Bismillaah...
sore ini aku sangat ingin menuliskan sesuatu. Ya.. tentangku dan mereka yang
menguatkanku. Hmm... yang menguatkan? Sahabatkah? Teman seperjuangankah? Ah,
tidak... kali ini aku tak ingin membicarakan orang personal. Hadirnya memang
menguatkan. Sangat menguatkan bahkan. Tapi, bukankah itu motivasi dari luar?
Ya... kali ini aku ingin menuliskan motivasi dari dalam J Kalau
boleh, aku ingin mengutip sebuah quote yang juga kukutip dari bukunya Pak Salim
A Fillah, yang kemarin kujadikan muqadimah di dua presentasi: syukrosa III dan
juga mahaska ^_^
Aku tidak
tertarik siapa dirimu,
Atau bagaimana
kau tiba di sini.
Aku ingin tahu
apakah kau mau berdiri di tengah api
Bersamaku dan
tak mundur teratur.
Aku tidak
tertarik di mana atau dengan siapa kau belajar.
Aku ingin tahu
apakah yang menjagamu dari dalam,
Saat segala hal
berjatuhan.
Aku ingin tahu
apakah kau bisa
sendirian
bersama dirimu
Dan apakah kau
benar-benar
menyukai temanmu
Di saat-saat
hampa
-Jean Houston, A
Passion for The Possible
Ada kalimat yang
menarik di sini, yang berkorelasi dengan apa yang ingin kubicarakan. Ya.. “Aku
ingin tahu apakah yang menjagamu dari dalam.” Ya! Tepat.. motivasi internal, sesuatu
yang membuat kita kuat, tegar, dan tetap hebat walaupun motivasi dari pihak
eksternal berada di fase nol persen sekalipun. Apa itu? Ya... ruhiyah! Tepat!
Amalan-amalan yang akan menguatkan. Amalan harian, yang akan menjadi suatu
kebiasaan. Hingga dalam keadaan tak sadar pun, kita enteng melakukannya. Tentu
saja, dengan niatan ikhlas yang senantiasa terjaga. :) Ah, semoga.
Kemarin lusa, saat
baru saja pulang dari syuro’ di kampus, dan tentu saja sholat maghrib di masjid
favorit ummat UNY: Masmuja, aku mampir kopma untuk membeli air minum.
Bertemulah aku dengan seorang adik kelas super yang cantik. Namanya Meta. Waktu
itu, Meta habis beli rotitawar dan hendak mencari makan malam. Aku, yang
kebetulan saat itu juga lapar dan ingin cari makan seperti menemukan jodoh.
Jadilah kami bersama pergi ke taman kuliner untuk mencari sesuap nasi :D
Lalu,
pembicaraan-pembicaraan hidayah itu mulai mengalir. Awalnya, kita membicarakan
problem politik kampus akhir-akhir ini: Kok, kita jadi sering kalah dalam
event-event pemenangan ya? Bahkan, kampus sebesar kampus sebelah pun mengalami
hal yang sama. Tentu, jika bicara masalah kejamaahan kita sudah ikhtiar
maksimal. Ehm, pointnya ada disini. Kita, -aktivis mahasiswa- seharusnya tak
perlu muluk-muluk bicara soal kemenangan. Selain kemenangan dalam medan jihad
di lapangan, ternyata ada satu medan yang amat penting yang harus kita
menangkan lebih dari apapun: Medan ruhiyah. Dan, medan itu terletak dalam diri
kita. Dalam jiwa kita masing-masing...
Teringat pada
penaklukan konstantinopel, sang Panglima Al Fatih mengumpulkan pasukannya.
Lalu, ditanyai mereka satu-satu...
Siapa yang sejak baligh pernah meninggalkan sholat tahajud, silakan
duduk...
Siapa yang sejak baligh, pernah meninggalkan sholat berjamaah di
masjid, silakan duduk..
Dan seterusnya. Lalu, tinggallah seorang yang masih berdiri di tengah
lautan manusia yang ingin berjihad fisabilillah itu. Ah iya.. dia adalah si
panglima sendiri... Muhammad Al-Fatih...
Ah iya... ada yang
perlu diperbaiki sebelum memperbaiki yang lainnya. Atau, sembari memperbaiki
yang lainnya, perbaiki diri sendiri juga. Terkadang, kita sebagai seorang
aktivis muslim yang dituntut militan, selalu memperhatikan ummat... mengunjungi
banyak hati dan mencoba menguatkan dan mengobati hati-hati itu. Membantu
menegarkannya. Sementara, tanpa kita sadari, ada sebuah hati yang sedang
meradang luka. Hati itu adalah hati kita sendiri...
