aku sedang duduk di bangku. Kelas Satu SD. Tergugu, diam karena banyak wajah-wajah asing yang belum ku kenal. Iya, kebanyakan murid-murid di tempat ini berasal dari TK Mardi Putra. Sedang aku? Bersama 3 teman sepermainanku yang kesemuanya laki-laki itu, kami berasal dari TK Mardi Sunu. Kulirik teman sebangku sementaraku, teman sepermainan itu asyik menggambar; memenuhi permintaan teman-teman perempuan di kelasku. Tiba-tiba suara bu Guru datang mendekat,

"Dek Rizki, sudah ditunggu Bapaknya. Pulang sekarang, ya?"

Aku bingung. Ada apa? Yang aku tahu, semalam Bapak dan Ibu pergi malam-malam; dan belum pulang hingga sekarang. Mau menjemput seseorang; begitu kata Bapak.

Kulihat Bapak sudah menunggu; dengan wajah sumringah; ada apa?

Aku langsung naik ke motor Bapak, dan Bapak segera melaju. Menuju rumah.

Belum tuntas rasa penasaranku; aku melihat gerak gerik Bapak selanjutnya; mengambil papan di dekat pintu. Ah, papan itu dulu dipakai untuk melukis Bapak; kini sudah dicat putih. Di papan itu Bapak menulis besar-besar dengan huruf Kapital:


6 agustus 1999
MOHAMAD JABAR TRI SUJATI

Ha? Siapa itu? Bapak mendekapku erat dan berkata: Nanti Bareng Simbah sama Bude Campur, ya. Bude Campur itu tetanggaku

Aku mengangguk. Bapak berkemas dan mengambil beberapa baju; makanan dan minuman, lalu melaju setelah berucap salam.

Ada apa?

Aku manut-manut saja saat diajak simbah dan bude campur naik mobil carteran mas Haris, tetanggaku juga. Perjalanan kurang lebih setengah jam, aku dibawa ke alun-alun kota Pacitan; eh bukan. Ke sebuah gedung putih yang kemudian kuketahui namanya adalah rumah sakit. Aku lupa namanya,

Siapa yang sakit? Heranku.

Masih menggandeng erat tangan simbah, aku dibawa masuk ke lorong-lorong dengan bau.. aargghh.. obat! Lalu sampailah pada sebuah kamar yang aku lupa juga namanya.

Kau tahu di sana ada apa?

ibuku sedang berbaring!

Jadi, Ibu yang sakit?

Oh tidak. Ibu tersenyum bahagia dan memberi isyarat pada putri kecilnya untuk mendekat dan mencium pipinya. Lalu menunjuk pada boks yang aku tak tahu untuk apa. Aku mendekat. Aku terhenyak dan terkejut: Ada dua bayi!

Eh.. yang satu ileran.. hihihi...

Bapak tersenyum lalu menunjuk pada satu bayi disamping bayi yang ileran (*ups); berarti yang ditunjuk bapak bukanlah bayi yang ileran; melainkan bayi ganteng yang sedang tertidur nyenyak. (EMang pas bayi udah bisa mbedain ganteng sama cantik, ki? -_- )

Itu adikku!

Oh iya.. yang mau ditemui Ibu Bapak semalam adalah bayi ganteng ini. Kami boleh memanggilnya Jabar.

MOHAMAD JABAR TRI SUJATI.

Aku sempat protes pada bapak; kenapa nggak Muhammad, Pak? Kenapa Mohamad? Bapak tersenyum simpul; nggak apa-apa, semoga dia tumbuh jadi lelaki yang bisa meneladani perilaku dan santunnya Rasulullah SAW..

Jabar? Kenapa Jabar, Pak? Aljabar kan pelajaran matematika? Bukan.. Jabar itu salah satu asmaul husna. Kau tau artinya? Semoga adikmu meneladani sifat itu.

Tri? Anak ketiga.

Sujati? Supaya ia jadi lelaki yang sejati

*ada do'a dibalik setiap nama!

****

Jabar usia 2 tahun, sudah bisa trantanan; you know? :DUsia 3 tahun, ia cadel dan belum lancar berbicara...

"Mas Baba..." ia memanggil dirinya sendiri.

Usia tiga tahun juga,  ia sudah membuat kami sekeluarga geleng-geleng kepala: tembok putih yang baru saja dicat Pak tukang dipenuhi dengan coretannya! Ia mulai mengenal pena, pensil, dan spidol.. Tapi bapak tersenyum dan membiarkannya,

"tembok kan bisa dicat lagi..."

Usia 4 tahun, ia masuk TK. Mulai berbahagia bertemu teman-teman baru. Dan kau tau? Imutnyaaaaa...

 lalu saat SD< ia begitu bersemangat dan masuk sekolah jam 6 pagi. Imutnyaaa >.

Usia SD pula, sempat kubuat ia menangis; gara-gara aku bercerita tentang masa kecil Bapak: Kita harus berbakti sama Bapak Ya.. Bapak itu Luar Biasa. Ibu juga..

Ah. Meski lelaki, ia berhati lembut. Gampang tersentuh.

Kami sering bertengkar. Ia menganggapku sebagai teman sepermainan; aku pun juga.

Lalu aku tiba-tiba saja sudah SMA. Aku tak lagi bisa memantau perkembangannya; yang kutahu ia masih suka menggambar; hingga habis berlembar-lembar dan berserakan dimana-mana; yang kutahu ia masih suka wayang, hingga saat bepergian sama Bapak yangs elalu diminta adalah menambah koleksi wayangnya, meski wayang kertas.. lalu tiba-tiba ia suka gitar; ia bisa main musik! sempat ia mengiringi anak-anak kecil yang sering 'mangkal' di rumah kami, lagi "Bangun Tidur.. tidur lagi"

Dan tiba-tiba saja aku sudah kuliah; dan ketika kujumpa ia terakhir kali: tingginya melebihi tinggiku! Ia sudah aktif di OSIS, Pramuka. Dan kau tahu? Ketua Rohis SMP! *meski sering kuledek..

Aku sepundaknya T_T dan kini ia resmi menjadi murid kelas X SMA.

"Baarakallahu fii umriik.. Jiiiib... Semoga menjadi apa yang dicita dan didoakan Bapak di namamu. Semoga menemukan jalan cahaya di masa pencarian jati dirimu. Semoga menjadi anak shalih yang bisa mengantar Ibu Bapak Kita ke Syurga-Nya! Raih mimpimu... tekuni hobi dan passionmu. Jangan nakal yaaaa..."

Mbak selalu mencintaimu, kau tahu ataupun tak tahu. :)

Langit Ngelosari, 6 agustus 2014."Aku tak lupa Jiib...memang sengaja tak meng-sms atau meneleponmu. Mau hadiah headset gede ya? :D"

Pamit bikin RPP duluuuu >.< mumumumu... :*

Komentar