Langit, Biarkan Kali ini Aku Bicara Cinta :)



Cinta. Ah iya, dan setiap kita pasti pernah merasakan cinta. Cinta manusia, cinta pada lawan jenis dan sebagainya. Iya, karena itu fitrahnya. Dan kurasa, masing-masing kita punya aneka cerita mengenainya. Dan ia –cinta- selalu saja menarik untuk dibahas. Dulu atau kini, sekarang atau nanti: ia tetap jadi suatu kata yang memiliki ribuan magnet pesona buat kita. Untuk membicarakannya.

Malam ini Allah kembali menunjukkan cintaNya. Lewat cerita seorang adik, aku kembali berkaca. Tentang permasalahannya dalam mengelola cinta. Iya, karena dia merasa bahwa hari-harinya mulai dipenuhi dengan rasa suka. Rasa suka yang ia sendiri tak dapat mendefinisikannya –tercermin saat ia mulai terbata dalam berkata-. Rasa suka, yang ia merasa bahwa itu adalah suatu kesalahan tak terhindarkan, namun ia juga tak bisa lepas darinya: ia tertawan. Lalu aku mulai membaca: sorot matanya tak bohong. Ia ingin lepas, ia ingin bebas. Ia tak ingin rasa suka yang telah menawannya membuatnya lupa. Iya, lupa segalanya.

Iya. Dan ruang pemakluman itu kembali terbuka: bahwa kita adalah wanita. Dan kita, tercipta dengan hati yang dengan mudahnya berbunga-bunga, menangis, tertawa, maupun terluka. Bahwa kita, sekaliber apapun dan bahkan jikalau kita aktivis dakwah militan pun pernah merasakan hal ini: jatuh cinta.

Kau tak salah, dek. Saat kau mulai menjalani proses ini. Saat tiba-tiba dadamu berdebar luar biasa ketika sapaan hangat seseorang tiba di depan beranda. Kau tak salah, karena ini memang fitrah kita. Mudah jatuh cinta, mudah terpesona, dan mudah menjatuhkan pilihan lalu sulit melupakannya. Jangan sedih, jangan pernah merasa hina jika kau pernah merasakan hal yang terkadang dulu, aku juga pernah merasakannya: mudah GR, gampang melayang terbang saat mendapat hujan pujian. Apalagi dari dia, seseorang yang sempat mengganggu hari-hari kita.


Itulah sebabnya dek, mengapa Allah memerintahkan kita untuk menggunakan hijab yang sempurna. Karena mereka, dek –lelaki seshalih apapun- pasti akan menambatkan perhatian dari pandangan. Karenanya, kita diperintahkan untuk pandai menjaga. Iya, menjaga. Agar tak terjadi fitnah merajalela, agar kita tetap dalam genggamannya. Dan mereka? Agar mereka juga terjaga. Sama seperti kita.
Itulah mengapa, dek. Kita diminta untuk membeli gembok emas yang kuat lalu memasangnya cermat di dalam hati kita. Gembok kuat, yang kita hilangkan kuncinya. Kita serahkan pada Allah, dan kita percayakan padaNya untuk menyimpan serta mengelolanya. Karena kita istimewa, dek. Dan kita, tak boleh sembarangan membuka gembok itu kepada orang lain. Kepada mereka, termasuk pada orang yang kau rasa telah sedikit demi sedikit membobol benteng pertahanan yang mati-matian kau bangun.

Mereka –para lelaki- memang dicipta dengan fitrah seperti itu. Ingin melindungi, Ingin memimpin, ingin mencintai, ingin menjaga, dan me-me yang lainnya. Sementara kita? Kita tercipta dengan di- yang melekat kuat. Ingin dilindungi, ingin dipimpin, ingin dicintai, ingin dijaga dan lain sebagainya. Karenanya dek, tugas kita agak sedikit berat; menahan ingin untuk sementara, memarahi hati yang terkadang ingin meminta kelonggaran.

Kau mencintainya? Sungguh kau menyukainya? Cukuplah kisah Ali dan Fatimah menjadi pengingat kita tentang cinta mulia yang sesungguhnya. Ali mencintai dan mengagumi Fatimah, Sang putri rasul. Pun fatimah, ia begitu mengagumi sosok Ali yang dewasa dan bijaksana untuk ukuran yang sangat belia. Mereka sama-sama suka, dek. Namun, kau tahu apa yang terjadi pada mereka? Mereka sama-sama tak mengungkapkannya. Hingga suatu hari berita lamaran tiba, Abu Bakar dan Umar Khattab sahabat yang utama oun tak dipersilakan Nabi untuk meminang putrinya. Untuk apa? Karena rasul –lewat pesan langit dari Sang Maha Cinta- tahu, bahwa ada seorang pemuda yang mati-matian menjaga hatinya dan berlapang dada ketika dua sahabat utama mengajukan pinangannya.

Kau tahu bagaimana rasanya jadi Ali? Dia melesakkan kagumnya dalam-dalam. Mempersilakan Abu bakar, lalu Umar untuk pertama meminang Fatimah. Ali merutuk dirinya; Ah, siapa sih aku? Pemuda dekil yang tak pantas bersanding dengan putri rasul yang mulia.

