Tentang Ramadhan 1434 Hijriah-ku, ada Mutiara yang Mencuri Perhatianku!

Bismillah.
                Sesungguhnya, ramadhanku telah berlalu. Aku meminta pada teman-temanku untuk menuliskan kisah tentang ramadhan, sementara aku belum melakukannya. Aku tak mau disebut Kaburamaqtan –walau sesungguhnya konteks kaburamaqtan tak mengartikan ‘dia yang tak mengerjakan apa yang dia katakan’ , silakan cek di Q.S As-Shaff- Bismillah, hari ini kutuliskan lagi kisah ramadhanku.

                Sebenarnya ada banyak hal yang ingin kuceritakan saat-saat ramadhan. Banyak sekali, bahkan. Namun, untuk ramadhan 1434 Hijriah-ku kemarin, ada satu hal yang sangat ingin kuceritakan.

                Kau tahu? Ada satu peristiwa yang berbekas sangat dalam bagiku dan keluargaku di HASKA JMF pada ramadhan tahun kemarin -1434 H-. Banyak hal yang terjadi, banyak hal yang berubah dengan sangat cepatnya. Tahun ini -2013- adalah tahun-tahun dimana kami, angkatan 2011 diminta berpacu dengan waktu. Bilangan usia kami di kampus adalah usia pertengahan. Kami sudah punya adik, dan kami masih memiliki kakak. Alhamdulillaah.

                Lalu, siapa mutiara yang mencuri perhatianku selama Ramadhan 1434 itu? Aku tak bermaksud mengungkit-ungkit kejadian yang lalu. Aku hanya ingin menulis. Aku tak bermaksud membuat kalian sedih. Aku hanya ingin menulis. Aku tak bermaksud untuk itu, aku hanya ingin menulis. Aku ingin, diantara kita tak lagi terlarut dalam sedih. Aku ingin, diantara kita ada yang mengambil inspirasi yang terserak dan hikmah atas apa-apa yang terjadi. Ah, sesungguhnya tak ada yang perlu disedihkan. Lihatlah, beliau –si mutiara yang ingin kuceritakan- sedang tersenyum di SurgaNya, insyaAllah…

                Ya, aku ingin sedikit bercerita tentang mbak, ummi, bunda, atau siapapun kau ingin memanggilnya. Mbak Anisyah. Mungkin kalian semua sudah mengenalnya. Bagi yang belum mengenalnya pun, pasti pernah mendengar cerita-ceritanya.

                Mbak Anisyah, sosok akhwat keren yang pernah kutemui. Pertamakali aku menjumpainya, saat aku dan Rima –yang sekarang menjadi koakh PU-, bakda kelas hifdzil LPIM di masjid mujahiddin lantai 2, menyusup ke sebuah kajian di lantai satu yang ternyata diperuntukkan khusus untuk pengurus HASKA (kala itu kami masih semester 2). Ada akhwat cantik berkacamata, yang baru belakangan setelah acara itu kuketahui bernama mbak Anisyah.


                Pertemuan kedua, sama, masih maba –mahasiswa baru- aku menjumpainya saat acara SAILOR –agenda binkad-, Sehat bersama Islmaic Lovers yang diperuntukkan untuk maba yang sudah ikut satelit. Kala itu, aku bersama teman sekosku, sebut saja Murtini –sekarang dia koakh Perkam- mengikutinya. Agenda senam pagi itu dipandu oleh seorang akhwat cantik berkacamata. Mbak Anisyah. Aku terpesona. Akhwat itu harus energik, dan mbak Nisyah memimpin kami dengan penuh semangat.

