Kamu Pasti Bisa…


Tap tap tap. Bruuum.. jedhuarr…!!!

 Aku berlari. Napasku tak karuan. Jantungku, detaknya makin kencang saja. Yang ada dibenakku, hanyalah lari, lari, dan lari. Semuanya gelap, namun benda itu terus mengejarku. Ya. Namun, apakah itu benda? Bukan. Namun biarlah aku menyebutnya benda. Aku tak tahu pasti. Tapi ia terus mengejarku. Benda itu terus mengejarku. Ayo, lari, Sa! Cepat! Aku membentak diriku sendiri. Namun, rasanya kakiku sudah capek. Ia mulai lunglai, lemas, layu. Tak bertenaga. Aku kalut. Aku panik. Aku teriak. Ayo kaki, jangan diam saja! Cepat melangkah, bawa aku pergi dari tempat ini! Ayoo.. kupaksakan kakiku melangkah. Namun ia diam saja. Kaku.  Ya Allah Ya Rabb, bantu hamba.. benda itu makin mendekat, sementara aku masih berjibaku di sini. Diam. Tanpa melakukan perubahan yang berarti. Aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti. Yang ku tahu, kakiku sudah tak bisa di ajak kompromi.

Pyarrr!!! Jedhuarrr! Brmmmmm… Hzzzzzhzhzhzhhh….

Benda itu! Sepertinya lima atau tujuh menit lagi ia akan sampai di tempat ini. Aku pasrah. Aku lelah. Aku takut. Namun, tak ada yang bisa kulakukan lagi saat ini. Sepertinya benda yang kuanggap berisik dan berhasil mengeluarkan resonansi di atas alpha yang benar-benar menggangguku. Berisik. Getaran yang dihasilkannya pun sukses menjalari kepalaku. Menciptakan rasa cenat-cenut dan pusing yang luar biasa. Aku tidak kuat. Aku mau pingsan saja rasanya. Aku.. aku.. ah, tak ada waktu mengkhayal ataupun berandai-andai.. dia.. dia .. benda itu! Tampak di depan mata! Aku tak kuasa, aku tak sanggup melihatnya, aku tutup mataku, aku meringkuk ke sudut tembok ruangan ini. Aku menggigil, sementara benda itu makin mendekat. Sepertinya.. sepertinya.. ia mendekat padaku! Bayangan- bayangan menakutkan langsung mendominasi pikiranku. Kini, 90% pikiranku tersita oleh ketakutan. Bagaimana jika… bagaimana kalau,.. Ah, Aku takut, aku berontak! Aku menjerit!!!

*** ^^ ***

“TIDAAAAAAK!!” Aku menjerit. Benda itu menepuk punggungku.
“Jangan sentuh!” Aku berdiri dan marah. Namun, yang ku dengar malah suara tawa. tawa yang bergemuruh dan rasanya menghujam hingga ke ulu hati. Namun, bukan tawa dari benda itu, namun tawa dari seisi kelas.
“Nisa, kamu nggak papa?” Aku kaget, apakah itu suara benda yang tadi mengejarku? Kenapa lembut dan ramah sekali? ku pandangi ‘sesuatu’ yang ada di depanku. ‘sesuatu’ yang menjadi sumber bunyi itu. Sepertinya ia sama denganku. Aku mengucek mataku, mencoba melihat dengan lebih jelas dan lebih jelas lagi. Kupandangi ‘sesuatu’ itu. Aku mendekatinya, mengamati. Lebih dekat.
“Astaghfirullah, Nisa… ini Heni! Bangun dong, barusan kamu ketiduran lama banget di kelas. Untuk Pak Rudi, dosen Fisika kita yang baik hati itu nggak marah.” Benda itu berbicara! Dan dia kembali menepuk punggungku!