***
Ya... Sudah berapa lama di
kampus, Ki? Anda sudah semester 5, begitu kata dosen Teknologi Pembelajaran
Fisika suatu hari. Ya, dan sejak saat itu aku jadi bertanya-tanya pada diriku
sendiri. Kembali ke ‘sesuatu yang menguatkan dari dalam’ tadi, aku jadi
membanding-bandingkan diriku dengan seorang gadis cilik bernama Rizki beberapa
tahun silam. Si kecil Rizki masa SMA. Benar-benar anak kecil polos yang sedang
meniti perbaikan. Ah iya.. aku akan sedikit bercerita tentang si Rizki ini...
Ya. Namanya Rizki. Di SMA lah,
ia menemukan lingkaran hangat bernama TARBIYAH. Awalnya, ia tak tahu nama
lingkaran hangat itu. Yang ia tahu, ia ikut Rohis –Kerohanian Islam- yang
berarti ia masuk dalam komunitas kebaikan. Ya, setiap pekan ikut suatu
lingkaran bernama liqo’, bersama teman-teman muslimahnya –akhwat- yang
merupakan teman-teman terdekatnya di sekolah, meskipun tak sekelas. Hati mereka
begitu terikat. Bahkan, Founder lingkaran itu –Hasan Al Banna- yang pertamakali
ia lihat terpapang di wallpaper handphone temannya baru ia ketahui namanya
setelah ia masuk kampus.
Rizki kecil, sangat bersemangat
untuk memmperbaiki diri. Ah iya... kos tempat ia tinggal memang di tahun
terakhir banyak dihuni oleh anak-anak Rohis. Bi’ah shalihah. Lingkungan
shalihah itu membuatnya rajin qiyamul lail, tilawah meskipun baru setengah juz
perhari, hafalan satu ayat per hari, namun istiqomah... terkait puasanya, ia
tak putus Senin-Kamis. Ah, aku merindukannya...
***
Lalu kini, tanpa terasa sudah
2,5 tahun... banyak perubahan-perubahan yang terjadi. Namun yang kupilukan,
adakah dari amalan-amalan itu yang mengalami peningkatan? Allah... betapa kita
adalah orang yang merugi, sebab hari ini tidak lebih baik dari hari kemarin...
Tentang tilawah... One day one
juz memang sudah tertancap di awal. Dan, terjalani dengan lancar. Namun, syetan
dengan seenaknya merasuk, membuat satu dua hari bolong dengan hanya membaca selembar
dua lembar.. Astagfirullah... atas dalih kecapekan, lalu kita membiarkan diri
kita ini tertidur sebelum menuntaskan targetan. Lalu, atas nama tugas dan
amanah yang banyak, lalu tilawah kita jadi lalai...
Tentang shaum senin-kamis, itu
sudah menjadi suatu rutinitas yang menancap kebiasaan. Namun, terkadang atas
nama (lagi-lagi kecapekan) dan takut stamina tak bisa maksimal, kita dengan
seenaknya menggampangkannya. “Ah, biarlah kali ini puasanya bolong dulu... kan cuma
sunnah..” Astaghfirullah... atau,
atas nama kesiangan lalu kita tak sahur, lagi-lagi kita meninggalkannya...
Tentang dhuha... terkadang kita
terburu-buru dalam melaksanakannya. Tentang qiyamul lail, kadang kita
melalaikannya dan menangisi diri kala tak sanggup bangun di waktunya. Saat lembur
pun, kadang qiyamul lail dalam keadaan males-malesan. Ahh.. mana diri yang
dulu???
***
Sebelum semua terlambat, sebelum
catatan berhenti ditulis: Kita semua ingin berubah menjadi pribadi yang lebih
baik, kan? Bukannya menajdi sosok yang sibuk menampilkan ‘ini aku’, tapi jadi
sosok apa adanya yang sedang sibuk memperbaiki diri...
Teringat aku akan cerita tentang
almarhumah ustadzah Yoyoh Yusroh, dengan seabrek aktivitas dakwah di lapangan
yang luar biasa, 3 juz tak pernah ia tinggalkan.. kebersamaan dengan
anak-anakpun tak pernah terlewatkan. Kebaikan dengan tetangga pun tak pernah ia
abaikan.. jadilah, beliau meninggal dalam keadaan wangi penuh senyuman...
semoga Allah mengekalkannya dalam jannahNya yang mulia. Terimakasih sudah
menginspirasi kami, ustadzah...
