Allah, izinkanlah aku bahagiakan dia ^^

Bismillah....

Allah izinkanlah aku, bahagiakan dia..
meski dia telah jauh, izinkanlah aku berarti untuk dirinya...
Oh Ibu...

Hmm.. terdengar klasik memang, namun itulah yang kini kurasakan ^^
Dua bulan? mungkin waktu yang singkat bagi sebagian orang yang telah lama merantau di kota impian.
Namun dua bulan akan terasa waktu yang lama bagi mereka yang merindukan rumahnya!

T.T

sudah lama nggak nulis, padahal begitu banyak yang ingin ditulis. Namun mereka hanya berkejar-kejaran di kepala saja. Seakan-akan berebut: aku dulu, dong yang ditulis.. sudah lama nggak nulis, padahal banyak sekali yang ingin dituliskan, banyaaak sekali yang ingin dibagikan, namun sementara, dibagikan disini dulu, di dalam hati... dan yang tahu? hanya Dia Sang Pemilik hati.. T.T

protes : dari tadi kok T.T mulu sih? :D

back to topic..
dua bulan adalah waktu terlama ku dalam merantau.. biasanya, pas SMA dulu, pol-polan 1 bulan tanpa menyapa rumah Ibu Bapak sungguh super sekali, rasanya pingin memeluk lemari, klesotan di lantai, dan lonjak-lonjak tak tau apa tujuannya...

hmm.. kalo di kuliahan, 1 bulan itu minimal jatah pulang, aku bertekad. Walaupun Ibu membolehkan aku pulang kapan saja.. nah, 2 bulan.. 2 bulan sudah aku tak menyapa rumah, merasakan dinginnya udara rumah yang perlahan-lahan menjadi hangat karena kebersamaan: bertemu Ibu, Bapak, Simbah, Adik..

Ibu berkali-kali telepon: kapan pulang, Nduk? dan seketika jantungku berdegup kencang. Sudah berapa lama sih, aku tak pulang? sampai-sampai aku harus berpikir lama untuk membayangkan dan menerka-nerka wajah Ibu, Bapak, Simbah, dan Adik. Kudengar dari kejauhan, setiap kali Ibu meneleponku, suara beliau semakin melemah: seperti ada air yang ditahan. Dan dengan yakin, aku menerka, itu pastia air mata! dan telepon segera diambil alih oleh Bapak, seorang Imam yang selalu menegarkan Ibu. Bapak mengambil alih pembicaraan : kapan pulang, Nduk?

Sedih. Padahal aku pernah dengar, jangan sampai orang tua itu sedih apalagi sampai nangis dikarenakan anaknya.. T.T

Aku ingin pulang dari dulu, Bu.. tapi masih ada sesuatu di sini. Sesuatu yang aku butuhkan, sesuatu yang insya Allah akan mengupgrade diriku yang kecil dan kadang rapuh ini. Percayalah, Bu.. belum pulang bukan berarti aku tak sayang, bukan berarti aku tak kangen, bukan berarti aku tak cinta, bukan berarti aku tak rindu.. Aku rindu, bu, aku 100% ingin bertemu Ibu, mencium kaki Ibu, merasakan hangat peluk Ibu..

apalagi mengingati semua jasa baik Ibu Bapak.. aku jadi makin merasa bersalah..

aku ingat, Bu.. saat itu, waktu aku kelas 3 SMA.. kala itu, sedang banyak ujian bab. Dan aku ingat, siang itu aku membuka catatan Biologiku, bab Hereditas Manusia, karena besok ulangan. Namun aku merasa tak baik, lalu kubaringkan badanku di kasur kamar kosku. Kupaksakan ashar dengan badan menggigil, san setelah merebahkan tubuhku lagi, aku tak sadar bahwa suhu tubuhku makin lama makin meninggi. Seorang kawan yang bersekolah di farmasi berbaik hati, meminjamkan termometer dan mengukur suhu tubuhku. 40 derajat. walaupu  hanya naik 3-4 derajat dari suhu badanku yang biasanya, itu terasa panas sekali Bu.. dan dalam keadaan seperti itu yang terbayang dalam benakku hanyalah wajahmu, Bu... aku takut Ibu khawatir. Aku ingin Ibu tahu, bahwa aku selalu baik-baik saja.Aku takut Ibu menangis. Aku tak ingin membuat Ibu sedih..

dan ketika seorang kawan meraih hp ku untuk menghubungiku, sekuat hati aku mencoba mencegahnya.. namun saat itu gelap yang kurasa.. di luar hujan, Bu..dan ketika aku menelepon rumah, Simbah mengatakan bahwa Ibu dan Bapak dalam perjalanan kemari, naik sepeda motor berdua, di tengah guyuran hujan yang begitu deras menerpa..

Aku ingat, Bu.. hari itu hari Kamis. Saat adzan berkumandang, Ibu Bapak berdua datang. 2 jam perjalanan. lagi-lagi, ibu menyapa dengan wajah bercucuran air mata. Aku tidak apa-apa, Bu.. jawabku lirih sambil tersenyum. namun Ibu semakin deras meluncurkan butir-butir air matanya.. baju Ibu Bapak basah Kuyup, dan kalian berdua sedang shaum sunnah senin-kamis. seharusnya Ibu bapak berbuka di rumah, bukannya memaksakan diri untuk menjenguk anakmu yang kadang nakal ini..

Aku ingat, Ibu dulu pernah cerita. Waktu aku dilahirkan dulu, Ibu benar-benar meregang nyawa. Ibu hampir kehabisan darah! dan Bapak, seorang imam sejati, inspirator yang luar biasa segera bertindak, melarikan Ibu dan aku yang kala itu masih merah, untuk segera mendapat pertolongan. tak kurang tujuh orang mendonorkan darahnya, untuk Ibu. Ibu hampir saja kehilangan nyawa karena melahirkanku, bagaimana kini aku membalas jasa-jasanya? bagaimana mungkin?

Ibu, kenapa ya.. setiap memandangi kedua matamu, ada sesuatu yang ingin mendesak-desak keluar dari pelupuk mataku. Seakan-akan ingin katakan sesuatu,,

Ibu, walaupun sebentar, insya Allah besok aku pulang..
Tunggu aku ya, Bu..
Semoga aku benar-benar menjadi putri kebanggaanmu..

Banyak cerita yang ingin kubagikan padamu, Ibu..
Jangan bersedih karenaku, ya Bu? Janji? ^^

Kapan pulang Nduk?
Besok, insya Allah.. doakan hariku lancar dan usahaku diridhoi Allah ya, Bu?

Salam,

Putrimu,
Yang selalu ingin menebarkan cinta ^^

Komentar