Aku masih belum percaya. Pandanganku beredar ke seluruh ruangan. Ada sekitar empat puluh dua pasang mata yang sedang memandang ke arahku! Ini.. ini di mana ya? Tunggu.. tunggu.. ruangan berukuran sekitar delapan kali delapan ini, namanya kelas, kan?
Aku terkesiap. Hah? Kelas? Heni? Astaghfirullah.. aku baru saja ketiduran di kelas, dan bermimpi! Heni bukan ‘sesuatu’, tapi dia teman sekelasku! Tentu saja, manusia asli. 100 % tanpa pengawet buatan.
“Nis, kamu nggak papa, kan? Kamu sakit?” Heni kembali menepuk punggungku.
Aku mencoba meneguhkan diri. Meyakinkan bahwa ini nyata. Pertama. Nisa, sekarang kamu di kelas. Kedua, kamu sedang tidak dikejar-kejar oleh sesuatu. Dan yang terakhir, ada orang yang sedang mengajakmu bicara, dan dia butuh respon darimu sekarang juga!
“Aaaa….mmmm.. ndak papa, kok Hen.. mungkin aku kecapekan kali ya, pikiranku galau, tadi malam lagi-lagi harus lembur laporan praktikum. Sampai jam 2, padahal jam 4 harus bangun lagi mengerjakan yang lain. Hmm.. rasanya ingin hidup normal, deh.. kalau begini terus, aku bisa stress.” Aku bicara tanpa titik koma. Wah, lancar juga.

“Sama lah, Nis. Aku juga gitu. Tiap hari, ada aja tugas buat kita. Hmm.. kita kan mahasiswa baru, mungkin kita masih kaget dengan suasana di bangku perkuliahan. Di SMA pelajarannya memang banyak, tapi semuanya ringan. Dan di perkuliahan, itu berbeda dengan SMA. Yah.. mungkin butuh sedikit penyesuaian. Eh ya, udah ngerjain laporan praktikum kimia yang kemarin?” Heni mulai menbuka catatan target di blocknote kesayangannya.
Mendengar kata ‘laporan’ mendadak kepalaku jadi cenat-cenut lagi. Sepertinya saraf sensorik memberikan perhatian lebih kepada kosa kata-kosa kata ini, ‘praktikum, laporan, makalah, tugas’ hawaaaawww… nggak kuaaattt… dan saraf sensorik itu memerintahkan kepada saraf motorikku untuk pergi secepatnya dari sumber suara yang menyuarakan kosa kata tersebut.
Ehmmm.. Hen, aku pamit dulu ya.” Aku lirik jam tangan pemberian Bapak di ulang tahunku yang ke 17 kemarin. Pukul 09.00 dan kuliah kedua dimulai 09.40. masih ada waktu 40 menit yang setara dengan 2400 detik untuk menenangkan pikiran dan menata hatiku.
“Hen, aku pamit ya, tadi belum dhuha. Assalamu’alaykum” Aku langsung ngacir menuju mushola di fakultasku yang terletak di lantai satu. Heni terbengong-bengong, karena tiba-tiba aku menitipkan tasku yang lumayan berat padanya.
***^^***
Bukannya langsung sholat Dhuha seperti yang kukatakan pada Heni tadi, aku malah mojok ke sudut mushola. Kupandangi langit-langitnya. Suasana sepi. Hanya ada aku dan dua orang mbak-mbak yang sedang sholat dhuha. Aku merenung, mengangguk-angguk, lalu menggeleng-gelengkan kepala. Galau.
Aku menghembuskan napas panjang. Hmmm… teringat akan tugas-tugas kuliah yang makin hari makin menumpuk, laporan-laporan terbengkalai. PR Kalkulus yang tak juga aku kerjakan. Tema-tema makalah yang berjejeran. Semuanya menjerit, berteriak, meronta. Meminta untuk segera ku kerjakan dan ku tangani. Namun, belum sempat aku menjamahnya, yang lainnya datang lagi. Tiba-tiba praktikum lagi. Tiba-tiba laporan lagi. Ya Rabb…

