Cinta.
Ah iya, dan setiap kita pasti pernah merasakan cinta. Cinta manusia, cinta pada
lawan jenis dan sebagainya. Iya, karena itu fitrahnya. Dan kurasa,
masing-masing kita punya aneka cerita mengenainya. Dan ia –cinta- selalu saja
menarik untuk dibahas. Dulu atau kini, sekarang atau nanti: ia tetap jadi suatu
kata yang memiliki ribuan magnet pesona buat kita. Untuk membicarakannya.
Malam
ini Allah kembali menunjukkan cintaNya. Lewat cerita seorang adik, aku kembali
berkaca. Tentang permasalahannya dalam mengelola cinta. Iya, karena dia merasa
bahwa hari-harinya mulai dipenuhi dengan rasa suka. Rasa suka yang ia sendiri
tak dapat mendefinisikannya –tercermin saat ia mulai terbata dalam berkata-. Rasa
suka, yang ia merasa bahwa itu adalah suatu kesalahan tak terhindarkan, namun
ia juga tak bisa lepas darinya: ia tertawan. Lalu aku mulai membaca: sorot
matanya tak bohong. Ia ingin lepas, ia ingin bebas. Ia tak ingin rasa suka yang
telah menawannya membuatnya lupa. Iya, lupa segalanya.
Iya.
Dan ruang pemakluman itu kembali terbuka: bahwa kita adalah wanita. Dan kita,
tercipta dengan hati yang dengan mudahnya berbunga-bunga, menangis, tertawa,
maupun terluka. Bahwa kita, sekaliber apapun dan bahkan jikalau kita aktivis
dakwah militan pun pernah merasakan hal ini: jatuh cinta.
Kau
tak salah, dek. Saat kau mulai menjalani proses ini. Saat tiba-tiba dadamu
berdebar luar biasa ketika sapaan hangat seseorang tiba di depan beranda. Kau tak
salah, karena ini memang fitrah kita. Mudah jatuh cinta, mudah terpesona, dan
mudah menjatuhkan pilihan lalu sulit melupakannya. Jangan sedih, jangan pernah
merasa hina jika kau pernah merasakan hal yang terkadang dulu, aku juga pernah
merasakannya: mudah GR, gampang melayang terbang saat mendapat hujan pujian. Apalagi
dari dia, seseorang yang sempat mengganggu hari-hari kita.
Itulah
sebabnya dek, mengapa Allah memerintahkan kita untuk menggunakan hijab yang
sempurna. Karena mereka, dek –lelaki seshalih apapun- pasti akan menambatkan
perhatian dari pandangan. Karenanya, kita diperintahkan untuk pandai menjaga. Iya,
menjaga. Agar tak terjadi fitnah merajalela, agar kita tetap dalam
genggamannya. Dan mereka? Agar mereka juga terjaga. Sama seperti kita.
Itulah
mengapa, dek. Kita diminta untuk membeli gembok emas yang kuat lalu memasangnya
cermat di dalam hati kita. Gembok kuat, yang kita hilangkan kuncinya. Kita serahkan
pada Allah, dan kita percayakan padaNya untuk menyimpan serta mengelolanya. Karena
kita istimewa, dek. Dan kita, tak boleh sembarangan membuka gembok itu kepada
orang lain. Kepada mereka, termasuk pada orang yang kau rasa telah sedikit demi
sedikit membobol benteng pertahanan yang mati-matian kau bangun.
Mereka
–para lelaki- memang dicipta dengan fitrah seperti itu. Ingin melindungi, Ingin
memimpin, ingin mencintai, ingin menjaga, dan me-me yang lainnya. Sementara kita?
Kita tercipta dengan di- yang melekat kuat. Ingin dilindungi, ingin dipimpin,
ingin dicintai, ingin dijaga dan lain sebagainya. Karenanya dek, tugas kita
agak sedikit berat; menahan ingin untuk sementara, memarahi hati yang terkadang
ingin meminta kelonggaran.
Kau
mencintainya? Sungguh kau menyukainya? Cukuplah kisah Ali dan Fatimah menjadi
pengingat kita tentang cinta mulia yang sesungguhnya. Ali mencintai dan
mengagumi Fatimah, Sang putri rasul. Pun fatimah, ia begitu mengagumi sosok Ali
yang dewasa dan bijaksana untuk ukuran yang sangat belia. Mereka sama-sama
suka, dek. Namun, kau tahu apa yang terjadi pada mereka? Mereka sama-sama tak
mengungkapkannya. Hingga suatu hari berita lamaran tiba, Abu Bakar dan Umar
Khattab sahabat yang utama oun tak dipersilakan Nabi untuk meminang putrinya. Untuk
apa? Karena rasul –lewat pesan langit dari Sang Maha Cinta- tahu, bahwa ada
seorang pemuda yang mati-matian menjaga hatinya dan berlapang dada ketika dua
sahabat utama mengajukan pinangannya.
Kau
tahu bagaimana rasanya jadi Ali? Dia melesakkan kagumnya dalam-dalam. Mempersilakan
Abu bakar, lalu Umar untuk pertama meminang Fatimah. Ali merutuk dirinya; Ah,
siapa sih aku? Pemuda dekil yang tak pantas bersanding dengan putri rasul yang
mulia.