***

                Jarum jam pun  terus saja berputar. Tiba-tiba saja, aku sudah wawancara dengan Mbak Ummi untuk menjadi pengurus HASKA. Aku belum terlalu kenal dengan orang-orang HASKA kala itu. Pada agenda MAHASKA pun aku tak mendaftar panitia, karena berbarengan dengan sidang Umum Himafi yang aku menjadi panitia di sana. Profesional, hehe. Yang kutahu saat mahaska adalah ketika malam hari Rima –teman sekelompok OSPEKku, si koakh PU- mengirim SMS. “Subhanallah, pemandu kita, Mas fery jadi mas’ul.” Hehe... ini mah nggak ada korelasinya dengan mbak Nisyah ya. Oke, lanjut.

                Si waktu terus berjalan, sampai pada akhirnya tiba-tiba saja aku jadi staff LJ –Laboratorium Jurnalistik- yang dipimpin oleh Mas Adit. Hem.. karena ndobel di Hima, aku jadi seorang akhwat nakal yang seringkali bolos agenda. Maafkan aku mas Adit, Mbak Linda, Mbak Dwi T_T. Di tahun ini, kembali aku menjumpai mbak Anisyah. Kala itu, beliau bersama Akh Abud diamanahi sebagai Ibu Bapak BINKAD (Pembinaan dan Kaderisasi). Walau bukan berada dalam satu bidang dengannya, aku bisa merasakan bahwa mbak Anisyah adalah orang yang baiiik sekali.

                Mungkin, aku tak terlalu mengenalnya. Aku juga bukanlah orang yang sangat dekat dengannya. Tidak. Sahabatku, Ika –koakh Binkad yang kini jadi mas’ulah- , Iput –sekjen BEM yang sekarang-, Aseri, Titik, atau teman-teman yang lainnya mungkin lebih dekat dan mengenalnya. Hanya saja, aku merasa beliau dekat dengan siapapun, terlepas apa itu bidangnya. Dan aku yakin, semua orang sangat menyukainya dan ingin berada di dekatnya. Sempat mendengar dari teman lain bidang, “Aku ngiri deh, sama Binkad. Binkad punya Ibu sebaik mbak Nisyah.”

                Hem. Beberapa hal yang kuingat dari mbak Nisyah, beliau adalah akhwat keren yang keukeuh dalam memperjuangkan sesuatu. Amalan ruhani dan lapangannya sangat bagus. Beliau kala itu sedang menimba ilmu di sebuah pondok pesantern bernama Daarush Shalihat.

Beberapa hal yang kuingat kala itu sedang musim penerimaan mahasiswa baru. Aku jadi sie acara di SIM B kala itu. Mbak Anisyah mengenalku sebagai akhwat kecil yang suka menggambar dan identik dengan warna-warni. Aku mengonsep stand SIM B bersama teman-teman perkam. Ya.. kau taulah seperti apa desainku. Warna-warni, pelangi, ceria. Ya, itu saja. Usai pembuat segala pernak-pernik, sehari semalam, kuletakkan semuanya di HASKA. Saat itu, ada yang nyeletuk, “Kok kayak anak kecil ya…”, “Ih, desainnya kayak anak TK.”, dan lain sebagainya. Waktu mendengar itu, aku yang tengah memegang gunting tiba-tiba urung melanjutkan pekerjaanku. Aku kuat, aku kuat, begitu kataku dalam hati. Toh, air mata yang kutahan-tahan akhirnya menetes juga. Haissh.. aku malu dan langsung lari.

Saat sepi, aku kembali ke HASKA dan melihat hasil ‘proyek’-ku itu. Iya sih, kayak anak kecil. Aku manyun. Tiba-tiba datang mbak Anisyah,

“Gimana, Geng? Udah jadi?”

“Beginilah mbak, banyak yang bilang kayak anak kecil.”

Lalu, Mbak Anisyah menghibur.

“Nggak apa-apa, maba suka dengan sesuatu yang mencolok. Belum pernah lho, HASKA kelihatan serame ini. Wah, pasti banyak pengunjungnya ya, nanti. Ageng.. Ageng… ayo lanjutkan, jangan sedih.”