Rasa-rasanya ini begitu berat. Di saat aku ingin berbuat lebih seperti yang ku targetkan dulu, justru tugas-tugas kuliah terasa menghimpitku. Sepertinya, itulah yang menyebabkan aku berhalusinasi dan terbawa dalam mimpi seperti tadi. Aku benar-benar sedang berpikir, bagaimana cara mengatasi itu semua. Haruskah aku mulai dari nol lagi? Mulai mengerjakan dengan penuh semangat. Namun pesimisku juga datang. Bisakah aku melakukan itu semua? Aku hanya mahasiswa semester satu yang sedang dilanda dilema. Mampukah aku menyelesaikan semua? Ini terasa begitu berat. Tugas-tugas itu terasa begitu menghimpit, mebuatku tak sempat lagi menyalurkan hobiku: Membaca, Menulis, Menggambar. Rasanya ingin meledak.. meledaaak… lalu menjadi kepingan atom yang kecil-kecil. Bertebaran. Ditiup angin.

Aku membuka buku agendaku. Teringat akan catatan-catatan lamaku. Targetku. Citaku. Asaku. Semuanya terasa menari-nari di kepalaku, seakan-akan berkata, “Ayo Nisa, realisasikan kami.. mana semangatmu yang dulu?”

Aku terpaku. Namun tak berapa lama kemudian, kuputuskan untuk segera beranjak. Ini tak boleh terjadi berlarut-larut. Teringat perkataan mbak tutorku saat tutorial PAI yang diadakan kamis lalu. “Allah tak akan membebani kita dengan sesuatu yang diluar kemampuan kita”. Aku mengangguk-angguk. Ya, berarti, semua masalahku, semua kegalauanku, pasti ada solusinya dan pasti aku bisa mengatasinya! Ya, mungkin terasa berat, namun ini adalah proses. Bila dianalogikan sebagai sebuah game, setiap levelnya, makin naik level, rintangannya makin sulit juga. Aku menghembuskan napas panjang. Berarti, kalau aku nggak akan pernah diberi sesuatu permasalahan atau beban di luar kemampuanku, berarti aku pasti bisa melewatinya, ya!

Teringat dulu, waktu di SMA. Aku begitu semangatnya mengikuti pelajaran. Walaupun seabrek aktivitas di OSIS dan pramuka, aku masih bisa mengatur waktu, dan berusaha mengejar ketertinggalanku jika ada acara dan harus tidak mengikuti pelajaran di kelas. Ya, itu di SMA. Dan sekarang aku di bangku perkuliahan. Aku harus lebih bisa! Ya. Harus ada perubahan dan perbaikan! Makin gede, harusnya makin baik juga.
***^^***

            Gemericik air di tempat wudhu menyadarkanku apa tujuan utamaku di sini. Segera ku bergegas. Bismillah… air itu.. menyejukkan, dan rasa-rasanya membasahi hatiku yang lama gersang. Sepertinya… selama ini aku terlalu jauh dariNya.. astaghfirullah..
            Sang mentari memberikan sinar kelembutannya. Usai dhuha, rasanya damai sekali. Di sini. Ya. Aku harus bangkit, aku nggak boleh menyerah. Kalau aku mau, aku pasti mampu. Aku pasti bisa. Seperti kata-kata motivasi di buku tulis Sinar Dunia kesukaanku..
-You’ll never know till you have tried-
Kamu tak akan pernah tahu sampai kamu mencoba. Ya, mana mungkin aku bisa men-judge diriku sendiri dan membiarkan si pesimis menguasai hatiku? Dari mana aku akan tahu seberapa hebat kemampuanku kalau aku nggak mau mencoba? Aku akan mencoba, dan aku akan tahu jawabnya!
-Don’t putt off till tomorrow what you can do today-
Inilah kesalahanku di hari-hari yang lalu. Seharusnya aku nggak menunda apa-apa yang sudah menjadi tugas dan kewajibanku. Mula-mulanya sih, sedikit. Tapi lama-lama juga bakalan jadi bukit. Ya, kini  aku berniat dan bertekad: aku takkan pernah menunda-nunda apa yang jadi amanahku saat ini. Ya, aku semangat sekarang!
Waktu ospek kemarin, Pak Dekan bilang: jadi mahasiswa itu jangan 3K: Kos, Kampus, Kantin. Harus jadi super. Harus berani mencoba hal baru. Harus berani menentukan mau jadi apa aku nanti. Harus berani dan bersedia berkontribusi. Namun juga harus ikhlas. Tak pamrih.
Ku memcoba membuka diriku akan hal-hal baru. Tak merasa terbebani oleh tugas, toh itu semua pilihanku, dan aku harus berani menanggung konsekuensinya. Ku coba mengikuti berbagai kegiatan yang ditawarkan di kampus. Berbagai kepanitiaan aku ikuti dengan semangat. Tak ada kekhawatiran lagi aku takkan punya cukup waktu untuk bercakap-cakap dengan tugas-tugasku. Ya, karena aku yakin bisa, pasti aku bisa melakukannya.
***^^***
Sebuah titik pencerahan. Allah memotivasi kita dua kali. Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Bersama kesulitan itu ada kemudahan. Lalu, ditegaskan dalam ayat selanjutnya. Maka, apabila kamu telah selesai dengan suatu urusanmu, kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh. Lalu, ditutup dengan penyemangat yang luar biasa. Dan hanya pada Tuhanmulah engkau berharap. (Q.S Al Insyirah 5-8)

