Oleh:
Rizki Ageng
Mardikawati
NIM 11302241036
Pendidikan
Fisika Subsidi kelas A
Daerahku, Indonesiaku…
Sejak dahulu Indonesia adalah daerah
konflik. Berbagai macam kekayaan alam dan keindahan permata yang ada di
dalamnya membuat banyak mata melirik penasaran. Banyak orang asing yang
menginginkannya. Banyak yang ingin memilikinya dan mengeruk keuntungan
didalamnya. Mulai dari bangsa Eropa yang awalnya menginginkan rempah-rempah di
Indonesia, yang berakhir dengan perebutan kekuasaan oleh Spanyol-Portugis dan
penjajahan Belanda selama 3,5 abad. Disusul dengan kedatangan Jepang yang
menjajah selama 3,5 tahun yang membuat luka cukup dalam pada ingatan penduduk
Indonesia. Berdarah-darah perjuangannya, korban jiwa, harta, tenaga, hingga
akhirnya dapat membentuk suatu negara baru bebas penindasan: Indonesia. Hingga
saat ini pun, banyak pihak asing yang masih saja mengincar Indonesia dan
menjadikannya sasaran empuk untuk kepentingan mereka. Konflik-konflik ini
menimbulkan trauma yang sulit dihilangkan dan menimbulkan ketakutan tersendiri
akan interaksi dengan bangsa asing. Timbul sebuah paradigma berpikir dalam
kacamata masyarakat, bahwa orang asing identik dengan konflik.
Namun tak dapat dielakkan, konflik
memang mutlak harus terjadi pada suatu negara. Apalagi sebuah negara baru
seperti Indonesia. akan ada banyak ancaman internal dan eksternal yang datang,
dan hal itu merupakan hal yang biasa. Dalam perjalanannya menuju demokrasi,
Indonesia bangkit dengan melalui beberapa konflik. Lengsernya Soeharto pada Mei
1998 yang dipelopori oleh pergerakan mahasiswa beberapa tahun lalu bukan
berarti Indonesia dapat langsung disebut sebagai negara Demokratis. Masih
banyak persoalan yang belum diselesaikan. Seharusnya, para ahli dan negarawan
Indonesia lebih banyak berdiskusi mengenai hal ini. Hal ini dapat dimaklumi,
karena era orde baru semuanya serba dibungkam.
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
warisan orde baru ternyata membawa dampak yang cukup besar dalam pembentukan
negara yang demokratis. Bagaimana mungkin disebut Demokrasi jika dibangun dari
pondasi yang rapuh seperti ini? Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Berbagai macam kasus pilkada (pemilihan
kepala daerah) yang telah terjadi di Indonesia semakin memberikan tanda tanya
besar dalam benak kita.
Negeri ini terlalu mengandalkan
sumber daya alam, tanpa pembangunan sumber daya manusia. Menurut Chailid
Muhammad dari WALHI (Wahana Lingkungan hidup), Indonesia merupakan negara yang
kaya akan sumber daya alam, dan kebanyakan orang mengeksploitasinya secara
terus menerus. Padahal, lambat laun jika hal ini terus dibiarkan akan
menyebabkan bencana bagi negara ini. Jangan jadikan SDA sebagai sumber ekonomi
utama bangsa ini.
Menurut Teten Masduki dari ICW (International Corruption Watch), korupsi
selalu terjadi di negara yang otoriter. Untuk membangun pemerintahan yang
bersih memang sulit, tapi bisa. Kita tak dapat menyamaratakan demokrasi yang
diterapkan di negara-negara lain seperti Amerika, karena kulturnya memang berbeda.
Harus ditemukan bentuk demokrasi yang sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Demokrasi
yang menghargai perbedaan tanpa menimbulkan kesenjangan. Demokrasi yang membuat
suatu daerah tetap istimewa di mata dunia. Contohnya, Aceh tetap dengan syariat
Islamnya yang kental dan Papua dengan pembagian suku, pemuka adat dan kaum
wanitanya. Tentu, hal ini akan membuat harmoni yang lebih indah. Karena adil,
tak harus sama rata.
Pilkada merupakan salah satu bentuk
adanya otonomi daerah, namun pilkada sering disalahgunakan. Bukannya untuk
mencari pemimpin yang bertanggungjawab, justru untuk meraih kekuasaan.
Demokrasi adalah milik rakyat, dan bukan milik golongan tertentu. Indonesia
terbiasa dengan budaya pilkada dan pemilu. Tentu hal ini bagus, namun
cara-caranya terkadang perlu diluruskan. Yang kita lihat selama ini pilkada
adalah pesta rakyat, pesta sogok uang untuk meraih kemenangan. Pilkada, namun
hiburan yang mengarah pada pornoaksi didaratkan untuk menarik perhatian massa.
Sungguh tidak sehat dan tidak bersih. Indramayu misalnya, daerah yang terkenal
akan kecurangannya dalam pilkada baru-baru ini. Daerah ini sangat kental dengan
money-politic atau politik uang.
Beberapa kasus mengindikasikan bahwa di daerah ini seringkali terjadi serangan
fajar, di mana para calon akan mendatangi rumah warga dan memberikan beberapa
“bingkisan” sebelum hari pencoblosan. Bagi yang kepepet dan tidak kuat, tentu
akan menerimanya dengan suka cita dan urusan pemilihan tak lagi penting.
Berbagai cara dilakukan untuk kemenangan. Tak peduli itu baik atau buruk, halal
atau haram. Inikah demokrasi?
Demokrasi itu perlu proses. Ia tak
dapat didapatkan dengan cara instan. Ia butuh waktu. Ia bertahap. Tak langsung
jadi. Perlu adanya kesadaran yang lebih dari seluruh elemen masyarakat
Indonesia. dari mulai kalangan paling bawah sampai lapisan paling atas. Dari
pengemis sampai presiden. Perlu adanya yang menyadarkan, karenanya dibutuhkan
keberanian, kepercayadirian, dan kemadirian. Pilkada memang tetap harus
dijalani, karena kehadirannya merupakan konsekuensi negara dengan sistem
demokrasi. Dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang tangguh, yang jujur, yang adil,
yang bertanggung jawab, yang peka terhadap kebutuhan rakyat, yang mengerti
benar tentang pemerintahan dan internal Indonesia. perlu adanya penegakan
supremasi hukum yang benar-benar dijalankan. Harus ada pemberian kesempatan
yang sama tanpa melihat latar belakang. Demokrasi: bukan sekedar nama, bukan
masalah baik atau buruk digunakan, namun masalah cocok atau tidak cocok
diterapkan. Perlu adanya kesepakatan, demokrasi seperti apa yang dibutuhkan
oleh bangsa ini. Tak ada saling menyalahkan, yang terpenting adalah
bersama-sama menuju perbaikan. Tak ada kata terlambat, karena bangsa ini
merindukan pahlawan-pahlawan yang hebat. Indonesia baru, Indonesia bisa! Tak
ada pilihan lain selain OPTIMIS terhadap nasib bangsa ini. Di tangan kita,
generasi muda, harapan itu akan selalu ada.
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyhur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
(Tanah Airku- Ibu Sud)
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-