Bismillahirrahmanirrahiim
:)
Aku
tak mengerti.
Barangkali begitulah cinta. Ia terbang jauh melintasi batas kekaguman, terbenam dalam melampaui samudera ketertarikan, dan kadang, membeku sekaligus bisu melebihi tenangnya batu kebanggan.
Ia, seperti seringkali kubilang, lebih mirip darah: tak kita minta, tak kita rasa, tapi diam-diam menghidupi.
Barangkali begitulah cinta. Ia terbang jauh melintasi batas kekaguman, terbenam dalam melampaui samudera ketertarikan, dan kadang, membeku sekaligus bisu melebihi tenangnya batu kebanggan.
Ia, seperti seringkali kubilang, lebih mirip darah: tak kita minta, tak kita rasa, tapi diam-diam menghidupi.
-Azharologia-
Namanya, Rizki Ageng
Mardikawati. Kau bisa memanggilnya dengan sebutan-sebutan yang banyak digunakan
teman-temannya yang lainnya; Rizki, Ageng, Kiki, Uki, atau... apapun yang kau
suka.
Terlahir dari dua orangtua yang luar
biasa, di sebuah kota kecil di pesisir pantai Jawa Timur sana: Pacitan, Kota
seribu satu Goa. Tumbuh dan besar disana hingga masa Sekolah Menengah Pertama.
Menyukai organisasi sedari tahun pertama di sana. OSIS, Rohis, dan Pramuka
adalah tambatan hatinya.
Move on ke Propinsi lainnya ketika
masa SMA tiba; memilih untuk merajut cita di kota santun; di Propinsi Jawa
Tengah, SMA Negeri 1 Wonogiri. Meski harus menempuh jarak dua jam dari rumah ke
SMA yang notabene beda propinsi dan harus nge-kost –jauh dari orangtua-
semenjak belia, namun masa SMA adalah masa yang paling menakjubkan baginya.
Bagaimana tidak? Benar kata Imam
Syafii: Merantaulah, maka kau akan mendapat pengganti saudara di sana. Bertemu
dengan orang-orang luar biasa dan mencerahkan hatinya. Juga, sebuah mata air
yang menyejukkan baginya: Tarbiyah. Aktif di OSIS, Rohis, PCM, dan Klub Debat
membuatnya memiliki banyak teman dan relasi. Hingga kemanapun ia melangkah,
pasti ada saja yang bisa disapa. Menyukai fisika, namun dokter adalah cita-cita
masa kecilnya.
Berawal dari melihat kenyataan bahwa
baru sedikit dokter akhwat –perempuan- di Indonesia, tekadnya sekeras baja.
Namun apa daya, Allah belum mengizinkannya ke sana. Ia minat dalam bidang
psikologi, namun ketika mengajukan proposal kuliah di jurusan itu, sang ibunda
belum merestuinya. Walaupun pernah diam-diam mendaftar di sebuah perguruan
tinggi negeri di Jakarta, ketika Ibunda tahu, dilarangnya, karena jauh
jaraknya. Terlalu jauh jaraknya, lalu diurungkanlah niatnya.
Ah iya. Hobinya. Membaca adalah
makanannya, menulis adalah panggilan jiwanya, dan menggambar adalah
ekspresinya. Pun, ketika mengajukan proposal untuk kuliah di FTSRD-Seni Rupa
dan Desain, belum di ACC pula oleh sang Bunda: Terlalu jauh dari Ibu, Nak.
Carilah yang dekat-dekat saja. Ia pun menghela napas panjang-panjang: aku
baik-baik saja.
Lalu berangkatlah ia
mengikuti SNMPTN Tulis: ia tuliskan pendidikan dokter dan pendidikan fisika di
sana. Dan ada benarnya hadits yang telah diajarkan Nabi; Ridho Allah tergantung
ridho orangtua. Resmilah ia menjadi Mahasiswa Pendidikan Fisika di Universitas
Negeri Yogyakarta, di tahun 2011.
***
Mencari makna yang terserak, ia
adalah pengamat ulung bagi sekitarnya. Ia bisa jadi adalah seorang yang sangat
peka; namun tak menampakkan pada yang lainnya bahwa ia sangat peka. Ia, kata
orang adalah sosok yang selalu bersemangat dan ceria; jarang sekali menampakkan
wajah bermuram durja dan marah pada sesama. Terkadang, ia akan menjadi seorang
yang sangat lucu dan penghibur hati temannya. Namun terkadang pula, ia bisa
menjadi pendengar setia yang luar biasa. :) *hoho
Ia, sangat sulit mengatakan tidak.
