Kalaulah teman-teman turun tangan yang tergabung
untuk mendukung Sang Tokoh Inspiratif, Pak Anies Baswedan menamakan komunitas
kebaikannya dengan sebutan relawan Rp.0; relawan yang benar-benar rela dan
bergerak karena inisiatif sendiri dan tanpa bayaran sama sekali, Saya berani
menyebut teman-teman yang berada dalam lingkaran kebaikan yang baru-baru saya
kenal di SMA ini sebagai relawan Rp. - ; atau relawan yang benar-benar rela
(insyaAllah), tanpa bayaran, dan bahkan harus mengeluarkan uang atau kocek dari
kantongnya sendiri untuk keberlangsungan kebaikan. Ya, mereka adalah Aktivis Dakwah Sekolah,
Aktivis Dakwah Kampus, dan Aktivis Dakwah Masyarakat.
Kalaulah teman-teman yang berada di
komunitas-komunitas penggerak pada umumnya juga mengorbankan waktu dan sebagian
hartanya untuk keberlangsungan kegiatannya, komunitas kebaikan ini juga
menambahkan pada dua frase kata: harta dan jiwanya. Seperti termaktub dalam surat
cintaNya yang mulia, At-Taubah:40
“Berangkatlah kamu baik dengan
rasa ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Kalaulah teman-teman yang lain
bergerak untuk memperjuangkan suatu capaian –misalnya untuk menjadi A atau B,
mencapai C atau D, meraih E atau F-, para pendahulu komunitas lingkar kebaikan
ini mengajarkan kami untuk tidak berhenti pada capaian-capaian tertentu saja.
Capaian yang harus diraih, kemenangan yang harus ditoreh haruslah besar: Islam
benar-benar menjadi agama rahmatan lil alamin yang bisa dirasakan dalam tiap
hembusan napas dan tiap kedipan mata.
“Antum
(anda.red) mau apa di lembaga A ini?”
“Saya
ingin memajukan lembaga A ini.”
“Tidak
akhi (sebutan untuk saudara muslim laki-laki.red). Rugi besar kalau pengorbanan
berdarah-darahmu hanya ditujukan untuk memajukan lembaga ini. Tujukan untuk
Allah, akhi... untuk Dia yang memberi hidup sebagai sebaik-baik pengabdian kita
sebagai khalifah di muka bumi.”
Kalaulah komunitas-komunitas
kebaikan yang lain memiliki satu visi tertentu dan harus mewujudkannya lewat
cara-cara yang telah ditentukan; misalnya kedaulatan negara saja, kebaikan
pribadi saja, maka tanpa bermaksud untuk mengunggulkan komunitas lingkar
kebaikan ini diatas yang lainnya; sejauh yang saya amati dan pelajari,
komunitas lingkar kebaikan ini mengajarkan kebaikan yang syummul
(menyeluruh.red) yang dimulai dari perbaikan diri sendiri, perbaikan
lingkungan, perbaikan rumah tangga, perbaikan masyarakat, perbaikan sistem,
hingga perbaikan negara. Dan semuanya, tak berjalan sendiri-sendiri dan harus
tuntas satu persatu; namun, semuanya berjalan seiringan. Membaikkan diri
sendiri sembari membaikkan yang lainnya.
Jika ada satu tokoh dari komunitas
kebaikan lainnya santer dibicarakan via media, beberapa diantaranya karena
memiliki rizki yang berlimpah hingga spanduk dan posternya tersebar
dimana-mana, tokoh-tokoh dalam lingkar kebaikan ini sangat jarang diekspose.
Maka tak heran, ketika berjumpa dengan teman-teman di komunitas yang tokohnya
santer dibicarakan di media; tentang kebaikan dan ke-luar biasaannya,
orang-orang yang menyatakan diri dalam lingkar kebaikan ini hanya tersenyum
saja tanpa mengatakan apa-apa. Namun, dalam hati mereka berbisik: para muasis
(pendahulu.red) dakwah kami sudah terlebih dahulu mengajarkannya. Tentang makna
‘blusukan’, ‘menyapa masyarakat’, hingga pengabdian.
Jika bicara soal kepentingan, maka
saya jamin setiap lingkar-lingkar kebaikan pastilah memiliki kepentingan.
Kalaulah saya memang tak tahu kepentingan-kepentingan dari komunitas kebaikan
yang lainnya, -tapi saya berprasangka baik bahwa kepentingannya juga merupakan
perbaikan-, maka Insya Allah saya berani menjamin bahwa kepentingan yang dibawa
oleh lingkar kebaikan ini adalah kepentingan kebaikan dan untuk perbaikan
bersama; bukan nafsu pribadi atau kepentingan golongan semata. Terlalu sempit
jika memandangnya seperti itu.
Jika ditanya, “Golongan Islam apa kamu?” oleh
teman-teman dari komunitas kebaikan lainnya, komunitas lingkar kebaikan ini
tersenyum dan merunduk, “Kami adalah muslim. Dan persaksikanlah, bahwa kami
adalah orang muslim.” Iya, Islam saja. Tanpa embel-embel golongan ini ataupun
itu.
Jika ditanya tentang berapa harta
yang terkeluarkan, berapa liter keringat yang bercucuran, berapa jam waktu yang
dihabiskan, berapa banyak kesabaran menghadapi cobaan dan ujian, maka komunitas
lingkar kebaikan ini menjawab dengan penuh senyuman. “Kami bahagia sekali
dipertemukan dengan jalan ini, maka biarkanlah kami berkontribusi meski kecil sekali;
sebagai wujud kesyukuran kami pada Rabb Semesta Alam.”
Sejauh ini, yang saya tahu:
komunitas lingkar kebaikan ini tak meminta ketenaran, tak meminta penghargaan
dan kemewahan. Karena dengan berbagi dan memberi, itu sudah lebih dari cukup
untuk memperoleh kebahagiaan.
“Khairunnas
‘anfauhum linnaas.” Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk
manusia yang lainnya.
Memang seperti itulah dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan
cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu..
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang
dakwah. Tentang umat yang kau cintai..
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot
saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang
menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. . Tubuh yang
hancur lebur dipaksa berlari..
(Alm KH. Rahmat Abdullah)
Semoga
niatan baik dan kerja-kerja kebaikan dari komunitas lingkar kebaikan ini
senantiasa terjaga. Hanya karenaNya, denganNya, dan bersamaNya, untuk
mencapaiNya. Aamiin
Yogyakarta,
17 Maret 2014; 6.15 a.m
Disela-sela
tugas yang sedang kukebut: Ada yang ingin kusampaikan padamu, Teman. Semoga
secarik tulisan acak ini bisa memberikan sedikit letupan semangat: Harapan itu
masih ada.
Rizki
Ageng Mardikawati
DMKS
(Divisi Mahasiswa Keadilan Sejahtera)
(Divisi Mahasiswa Keadilan Sejahtera)
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-