Atau, yang dekat denganku saja.
Baru-baru ini, kakak-ku yang tercinta, akhwat cantik nan energik bernama Mbak
Anisyah dipanggil Allah di hari jumat barakah... amalannya? Jangan tanya..
ditengah kesibukannya yang luar biasa, kakak-ku yang satu ini masih saja sibuk
memperbaiki diri. Loyo? Malas? Tak nampak sama sekali dalam diri kakakku ini,
padahal ada empat penyakit ganas yang sedang mengintai hidupnya. Sampai
akhirnya.. ia menjemput syahidah, insyaAllah...
Ya.. contoh-contoh di atas
adalah figur akhwat masa kini yang teguh dan kuat dalam dua aspek, bukan satu
aspek saja. Amalan ruhiyahnya berbanding lurus dengan amalan lapangannya.
Sedang yang sering kita temui saat ini, ada yang sibuk memperbaiki ruhiyahnya,
namun amalan lapangan enggan mengemban: malas datang syuro’, tak peduli dengan
hati yang lainnya. Atau, ada yang sibuk terus berkecimpung dalam amalan
lapangan, syuro ini itu, banyak memberikan fatwa dan nasihat ini itu, tapi diri
sendiri terlupakan... jarang kajian, ruhiyah terlupakan, tilawah berantakan..
astaghfirullah..
Sungguh, semuanya itu berbanding
lurus. Amalan ruhiyah dan amalan lapangan. Jika kita sungguh-sungguh, jika kita
ikhlas, insyaAllah kemenangan itu nyata adanya. Bukankah rahasia kejayaan Islam
di masa lalu juga terletak pada hal-hal ini?
Karena itu, marilah kita saling
memperbaiki diri, saling bercermin, saling mengkoreksi diri... bahwa
sesungguhnya, segalanya perlu ilmu dan kesiapan.. ruhiyahlah yang membantu
kerja-kerja lapangan. Dan kerja-kerja lapanganlah yang akan menambah manisnya
ibadah ruhiyah.. semoga kita bisa jadi kader integral yang baik secara vertikal
dan horizontal. Aamiin... :)
Maka saat ini, kutantang kau
–wahai diri- untuk berpacu memperbaiki diri. Yang kemarin one day one juz dan
ada yang terlupa, bagaimana jika sekarang one day two juz.. berani? :) yah,
meskipun hari ini aku belum dapat satu juz pun...
Maka wahai diri, yang katanya
ingin memperbaiki diri, yang kemarin cukup puas dengan shaum sunnah senin
kamisnya yang bolong-bolong, sekarang kutantang kau untuk shaum daud.. sehari
puasa dan sehari tidak... bagaimana, berani? Ya... mulai besok.. bagaimana?
Dan sekali lagi wahai diri, yang
katanya aktivis dakwah, bukankah seharusnya amalanmu lebih dari mereka yang kau
sebut –bukan aktivis dakwah-? Jangan sesumbar.. perhatikan dhuhamu... yang
kemarin insya Allah kau bisa istiqomah dan cukup puas dengan empat rekaat
dhuhamu... jika sekarang kutambah menjadi delapan rekaat –ingat, total untuk
membangun istana di surga butuh 12 rekaat istiqomah-.. bagaimana, kau terima
tantanganku??
Dan, wahai diri... yang katanya
ingin meng-upgrade dirinya... hafalanmu.. yang kemaren terputus-putus dengan
gaya one day one ayatmu... sekarang, one day three ayat... bagaimana???
Juga, pada qiyamul
lail yang sering terlupa... istiqomahlah.. istiqomahlah.. seriuslah...
One day one notemu... untuk diri
yang katanya ingin jadi penulis inspiratif.. asahlah kepekaanmu..
Dan juga amalan
yang lainnya, tingkatkan... tingkatkan,,,
Katanya mau
menang???
Yaa Muqalubal
quluub.. tsabit qalbi ‘ala dinniek, wa ‘ala thoatik..
Wahai dzat yang
membolak-balikkan hati, tetapkan hati ini pada agamaMu, dan ketaatan padaMu..
Allah, engkaulah saksinya..
Istiqomahkan aku...
Rumah Cahaya, 27 Desember 2013
Saat Isya menjelang –aku tak boleh ketinggalan jamaah!-
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-