                Pelajaran satu, mbak Anisyah, sosok yang mengapresiasi karya dan kerja oranglain. Seperti apapun hasilnya. Jikapun memang jelek, pasti beliau akan membahasakannya dengan baik. Terimakasih mbak. Engkau satu-satunya yang mendukung apa yang kulakukan kala itu.

***

Saat agenda-agenda pun, beliau pasti orang yang datang pertama. Saat pembukaan stand SIM-B pertama, kami para anak kecil datang pukul 6, ternyata sudah ada mbak Nisyah yang sedang tilawah.

“Udah mau buka stand? Yuk.” Kata beliau.

Kami melongo dan langsung bergegas, semangat. Ada orangtua yang perhatian pada kami. Dan mbak Anisyah, beliau ikut angkut-angkut barang di depan kantin kejujuran serta mendesain konsepnya.

Pelajaran dua, Mbak Anisyah, pemimpin yang tak hanya ‘urun angan’. Ia juga ‘turun tangan’ (bukan maksud mengambil tagline pak Anis Baswedan lho yaa -_-)

Lagi, saat kampanye nomor urut dua di tahun 2012 –sensor yaa- Kami, yang bersepakat mendukung saudara kami itu akan mengadakan kampanye pencerdasan politik. Janji jam 3 untuk mempersiapkan segalanya, namun ketika kulihat sekre, baru ada Mbak Nisyah.

“Ayo Geng, kita angkut tikernya..”

“Yang lain mana mbak?”

“Sudah, ayo kita kerjakan semampu kita..”

Allah…

Mbak, darimu aku belajar empat kata: Bekerja saja, Berjalan saja. Biar Allah yang menilainya.

***

                Begitulah, ada banyak hal inspiratif yang kutemukan dari sosoknya. Hingga suatu kali saat aku belajar satu hal lagi. Kala itu, Mbak Anisyah tak jadi mengisi forum tutorial yang dipimpinnya.

“Kenapa, Mbak?”

“Geng, semalem mbak belum tahajud, dan tilawahnya belum nyampe 1 juz. Gimana bisa ilmu yang kita sampaikan akan sampai pada mutarobbi –binaan kita- kalau hati kita sendiri jauh dari cahaya?”

Allah…

“Terus, kapan ngisi tutornya dong mbak, kalok kita kesiangan dan nggak tahajud terus?”

“Ya, berarti kita harus bangun. Dan harus menepati targetan kita.” Beliau tersenyum.

***

                Ya, sampai pada akhirnya, kita dipertemukan lagi di HASKA 2013. Kala itu Mahaska, dan beliau terpilih menjadi mas’ulah. Beliau –yang kala itu sedang sakit, dan memang sedang memendam sakit- pingsan. Akhwat heboh. Setelah sadar dari pingsannya pun, beliau berbisik..

“Ayo, akhwat shalihah.. sudah malam…segera pulang…”

***

                Rapat PH-PI HASKA perdana dimulai… terkumpullah mereka –termasuk aku- yang berhasil di lobby mbak Anisyah dengan berbagai cara ini -_-. Ah, memang Allah tak pernah salah membuat rencana. Tagline HASKA tahun ini pun, beliau turut andil dalam pembuatannya: MENEBAR WARNA-WARNI KEBAIKAN…

Hingga, sakit yang engkau pendam itu semakin menjadi..

Aku pernah dengar dari seorang kakak, bahwa engkau pernah berkata yang kira-kira seperti ini: Kau merasa hidupmu tak akan lama, dan kau ingin memaksimalkan tahun terakhirmu untuk sungguh-sungguh bekerja di HASKA. Allah…

                Ada banyak hal yang ingin kutuliskan tentangmu, Mbak. Namun aku tak yakin kertas ini mampu menampung semuanya. Sebagai gantinya, akan kutuliskan cuplikan kata-kata dalam video tentangmu –yang kami putar saat orientasi tutorial kemarin-, persembahan yang tak pernah sampai kepadamu…


