Gadis
itu. Lihatlah sebentar ke arah gadis itu. Gadis itu mulai beranjak dewasa
rupanya. Mulai mengenakan jilbab. Bahkan tak sekedar kerudung biasa. Kini gadis
itu mulai mengenakan jilbab lebar, yang ia mantapkan kemarin. Mulai
mengenakannya sebagai pakaian taqwa dan memantapkan hatinya untuk terus
istiqomah memakainya.
Gadis
itu, ia terlihat ceria. Ia selalu membawa sekantong kebahagiaan yang
dimilikinya. Dalam masalah kerja, jangan tanyakan lagi. Ia ahli di bidangnya.
Ketika suatu amanah diberikan padanya, dengan bersemangat ia mengerjakannya.
Totalitas. Semangat.
Tahun
ini dia mulai memasuki dunia kuliah. Ya, gadis kecil itu kini telah berada di
bangku kuliah. Bertemu berbagai sahabat dari seluruh pelosok negerinya. Tahukah
engkau bagaimana perasaannya? Sungguh bahagia tak terkira. Anugerah luar biasa baginya, gadis kecil dari
pelosok kota jawa, dapat melanjutkan studi di universitas yang diingininya.
Kampus pendidikan yang ia yakini kelak akan mengantarkannya untuk kembali
merenda asa dan meraih semua mimpi-mimpi indahnya.
Tapi
kini lihat. Dia sedang dipojok sudut ruangan. Sedang sendirian. Menekuk mukanya
ke bawah. Disampingnya, sebotol air minum dan sekotak tissue. Hanya kotak?
Tidak. Kotak tissue itu sudah berkurang setengah. Dia apakan tissue-tissue itu?
Mereka berceceran di sampingnya. Dalam kondisi basah. Ia menangis! Ada apa
dengannya???
Tiba-tiba
petir menyambar-nyambar, gemuruh mulai terdengar! Hujan turun seakan penduduk
langit turut bersedih atas kesedihannya. Larut bersama-sama dalam satu suasana.
Ku beranikan diri untuk mendekatinya. Untuk sekedar menyapanya. Untuk sekedar
menanyai ada apa, mengapa air mata itu dibiarkan meluncur begitu saja. Sungguh,
aku sangat ingin mengetahui jawabnya.
Kudekati
ia, kucoba menanyainya pelan-pelan. Kusodorkan tissue untuk menyeka linangan
yang membasahi pipinya. Ia terkejut, sejenak berhenti menangis. Ia paksakan
tersenyum, namun aku memaksa. Tak dinyana dan disangka, ia memelukku. Kembali
menangis..
“Ukhti.. ana capek”
Sejenak kudengar suaranya. Lirih.
Sangat lirih hingga ku yakin angin pun tak mendengarnya. Semilir angin yang
ditimbulkan dari derasnya hujan menerpa ujung-ujung jilbab kami. Sejenak aku
tersenyum. Memikirkan kata-kata yang tepat untuknya. Kutanya lagi, mengapa ia
merasakan hal itu, hal yang ia bisikkan padaku. Lalu ia mulai bercerita.
Lelah
dengan amanah yang ada, padahal setumpuk amanah lainnya pun turut meronta.
Seakan-akan selalu mengikutinya: menghantui hidupnya. Sementara tak semua
manusia, -sesama yang mempunyai hati dan jiwa-, mengerti akan kondisi dirinya.
Bahwa ia telah berpayah sekian lama, namun ia tak dapatkan apa-apa, bahkan
hinaan cacian yang ia terima. Ia merasa kecewa dan sakit. Walaupun sebelumnya
telah ditahannya, ia kini tak kuat lagi. Tangisnya kudengar makin deras,
walaupun tanpas suara. Dan suara hujanpun menenggelamkan itu semua. Hingga lagi-lagi taka ada yang
tahu: ada apa sebenarnya.
Kucoba senandungkan nada-nada
sumbangku, kuikhtiarkan agar mampu mengobat lukanya. Mencoba menelusur ke dalam
relung hatinya. Yang kini sedang disapu kabut... kabut yang sangat tebal hingga
keceriaannya pun pergi. Ya Muqalibbal quluub.. tsabit ‘ala dinnik wa ‘ala
thoatik..
Kucoba katakan bait-bait hatiku, mulai
berbicara dengannya, menari bersama kata, tenggelam dalam irama dan rona
andromeda.
Jika kau cinta, tentu tak akan pernah
kau merasa kecewa.
Jika kau sayang, mungkin rasa benci
itu tak akan terus membayang.
Jika kau ikhlas, tentu rasa sakit itu
tak akan berbekas.
Karena persoalan cinta adalah luar
biasa,
Jika telah kau ikrarkan cintamu pada
Rabbmu, buat apa kau kecewa?
Kecewa pada manusia?
Ah, itu tak ada apa-apanya. Ia pun
sama dengan kita. Mungkin kita telah seringkali mengecewakan yang lainnya, saat
ini kita mulai merasakan hal yang sama.
Tak usahlah sedih,
Tak usahlah kecewa.
Lihatlah awan yang menitikka bulir
hujan bukan karena kecewa padaNya, melainkan rasa syukur yang tiada terkira.
Manfaat pun luar biasa.
Tanyakanlah pada pemilik jiwa, ia yang
lebih tahu kondisimu. Tak usah hiraukan perhatian yang lainnya. Bukankah
perhatianNya adalah cukup buatmu?
Jika kau cinta, maka rasa itu akan
sirna seketika
Terbang bersama angin, lalu tenggelam
dalam nuansa biru.
Kau tahu kenapa? Karena Allah selalu
bersama kita.
Penggenggam jiwa, pemilik hati,
pencipta alam seisinya.
Walaupun bagaimana juga kita tetaplah
manusia: rasa itu akan selalu ada. Maka serahkanlah segalanya padaNya..
Ikhlaskan.. Niscaya tak ada lagi sedih
yang kau temui dalam hatimu..
Ia mulai mengangkat mukanya. Ia
manggut-manggut. Diusapnya air matanya. Kulihat semangatnya mulai bangkit
kembali. Ia pergi menyalamiku, kini dengan rona bahagia..
Tumbuhlah matahari kecilku, walau tak
sempurna aku akan selalu melihatmu
Walau tak selalu bersua, yakinlah kau
tak sendiri: ada aku yang akan selalu menyapamu.
Lihatlah, pelanginya mulai muncul!
Indah sekali... bukankah ia, pelangi itu muncul setelah hujan turun.
Kuyakini
hal yang sama, kau akan bahagia dan lega setelah kesedihan menggelayutimu..
Usai hujan, 18-11-12
Anak kecil yang mencari kepingan hatinya :)
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-