Apalagi untuk hal-hal yang menurutnya baik dan tak ada mudharatnya. Itulah yang
terkadang membuatnya harus menata ulang lagi skala prioritas yang telah ia
susun rapi-rapi sebelumnya. Ia, sulit sekali mengatakan ‘Tidak’. Sungguh. Ia
ingin menjaga perasaan siapapun yang berinteraksi dengannya.
Di tahun pertama, ia aktif di
Himpunan Mahasiswa Fisika. Staff BSO KKIF (Kelompok Karya Ilmiah Fisika). Juga,
rohis fakultas MIPA bernama HASKA, sebagai staff Laboratorium Jurnalistik (LJ).
Belajar banyak hal dari dua organisasi yang benar-benar berbeda. Tahun kedua,
ia diminta memilih; melanjutkan perjuangan cinta di Hima ataukah di Haska? Ia
meradang, ia ragu memilih. Sampai akhirnya ia memutuskan: HASKA! Diamanahi
menjadi Direktur Laboratorium Jurnalistik, dan belajar menjadi kakak yang baik
bagi adik-adiknya, meski tak bisa sempurna. Di tahun yang sama, keputusan nekat
diambilnya: menerima amanah sebagai Kepala Departemen Media dan Jaringan di
sebuah organisasi akademik eksternal kampus: CES Jogja. Disela-sela
kesibukannya, ia juga mencoba memperkuat hobinya di media: bersama komunitas
FLP (Forum Lingkar Pena) Yogyakarta dan Gapura (Gabungan Penulis UNY Raya)
Tahun ketiga tiba-tiba datang.
Pilihan-pilihan itu kembali datang padanya: melanjutkan di CES Jogja, HASKA,
ataukah di BEM FMIPA? Namun ternyata, takdir menghembuskan hal yang berbeda:
Koakh Media UKKI Jama’ah Al-Mujahidin. Ia percaya, bahwa amanah tak akan pernah
salah memilih. Maka baginya, hadirnya ia ditempat baru itu adalah suatu
anugerah sekaligus tantangan: akankah ia bisa bertumbuh dan menumbuhkan
tunas-tunas kebaikan di sana?
***
Ia benar-benar sedang
belajar. Tahun lalu, ia menjalani profesi sebagai direktur media seorang diri.
Dan kini, ia dihadapkan pada kenyataan yang baru: di amanah baru ini, ia
memiliki seorang partner. Maka, kepada partnernya, ia sangat-sangat berharap
agar rajin memberikan masukan, kritikan, dan saran padanya. Ia murni masih
belajar, terutama dalam hal berpartner. Kepada partnernya, ia berharap agar
partnernya bisa bersabar atas ulah-ulahnya yang kadang konyol; terlalu
mendominasi –karena ia memang vokal dan suka bicara- , terbiasa menjalan segala
sesuatunya sendirian, dan terkadang suka memendam kesedihan seorang diri. Maka,
sering-seringlah mengingatkannya! :)
Ia benar-benar sedang
belajar. Kepada staff-staff, ia lebih suka memanggil mereka dengan sebutan
adik. Layaknya manusia yang tak sempurna, seorang kakak bisa saja salah.
Karenanya, ia sangat berharap pada adik-adiknya untuk tak sungkan menegurnya
bila ia mulai salah jalan.
Ia, manusia biasa. Ia hanya
ingin menebarkan cinta dan berusaha untuk menjadi manusia yang paling
bermanfaat bagi yang lainnya. Ia sedang merenda kata, ia sedang mengeja makna.
Hidup
mulia, atau syahid dan menuju surga.
Allah
tujuannya, Rasulullah teladannya, Al-Qur-an petunjuk jalannya, mati di jalan
Allah adalah cita-cita tertingginya.
Terkadang
ia pelupa, maka ingatkanlah dia.
Terkadang
ia cuek, maka tegurlah dia.
dia,
hanya manusia biasa.
Kondisi
yang benar-benar disyukurinya sejak dulu, kini, dan selamanya.
Selamat
datang dalam dekapan ukhuwah :)
Salam Cinta, Salam Kerja, dan Salam Harmoni
Rizki Ageng Mardikawati
Bantu
aku, ya! :)
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-