oleh: Rizki Ageng Mardikawati*
Dia
tidak berubah!
Seperti
rasa ini. Tak akan pernah berubah...
***
Hari ini adalah hari pertamaku masuk
SMA. Aku sedikit gugup. Sekolah sebesar ini, bagaimana aku harus memulai?
Kuusap peluhku yang berjatuhan dengan ujung jilbabku. Jilbab yang baru saja
kukenakan semenjak aku resmi dinyatakan sebagai siswi di SMA ini.
“Dik,
Assalamu’alaykum. Ada yang bisa
dibantu?”
Tiba-tiba
seorang lelaki beseragam SMA menyapaku. Tinggi dan berkacamata. Sepertinya
kakak kelas. Pipiku tiba-tiba bersemu merah.
“Eh,
Dik? Ada yang bisa dibantu?”
Aku
tergagap dan segera menjawab,
“Eng.. iya kak. Wa’alyukumussalam. Saya Aisyah, Siswa kelas X. Kelas X 6 sebelah mana ya kak? Sekolahnya gede banget.”
“Oh,
kelas X 6? Mari ikut saya.”
Lelaki
itu sambil tersenyum manis, segera berjalan mendahului langkahku. Aku mengekor
di belakang, tak berani berjalan sejajar dengannya. Sampai di lantai 2, tempat
kelasku, lelaki itu berhenti, tersenyum dan berlalu begitu saja.
“Ini
kelasnya dik.”
Eng..
kakak yang tadi namanya siapa ya?
***
Tak terasa, sebulan telah berlalu.
Namun, ingatan tentang pertama kali masuk
sekolah sangatlah berkesan. Lelaki itu, siapa namanya? Aku bahkan belum
sempat mengucapkan terima kasih.
“Aisyah,
bisa bantu Ibu untuk mengambil diktat praktikum Biologi yang ketinggalan di
laboratorium?”
Bu
Asna memanggil namaku.
“Oh
iya, Bu. Sebentar saya ambilkan.”
Aku
berlari menuju laboratorium yang letaknya di seberang jalan. Kucari-cari ruang
praktikum biologi. Sesampainya disana, tumpukan buku menanti dengan senyuman.
Aku mencari-cari, membaca judulnya satu persatu. Tak ada. Dimanakah aku harus
mencari lagi? Aku cari di setiap sudut, namun tak juga menemukannya. Satu jam
berlalu. Aku lemas dan terduduk.
“Cari
ini ya, Dik?”
Tiba-tiba
sebuah tangan menyodorkan sebuah buku warna hijau yang kucari.Aku terlonjak
bahagia.
“Iya!
Itu kak.”
Segera
aku meraihnya. Aku mendongakkan kepala. Kakak itu! Lelaki itu! Lelaki yang dulu
menyapaku dan mengantarkanku ke kelas pertama kali.
“Te..
terimakasih, kak.”
Namun
ia sudah berlalu. Bahkan aku belum mengucapkan terimakasih padanya untuk hari
itu dan hari ini.
***
“Selamat
datang di acara Pengajian Rutin SMA Duta Insan. Kali ini akan dibersamai oleh
moderator dahsyat kita. Beliau adalah ketua Rohis SMA Duta Insan, sekaligus
siswa berprestasi yang kemarin menyabet medali emas dalam olimpiade fisika.
Kita panggilkan... Muhammad Ihsan...”
Seseorang bertubuh tinggi, berkulit
putih bersih, berkacamata, masuk sembari menunduk dan tersenyum.
“Sstt.. ganteng banget, Syah!”
Vika,
teman sebangkuku menyikut badanku. Tiba-tiba teman-teman perempuan di samping
kiri kananku histeris dan mengatakan apa
yang dikatakan Vika. Aku nggak peduli. Belakangan ini aku aktif ikut kegiatan
Rohis dan aktif di forum mentoring. Kata Mbak Giva, mentorku, kita harus
pandai-pandai jaga pandangan dengan lawan jenis. Jadinya nggak gampang jatuh cinta, ngefans
atau lain sebagainya. Lagian, pacaran
dalam Islam kan nggak ada.
“Assalamu’alaykum. Saya, Muhammad Ihsan
akan membersamai teman-teman satu jam ke depan. Oke, kita mulai...”
Suara
itu!
Suara
itu!
Begitu
bening dan menenangkan.
Kuberanikan
mendongakkan kepala ke depan. Kearah tempat moderator dan pembicara duduk. DEG! Tiba-tiba dada ini bergemuruh
kencang. Kakak itu! Lelaki itu. Aku lemas. Namun tiba-tiba berbunga-bunga. Oh,
namanya kak Ihsan ya... gumamku lirih.
“Apa,
Syah?” Vika nyengir.
Aku
buru-buru menutup pipi merahku dengan buku catatan.
***
Sejak
saat itu, aku jadi sering bertemu dengan kak Ihsan. Di kantin, di perpustakaan,
di lapangan, di mana-mana. Tiba-tiba semua terjadi begitu saja. Aku rasa, ada
bunga-bunga yang bertebaran dalam hatiku. Rasa ingin menyapanya, rasa ingin mencuri-curi
pandang ke jernih wajahnya. Namun aku tahu ini semua salah. Jatuh Cinta? Aku
menangis. Aku menceritakannya pada kakak mentorku.
Cinta masa muda? Itu
wajar, dek... itu normal. Bagaimana kamu meredam saja. Ingat kisah Ali dan
Fatimah putri Rasul? Tiada yang tahu bahwa mereka berdua saling mencintai, dan
barulah mereka tahu setelah terbingkai dalam pernikahan. Cinta mereka bersih,
dan terbingkai indah. Cintai ia dalam diam, dan kalau memang jodoh, Allah akan
mempertemukan.
***
Aku
melongok ke peta kampus. Sebelah mana
ya? Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal.
“Assalamu’alaykum, Aisyah? Kuliah di sini
juga? Ada yang bisa dibantu?”
Tiba-tiba
ada suara familiar. Aku menoleh. Kak Ihsan!
“Kak
Ihsan? Gedung 045 dimana ya kak?”
“Lurus,
ada perpustakaan. Nah, belok kanan. Gedungnya ada di situ. Eh,maaf ya, saya duluan. Assalamu’alaykum.” Katanya sembari
menangkupkan kedua telapak tangan tanda salam. Lalu pergi.
“Te..
terimakasih kak.”
Namun
ia sudah berlalu. Aku bahkan belum sempat mengucapkan terimakasih.
Ia
masih sama. Dan aku pun masih sama: Biarlah Allah yang tahu perasaanku.
-end-
Tentang
Penulis:
Rizki
Ageng Mardikawati. Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Yogyakarta. Hobi menulis sejak Sekolah Dasar. Saat ini,
Penulis aktif di HASKA JMF FMIPA UNY bagian Jurnalistik. Pembaca bisa
menghubunginya melalu facebook “Rizki Ageng Mardikawati” atau lewat email: edogawa_rizki@yahoo.co.iddan
rizkiagengmardikawati@gmail.com. Untuk membaca tulisannya, pembaca bisa mengunjungi www.edogawakeepsmile.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-