sebuah Cerpen: karena aku menyayangimu. mbak..

BRAKK!!!
“Jangan ganggu aku lagi dek!!” Mbak Nita menutup pintu kamarnya keras.
“Tapi, kak.. aku minta maaf, aku nggak sengaja…” serobotku.
Tak ada jawaban. Sepi. Hanya ada isak tangis yang sayup-sayup aku dengar dari dalam kamar Mbak Nita. Tangis yang mengiris hati. Dan akhirnya aku ikut menangis tak tahu karena apa.
***
Hmmm… pertengkaran takkan pernah usai sebelum Indonesia merdeka. Eh?? Maksudnya, sebelum aku, anak bawang ini, berdamai dengan kakakku, Mbak Nita. Sore ini, aku baru saja memecahkan gelas warna Pink milik Mbak Nita. Tak sengaja tentu saja. Aku hanya iseng untuk meminjamnya dan menuangkan teh buatanku ke dalamnya. Tentu saja, teh itu aku persembahkan untuk kakakku tercinta. Namun insiden itu terjadi, tangan mungilku yang sedang memegang termos, menyenggol gelas itu dan akhirnya…. Byur… eh, salah maksudnya gelas itu jatuh ke lantai dan pyaarrr!!! Pyarrrr!!! Pyarrr!!! (versi lebay: pyar tiga kali)
Hanya Gelas. Aku kira itu barang yang sepele. Teramat sepele. Tapi ternyata tidak buat Mbak Nita. Karena gelas itu adalah… adalah kado ulang tahun pemberian kawannya tiga tahun yang lalu. Hanya gelas memang, namun buat Mbak Nita itu sangatlah berharga, lebih berharga dari Boneka Teddy Bear pemberian Mama yang selalu menemani tidurku, lebih berharga dari Wimcycle Kuning Pemberian Papa yang selalu setia mengiringiku pergi ke sekolah.
Aku bisa saja menggantinya. Aku punya tabungan, kok. Hanya Gelas, kan? Harganya pasti tidak mahal, dan aku bisa membeli berapapun jumlahnya buat Mbak Nita. Semuanya buat Mbak Nita. Namun aku ragu, akankah dia menerimanya? Pemberianku versus pemberian temannya? Aku bimbang dan berjalan mondar-mandir di ruang makan. Aha! Aku dapat ide. Kubuka kulkas dan ku ambil sebuah botol. Lalu ku ambil gelas, dan kutuang isi botol itu keddalamnya yang tak lain dan tak bukan adalah air Putih, lalu aku teguk sampai habis. Segarrrrr!!! Lho?
***
Pulang sekolah, kuputuskan untuk membuka celenganku. Dengan hati bulat, aku pandangi celengan berbentuk Panda milikku. Hmmm, wajahnya memelas… andai ia bisa bicara, tentu saja ia akan meronta dan berkata padaku, “Jangan sembelih aku, Jangan ambil uangku..” namun, berhubung ia tidak bisa bicara dan tentu saja tidak akan pernah bisa bicara (kecuali bila Allah meridhoi ) langsung aku hunus cutter besar, dan kubelah bagian punggungnya. Criiing.. criiiing. Kukumpulkan, kuhitung. Waah, ternyata aku kaya juga, ya? Kudapatkan 51.250 rupiah dari dalamnya. Lebih dari cukup untuk membeli gelas buat Mbak Nita.
***
Kukayuh sepedaku dengan hati menggebu. Tak peduli sang surya memancarkan sinarnya yang begitu terasa merasuk dalam pori-pori tubuhku. Kukayuh dan kukayuh. Tetesan keringat beraroma agak tak sedap mulai muncul memenuhi keningku, badanku, kakiku, tanganku, semuanya. Dan sampailah aku ke sebuah minimarket tempat Mama biasa berbelanja, aku berlari-lari menuju bagian hiasan setelah memarkir wimcycle kesayanganku.
Karena aku adalah tipe orang yang tidak betah lama-lama di mall, Minimarket, atau sejenisnya ( aku perempuan, Lho!!) setelah mendapatkan apa yang aku cari, langsung saja aku menuju Mbak-Mbak kasir. Karena gelas yang kubeli cukup terjangkau harganya, kuputuskan untuk membeli tiga. Warna Pink untuk Mbak Nita, Warna Kuning untukku sendiri, dan warna hijau muda untuk dek Fandi, adikku tercinta yang masih bayi. Hihihi… bayangan ngopi bareng bersaudara berseliweran dalam benakku. Mbak-mbak kasir membungkus belanjaanku dan memberikan kembalian berupa uang seribuan dan dua buah permen. Tiba-tiba, adzan Asar bekumandang, waah.. sudah jam tiga sore!! Aku harus segera pulang! Padahal, kalo’ masih siang, akn kuprotes mbak-mbak kasir itu, kenapa sih, aku dikasih permen? Aku kan nggak minta? Ck ck ck ck……
***
“Surprise!!!” kuberikan gelas warna Pink itu pada Mbak Nita. Walau tak sama persis dengan gelas yang meninggal akibat kupecahkan tempo hari, namun gelas itu tak kalah manisnya dengan yang lama. Mbak Nita terkejut. Dengan lembut dia mengambil gelas itu lalu mengucapkan terima kasih padaku. Namun, setelah itu, mbak Nita langsung menuju kamarnya lagi. Entah untuk apa. Aku terpana tak percaya…
Mbak Nita??? Sungguh tega…
***
Haduuh, sulit dijelaskan dengan kata-kata gimana rasa hatiku saat ini. Antara masih merasa bersalah dan sedikit marah. Merasa bersalah karena ternyata gelas pemberianku tidak mendapat ruang di hati Mbak Nita yang mampu menggantikan tempat gelas lamanya yang sudah menjadi almarhum. Merasa sedikit marah karena ternyata pengorbananku menyembelih panda kesayanganku tidak membuahkan hasil.