Rizki Ageng Mardikawati
Direktur BSO Laboratorim Jurnalistik 2013
***


HASKA JMF 2013 presents:
In Memoriam
Anisyah (1991-2013)
Rasanya, baru kemarin mbak...
Aku melihatmu berlarian dari gerbang itu..
Menuju rumah cinta kita,
Disela-sela kuliahmu...
Rasanya, baru kemarin pula kau menepuk-nepuk pundakku
Saat tiba-tiba, kau mendapatiku sedang meneteskan bulir-bulir bening dimataku.
“Kau kenapa? Tak biasanya.” Begitu katamu.
Aku menggeleng kuat,
“Aku tak apa, mbak.”
Rasanya, baru kemarin juga.
Saat kau mendapatiku dalam keadaan malas tak bertenaga.
“Ayo, jangan malas! Ummat menanti!” Kau memelototiku dengan gaya sok marah. (Padahal kutahu, kau tidak)
Rasanya, baru kemarin juga, kau tiba-tiba menggeret tanganku.
“Ayo makan!”
Aku menggeleng, dan kau memaksa.
“Bagaimana ummat yang kau ajak akan kuat, sementara penyerunya saja tak kuat?”
“Ayo makan!” tambahmu.
MASTATO’TUM! SEMAMPU KAMU!
Itu katamu.
Aku sedang mengusap air mataku lagi, ketika kudengar komentar orang tentang kinerjaku.
“Tak apa, lanjutkan saja. Ini bagus kok.” Kau menghibur.
Saat aku jatuh, orang-orang tak lagi mendukungku.
“Gak papa, Lanjutkan saja…”
Katamu.
Saat aku mulai futur, malas syuro’, dan pingin berjalan sesuai aturan..
“Mbak aku izin syuro. Aku bolos, males…”
Kau menatapku tajam sambil membenarkan letak kacamatamu.
“Sana berangkat! Akhwat harus militan!”
Saat aku mendapatkan amanah, dank au memaksaku menempati posisi itu,
“Mbak, aku gak pantes…”
Kau meyakinkanku.
“Amanah tak akan salah memilih, Nduk. Kau bisa.”
Saat aku rindu padamu, dan aku ingin segera menemuimu dan bercerita padamu.
Ternyata, ada pundak lain yang sedang mengadu padamu.
Aku urung.
Ah, kau milik ummat.
Bukan milikku saja.
Saat kau melihatky akan melaundry baju..
“Akhwat gak boleh laundry!”
Kau sok berkacak pinggang.
***
Kau selalu di hati…
***
Lalu, tiba-tiba saja kau sering sakit..
Tanganmu yang kurus seringkali gemetaran..
tiba-tiba kau lunglai tak bertenaga...
“Mbak, kenapa?”
Kau menggeleng lemah..
“Mbak tak apa-apa...”
Saat aku ingin sholat, dan menemukanmu tergeletak di ujung musholla
Kupegang tanganmu,
Panas sekali...
Sampai tanganku merasakan panasnya menjalar ke tubuhku. Kau masih saja kau tersenyum padaku.
“Mbak nggak papa,,”
Saat kau sering keluar masuk rumah sakit
check-up ini,
Check-up itu..
Dan kau jadi sering tak disisiku..
Ahh.. Penyakit jahat macam apa yang berani-beraninya mengambilmu dari sisiku????
***
Hari itu..
Saat harusnya kita mempersiapkan agenda bersama esok hari, Syukrosa II.
Mbak, kami menunggumu syuro’ bersama PH-PI,
Kau mampir sebentar dengan wajah tak tertahankan.
Seperti menyimpan rasa sakit yang sangat..
“Lanjutkan syuro’nya, mbak izin istirahat dulu ya..”
25 Juni 2013...
Usai syukrosa, salah satu dari kami mendengar kabar..
Kamu masuk sarjito!
Kau butuh dua kantong darah AB..
Kami lemas lunglai.
Lalu berusaha menemuimu
Sejak saat itu, kau masuk rawat inap dan ICU..
Bergantian, kami ingin menyapa wajahmu..
Akhwat berkata, kami ingin selalu berada disampingmu!
Ikhwan tak mau kalah: siaga satu!  kami buat jadwal jaga di depan!
Lama.. Lama sekali
“Kapan kau keluar dari rumah putih itu, Mbak?”
“Lalu, kapan bermain kembali bersama kami?”
Lalu berteriak pada kami,
“Ayo! Nyapu HASKA!”
Saat kami lupa mengenakan masker ke kamar rawatmu, kau tampak marah.
“Pakai maskernya.. Biar kalian nggak ketularan...” bisikmu lemah..
Atau saat kami ingin sekali mencium tanganmu,
“jangan....”
Kau begitu menyayangi kami...
40 hari lebih...
Kami menjalani agenda-agenda besar tanpamu..
Rasa-rasanya, ada yang kurang..
Ingin sekali menggeret tempat tidur di rumah putih itu..
Membawanya ikut mengikuti agenda dahsyat haska...
Sampai suatu saat..
Napasmu sesak tersengal-sengal
Tak bisa oksigen itu masuk dalam parumu, jika kau tak duduk..
Kau ingin berbaring? Jangan! Ia takkan bisa masuk memenuhi hak tubuhmu...
ICU penuh!
Kami kalut!
Kami panik!
Kami hampir putus asa...
Allah... Pertolonganmu..
malam takbiran..
“Jangan ambil dia dulu, ya Allah...”
Do’a masing-masing kami
Kau harus segera dirujuk ke JIH, malam itu..
lalu, berpindah..
Mahal?
Ya.. Namun tangan-tangan baik itu banyak berdatangan dari segala penjuru.
Semua menyayangimu, semua berharap kesembuhanmu..
***
Kami mengunjungimu lagi, dan senang melihat tawamu
Kami bergantian berusaha mencuri perhatianmu.
Agar kau sunggingkan sedikit senyum di bibirmu..
Walau kami tahu, itu sulit.
Itu berat...
Namun kau senyum dalam tiap sakitmu..
22 Agustus 2013
21.28 WIB
Kabar dari seorang ikhwah,
“Minta doanya kawan semua, mbak Anisyah sedang kritis. Bacakan surat Al-Faatihah..
Kencangkau doa..”