Menulis adalah hobiku, lalu apa yang perlu aku takutkan? Bukankah laporan, lalu makalah, semuanya adalah dunia tulis menulis? Siapa tahu dengan seringnya menulis laporan dan makalah, potensiku akan terasah. Tugas-tugas? Bukankah membaca sudah kuikrarkan jadi hobiku? Ya. Jika aku rajin membaca, pasti dengan mudahnya dapat ku selesaikan semua. 

Aku melangkah. Sedikit demi sedikit aku bangkit dan berhasil mengejar ketertinggalanku. Aku makin optimis. Aku makin percaya diri. Aku pasti bisa, karena aku yakin aku dapat melakukannya. Apalagi yang perlu aku takutkan, Allah selalu mengabulkan permintaan hambaNya apabila ia meminta. Maka aku memohon pada Allah untuk memudahkan urusaku hari ini, esok, dan seterusnya.

Teringat wajah Ibu, Bapak, dan keluargaku di rumah. Semua menantiku dengan senyuman cerah. Ya, aku harus bangkit, aku ingin bermanfaat dan membahagiakan mereka. Aku.. aku sungguh akan berusaha! Melakukan apa yang terbaik dan memaksimalkan peranku di manapun aku berada.
Tak ada galau. Tak ada pesimis. Tak ada gundah. Tak ada sedih. Yang ada adalah optimis, semangat, yakin! Pasti bisa! Suatu hal yang besar dimulai dari sebiah langkah kecil. Jangan takut untuk memulai sesuatu. Apalagi suatu kebaikan! Ingat orang-orang besar? Mereka mulai langkah kecil mereka dengan pasti, tak ada kata ragu di dalam hati.
Ini memang zero-ku, zero-mu, dan zero-kita. Dunia menunggu, kemuculan hero-kita! Semangat!!! ^^
***^^***

:: Special teruntuk teman-temanku, maba FMIPA UNY 2011, kuliah itu menyenangkan kok, walaupun banyak laporan dan kita harus lembur tiap hari, itu semua demi kebaikan kita. Ingat, Allah ndak akan memberikan suatu beban/permasalahan di luar batas kemampuan kita, jadi kalau kita dapat tugas dan rasanya beratt dan bikin galau, kita pasti bisa melewatinya! Percayalah, kita pasti bisa! semangkA! :D
NB: mungkin agak melenceng dari tema awal ya: zero to hero, ^^ tapi bismillah, ini zero-nya para maba, tunggu hero kami, yaa ^^V





Rizki Ageng Mardikawati
NIM 11302241036
Pendidikan Fisika Subsidi kelas A

Komentar