Namun apa boleh dikata, akhir yang direncanakanNya selalu berakhir bahagia –entah di dunia ataupun akhirat sana-. Akhirnya Ali dan Fatimah bersatu, dengan berbagai rintangan dan ujian keimanan. Dan tertegunlah Ali saat Fatimah berkata, “Wahai suamiku, maafkan aku. Sebelum menikah denganmu aku pernah mencintai seorang pemuda.” Ali menanya dengan terbata, “siapa?” Lalu tersipulah ia ketika ia dapati jawaban dari bibir kekasihnya, “Lelaki itu adalah kamu.”

Ah, dek. Aku cemburu pada kisah ini. Kau juga? Iya, bahkan kita tak bisa menjamin apakah pemuda yang sekarang sedang mencuri perhatian kita adalah suami kita kelak. Apa jadinya jika bukan? Apakah kita bisa memberikan jawaban yang sama seperti yang dilontarkan fatimah pada Ali? Jika bukan, apakah kita bisa menjamin bahwa perasaan suami kita kelak tak akan cedera dan terluka?

Ah iya. Itulah sebabnya lagi-lagi kita diminta menjaga. Berharap itu boleh, namun kita tak boleh terlalu memaksa. Karena lagi-lagi kita tak bisa menerka; apakah benar pemuda yang sedang menyita pikiran kita itulah yang kelak akan mengetuk pintu rumah orangtua kita dan berbicara empat mata dengan Bapak kita? Kita tak pernah bisa menebak bahwa lelaki yang membuat hati kita berdebar saat inilah yang akan meminta kita dengan baik-baik pada orangtua, meminta kita dan berjanji akan memberikan bahagia dalam bahtera hingga ujung usia? Kita tak pernah tahu, dek.

Itulah sebabnya kita diminta menjaga, lalu mendoa. Ya Rabb, jaga hati ini agar tak berpaling dariMu. Jika dia memang jodoh hamba, simpan dan pertemukan kami disaat kami telah sama-sama memiliki kesiapan. Dan jika bukan, tolonglah Rabb, jauhkan dia dari hamba dan berilah hamba isyarat agar segera beranjak melupakannya.

Ah iya, dek. Mbak juga pernah kagum dengan seseorang –bahkan mengatakan itu cinta pertama. Kau tak salah dek, jangan merasa bersalah. Karena inilah yang menjadi pembeda kita dengan para malaikat yang mulia: kita masih manusia.
Sebagai penutup catatan ini dek, aku ingin mengajakmu pergi berkelana dalam alam yang tak terbatas: tentang cintaNya. Percaya saja, bahwa surat cinta telah tegaskan dengan sempurna. Wanita baik adalah untuk lelaki yang baik. Dan, lelaki yang baik adalah untuk wanita yang baik. Maka tugas kita sekarang dek, adalah terus memerbaiki diri dan terus berbenah untuk menuju cintaNya.

Dan percayalah, di saat kita sedang berpaya-payah menjaga hati kita dan menahannya agar tak salah jalur lalu rusak sebelum waktunya, nun jauh disana inshaa Allah juga ada seorang lelaki shalih –yang Allah persiapkan- yang sedang melakukan hal yang sama: menjaga hatinya.

Dan kau perlu tahu, bahwa saat kita sibuk memperbaiki diri seperti saat ini, di sana juga ada seorang lelaki shalih yang berusaha memperbaiki dirinya.

cintaNya tak pernah salah!
JanjiNya tak pernah ingkar!

Karenanya, lapangkan hatimu. Ambil gembok terbaikmu, dan simpan rasa-rasa yang sebelumnya memenuhi dada. Aku tak melarangmu jatub cinta, karena aku juga gampang dan sedang mengalaminya. Aku hanya memintamu –untukku juga- agar memiliki pertahanan dan kelapangan yang luar biasa: bahwa semua, pasti akan indah pada waktunya. Jaga!

Jika kau suka, simpanlah rasa itu agar tetap mulia. Nanti, sampai waktu yang telah dipilihkanNya.

Bertahanlah, dinda!

Yogyakarta, 16 Mei 2014; 20.55

Bakda bercerita dengan seorang adik yang bercahaya,

Rizki Ageng Mardikawati

Cinta itu mulai bersemi.
Aku tahu itu.
Tapi kau tidak tahu.
Cinta itu mulai merangsek ke dalam hati.
Tapi kau mungkin tak pernah mengerti.
Cinta mulai memenuhi dada.
Tapi kau mungkin tak merasa.
Biarkan kusimpan saja cinta ini tanpa kau tahu apa yang sedang berkecamuk di hati.
Jika memang cinta ini untukmu maka Tuhan kan membantuku menjaga hati ini buatmu.
Tapi jika cinta ini tak berujung buatmu maka kuikhlaskan tuk menghilang, tanpa bekas.
Terimakasih telah memberiku kesempatan merasakan cinta.
Dan, terimakasih karena telah memberikan luka.
Luka, benci, maaf, dan cinta
Di tepi sungai Han, ku pernah punya cerita

( Novel Han River’s Love Story, Rama Firdaus)

Komentar

Posting Komentar

Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-