Namun
apa boleh dikata, akhir yang direncanakanNya selalu berakhir bahagia –entah di
dunia ataupun akhirat sana-. Akhirnya Ali dan Fatimah bersatu, dengan berbagai
rintangan dan ujian keimanan. Dan tertegunlah Ali saat Fatimah berkata, “Wahai
suamiku, maafkan aku. Sebelum menikah denganmu aku pernah mencintai seorang
pemuda.” Ali menanya dengan terbata, “siapa?” Lalu tersipulah ia ketika ia
dapati jawaban dari bibir kekasihnya, “Lelaki itu adalah kamu.”
Ah,
dek. Aku cemburu pada kisah ini. Kau juga? Iya, bahkan kita tak bisa menjamin
apakah pemuda yang sekarang sedang mencuri perhatian kita adalah suami kita
kelak. Apa jadinya jika bukan? Apakah kita bisa memberikan jawaban yang sama
seperti yang dilontarkan fatimah pada Ali? Jika bukan, apakah kita bisa
menjamin bahwa perasaan suami kita kelak tak akan cedera dan terluka?
Ah
iya. Itulah sebabnya lagi-lagi kita diminta menjaga. Berharap itu boleh, namun
kita tak boleh terlalu memaksa. Karena lagi-lagi kita tak bisa menerka; apakah
benar pemuda yang sedang menyita pikiran kita itulah yang kelak akan mengetuk
pintu rumah orangtua kita dan berbicara empat mata dengan Bapak kita? Kita tak
pernah bisa menebak bahwa lelaki yang membuat hati kita berdebar saat inilah
yang akan meminta kita dengan baik-baik pada orangtua, meminta kita dan
berjanji akan memberikan bahagia dalam bahtera hingga ujung usia? Kita tak
pernah tahu, dek.
Itulah
sebabnya kita diminta menjaga, lalu mendoa. Ya Rabb, jaga hati ini agar tak
berpaling dariMu. Jika dia memang jodoh hamba, simpan dan pertemukan kami
disaat kami telah sama-sama memiliki kesiapan. Dan jika bukan, tolonglah Rabb,
jauhkan dia dari hamba dan berilah hamba isyarat agar segera beranjak
melupakannya.
Ah
iya, dek. Mbak juga pernah kagum dengan seseorang –bahkan mengatakan itu cinta
pertama. Kau tak salah dek, jangan merasa bersalah. Karena inilah yang menjadi
pembeda kita dengan para malaikat yang mulia: kita masih manusia.
Sebagai
penutup catatan ini dek, aku ingin mengajakmu pergi berkelana dalam alam yang
tak terbatas: tentang cintaNya. Percaya saja, bahwa surat cinta telah tegaskan
dengan sempurna. Wanita baik adalah untuk lelaki yang baik. Dan, lelaki yang
baik adalah untuk wanita yang baik. Maka tugas kita sekarang dek, adalah terus
memerbaiki diri dan terus berbenah untuk menuju cintaNya.
Dan
percayalah, di saat kita sedang berpaya-payah menjaga hati kita dan menahannya
agar tak salah jalur lalu rusak sebelum waktunya, nun jauh disana inshaa Allah
juga ada seorang lelaki shalih –yang Allah persiapkan- yang sedang melakukan
hal yang sama: menjaga hatinya.
Dan
kau perlu tahu, bahwa saat kita sibuk memperbaiki diri seperti saat ini, di
sana juga ada seorang lelaki shalih yang berusaha memperbaiki dirinya.
cintaNya
tak pernah salah!
JanjiNya
tak pernah ingkar!
Karenanya,
lapangkan hatimu. Ambil gembok terbaikmu, dan simpan rasa-rasa yang sebelumnya
memenuhi dada. Aku tak melarangmu jatub cinta, karena aku juga gampang dan
sedang mengalaminya. Aku hanya memintamu –untukku juga- agar memiliki
pertahanan dan kelapangan yang luar biasa: bahwa semua, pasti akan indah pada
waktunya. Jaga!
Jika
kau suka, simpanlah rasa itu agar tetap mulia. Nanti, sampai waktu yang telah
dipilihkanNya.
Bertahanlah,
dinda!
Yogyakarta, 16
Mei 2014; 20.55
Bakda bercerita
dengan seorang adik yang bercahaya,
Rizki Ageng
Mardikawati
Cinta itu mulai
bersemi.
Aku tahu itu.
Tapi kau tidak
tahu.
Cinta itu mulai
merangsek ke dalam hati.
Tapi kau
mungkin tak pernah mengerti.
Cinta mulai
memenuhi dada.
Tapi kau
mungkin tak merasa.
Biarkan kusimpan
saja cinta ini tanpa kau tahu apa yang sedang berkecamuk di hati.
Jika memang
cinta ini untukmu maka Tuhan kan membantuku menjaga hati ini buatmu.
Tapi jika cinta
ini tak berujung buatmu maka kuikhlaskan tuk menghilang, tanpa bekas.
Terimakasih telah
memberiku kesempatan merasakan cinta.
Dan,
terimakasih karena telah memberikan luka.
Luka, benci,
maaf, dan cinta
Di tepi sungai
Han, ku pernah punya cerita
( Novel Han River’s Love
Story, Rama Firdaus)
Ihiiirrrr
BalasHapusciee... ciee... ciee....
BalasHapusvirus merah jambu, virus baikkah? virus jahatkah? terhgantung pertahanan hati yang terinfeksi.
BalasHapus