23.20 WIB
“Sedang tidak sadar. Minta untuk tilawah.. Sebanyak-banyaknya
23.28 WIB
“Sudah tidak ada. Tinggal kenangan terindah...”
Kami menjerit!
Tidak mungkin!
Yang sms ini pasti bercanda,
Kami, semalaman memang terjaga, entah kenapa,
Rasa-rasanya ada isyarat dari langit yang meminta kami untuk mendekap erat mushaf kami, meluncur doa dari bibir kami..
Kami mencintaimu,
Tapi ternyata Allah lebih mencintaimu..
Malam itu, malam jumat mubarak..
Kau menjemput surgaNya, insya Allah..
Selamat jalan kakak, sahabat, teman, dan Ibu kami..
Semoga engkau mendapat tenpat terindah disisi-Nya..
Menempati surga terindah yang telah disiapkannya..
Insya Allah...
Kami yakin, saat ini kau sedang tersenyum
Cantik, cantik sekali...


“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
(Q.S Ali Imran: 185)
Kami akan melanjutkan perjuanganmu, Mbak!
Menegakkan kalimatNya di bumi ini..
Insya Allah...
Walaupun kau tak lagi disisi,
Lihat..
Aku, dia, mereka, semuanya..
Akan selalu mencintaimu..
Akan selalu ingin menyapamu...
Pesan-pesanmu,
Akan selalu kami ingat....

Yogyakarta, 24 Agustus 2013
Kami, segenap keluarga yang mencintaimu.. 

Komentar