Insiden gelas sudah lama berlalu, namun aku masiih saja suka bertengkar dengan Mbak Nita. Entah karena apa. dari hal sepele sampai hal besar. Aku sih, yang kebanyakan memulai. Aku ingin cari perhatian Mbak Nita dengan sedikit membuatnya marah, namun ternyata mbak Nita menanggapinya dengan marah beneran. Sungguh, aku yang salah. Aku yang biasa memulai perkara. Dari memecahkan gelas, merobekkan diarinya, mengobrak-abrik tempat tidurnya, memakan jatah es krimnya, dan buaannnyaaak lagi. Hmpfff… sampai tak sanggup aku menghitungnya.
Sampai pada suatu hari, aku menemukan selembar kertas yang ditulis Mbak Nita di bawah bantalnya. Sepertinya, baru saja ditulisnya. Kakakku yang satu ini memang hobby menulis. Tulisannya bagus-bagus, membuat aku nge-fans padanya dan menuliskan nama Mbak Nita ke dalam 10 penulis Muda paling menginspirasi 2010 versiku, aamin ya Rabb…
Aku ragu. Antara ingin membacanya atau tidak. Mbak Nita sedang sekolah, dan kebetulan aku lagi libur di rumah. Masalah nggak ya, kalau aku nge-bacanya? Hmm, aku baca aja, toh Mbak Nita nggak bakalan tahu. Tapi… Allah menyaksikan segalanya. Hadduh… gimana dunk?? Dengan sedikit bergetar kubaca tulisan yang memenuhi kertas itu… demi kebaikan… demi kebaikan… bismillah… bismillah…
***
Ternyata, isinya adalah curhat kakakku tentang diriku. Adik yang sungguh nakal, tapi sangat dicintainya. Adik yang suka berbuat keonaran dan membuatnya bersedih hingga menangis terisak-isak, namun sangat dikasihinya. Adik yang amat manja dan suka cari-cari perhatian, yang ternyata amat disayanginya. Ya Rabb… ampuni aku… aku telah salah sangka pada Mbak Nita. Mbak Nita, yang dengan gaya cueknya dan sifat pendiamnya, yang kukira tak pernah menganggapku sebagi adik kandungku ini, ternyata sangat mencintaiku, bahkan di baris terakhir tulisannya itu, dia menuliskan kata, “ Adikku, kau sangat berharga. Kau berikan arti bagiku, adik yang amat kucinta. I love U”. Allah… aku menangis….
***
Mbak Nita, aku sungguh menyayangimu. Walau kita jarang bersua, jarang bercanda. Kurasakan bayangmu yang selalu hadir dalam mimpiku, kata bijakmu yang selalu menginspirasi tiap langkahku, senyum manismu yang segarkan pikiranku, sikap lemah lembutmu yang ingatkanku bahwa sebagai perempuan aku harus sabar, tabah, dan lembut.
Mbak Nita, jarak usia kita memang hanya terpaut dua tahun. Jarak yang amat singkat dan usia kita hampir sama. Namun, bukan berarti jika jarak kita hanya dua tahun, aku merebut hak-hakmu. ,merampas jatah minum asi dari ibu yang seharusnya lebih lama dari setahun. Mengambil porsi lebih besar daripada yang kau dapatkan, yang sering kau katakan jika kita sedang bersama. Yang kau tekankan setiap pembicaraan kita, kau selalu bilang, mengapa aku lebih cerdas daripadamu, karena aku merampas jatah asi yang seharusnya masih kau dapatkan. Sungguh, mbak. Sungguh, tidak. Kita sama-sama cerdas, kok. Mbak. Bahkan, aku piker, mbak lebih pintar daripada aku. Itulah sebabnya, Mbak menjadi contoh dalam hidupku.
Mbak Nita, sungguh. Aku tidak pernah menginginkan pertengkaran demi pertengkaran yang selau menghiasi sua kita tiap sore. Sungguh, jika diizinkan, tentu aku akan minta pada Allah agar jangan menghadirkanku dengan jarak usia terlalu dekat denganmu, sehingga kau bisa minum asi lebih lama, merasakan kehangatan kasih sayang mama dan papa lebih lama. Tanpa kehadiranku.
Tapi, Mbak.. aku tidak akan meminta semua itu. Karena hidup adalah rahmat dari Allah yang harus selalu kita syukuri. Karena hidup adalah perjuangan, aku akan berjuang, Mbak. Tolong jangan permasalahkan jarak usia kita yang terlalu dekat ini. Allah maha tahu, Allah-lah yang telah mengatur segalanya, kehidupan, kematian, umur, jodoh, kebahagiaan, semuanya.
Mbak Nita, ingin kuputar waktu. Untuk jelaskan padamu, bahwa sesungguhnya aku sangat menyayangimu…. Aku sangant mencintaimu…
NB: buat kakak-kakak di seluruh dunia : Apakah kamu menyayangiku (ku=adik), mbak?

Komentar