maafkan aku, teman

MAAFKAN AKU TEMAN

Teman…
Aku ingin bercerita
Tentang perasaan tak enak
Yang selalu mengganggu pikiranku..
Sungguh…
Aku merasa sangat bersalah dalam hal ini…
Untuk semua teman yang mungkin pernah tersakiti..
Karena ucapanku
Karena lisanku
Karena perilakuku
Karena sikapku
Karena candaku
Karena perlakuanku…
Sungguh…
Aku sungguh tak ingin
Tak bermaksud
Tak berniat
Untuk menyakiti…
Sungguh, dari lubuk hati yang terdalam…
Aku hanya ingin kemajuan
Aku hanya inginkan kejujuran
Aku hanya inginkan proses yang indah..
Suatu jalan yang benar2 diridhoi oleh sang Maha Pencipta
Sungguh, kawan…
Jika kau merasa tersakiti olehku
Kumohon..
Kupinta,,,
Maafkanlah aku…
Lupakan kesalahanku..
Mari buka lembar hidup baru
Hidup indah yang dicintai oleh-Nya..
Maafkan aku kawanku…

  Teman semua, pernahkah kalian dimintai tolong untuk sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani kalian? Yang seharusnya kalian bilang tidak, namun ikatan pertemanan membuatmu tidak mampu mengatakan tidak.
Pernahkah suatu hari kalian berusaha mengerjakan tugas sekolah sekuat tenaga, walaupun mengorbankan waktu dan momen yang kau sukai. Namun tiba-tiba temanmu datang. Merayu memanja agar dipinjami hasil pekerjaan kita tersebut. Bukan hanya untuk dipinjam. Tapi disalin untuk pekerjaannya sendiri. Pekerjaan nya yang kosong. Yang dimulai dari nol. Kuasakah kau menolaknya? 


Pernahkah kalian dimintai tolong untuk mengerjakan suatu pekerjaan sekolah yang seharusnya adalah tugasnya untuk kau kerjakan? Tugas yang akan menempa dirinya agar lebih paham, agar lebih mau belajar. Namun dia malah melimpahkannya padamu. Merengek-rengek agar kau saja yang mengerjakan, tanpa dia mencobanya terlebih dahulu, namun langsung memberikannya padamu. Kemudian dia memintanya, memberikan nama dan mengumpulkannya pada guru. Tegakah kau menolaknya?
Bagaimanakah perasaanmu jika saat ulangan, di mana semuanya harus dikerjakan sendiri. Kejujuran akan dipertaruhkan. Kau telah belajar. Kau telah berusaha sendiri semaksimal yang kau bisa, dengan bantuan Allah tentunya, tanpa melakukan hal-hal yang dilarang oleh-Nya. Namun tiba-tiba saja teman sebangkumu terus menyikut tanganmu. Dengan wajah memelas dia meminta kita beritahu jawaban kita, dengan muka yang amat kasihan, dia meminta kita untuk mengajarinya, walaupun hanya dengan rumusnya saja. Mampukah kau membiarkannya memelas seperti itu?

Bagaimana perasaanmu saat pembagian nilai dibacakan, temanmu yang meminta bantuan padamu untuk mengerjakan pekerjaannya, teman yang memelas padamu untuk memerikan jawaban padamu, nilainya lebih tinggi dari nilai yang kau dapatkan? Sakitkah? Perihkah? Merasa tidak relakah?

Astaghfirullahaladziim… sesungguhnya segala pendengaran, penglihatan mata, dan hati. Semua akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah. Ya Allah… dosakah aku? Salahkah jalanku memperlakukan sikap kawan2ku? Apakah jalan yang ku yempuh telah kau ridhoi???

Ya Allah, sungguh… mengatakan “tidak” memang sangatlah sukar. Walau aku tahu bahwa semua itu tak baik. Megerjakan pekerjaan teman berarti membuatnya terlena, terkadang malah bisa menjerumuskan teman kita untuk tidak belajar. Hanya mengandalkan kita yang bisa disuruh-suruh.
Ya Allah…
Apa jadinya generasi bangsa ini jika hanya ingin senang sendiri?
Berlaku seenaknya sendiri?
Apa jadinya calon2 pemimpin Negara ini, jika mengerjakan tugas sekolah saja meng-copy pekerjaan temannya?
Aku tahu, menolong orang lain itu baik. Membantu teman itu mulia. Namun bukan untuk hal2 seperti ini kan?
Mungkin awalnya, jika kau menolak membantu untuk urusan yang satu ini, teman2mu akan menjauh. Menganggapmu sombong. Menganggapmu pelit, dan sederet kata yang menyakitkan hati lainnya. Namun teman, insya allah mereka akan berusaha. Kan menyadari kesalahannya hingga mau belajar, dan merasa menyesal telah menganggapmu sombong dulu.

Bismillah…
Akan kuceritakan secuplik kejadian yang baru terjadi.
Hari itu, ada tugas yang diberikan oleh guru untuk 3 kelas. Sebut saja kelas A, B, dan C. kebetulan aku ada di kelas A. kami sekelas berusaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan tersebut, kadang mengerjakan sendiri, berdiskusi, dan berdebat tentang rumus yang tepat untuk diterapkan. Alhamdulillah, sebelum jam pelajaran sekolah usai, kami sudah dapat menyelesaikannya. Kebetulan saat itu bertepatan dengan hari terakhir sekolah, artinya besoknya adalah hari libur, karena akan digunakan untuk try out kelas XII. Begitu bel berbunyi, teman2 sekelas di kelas A langsung pulang, kebetulan hari ini juga akan diadakan hearing proker Rohis, hingga aku pulang paling akhir di kelas. Aku dan kedua temanku kebagian jatah untuk mengumpulkan pekerjaan yang telah kami kerjakan itu. Sebuah amanah.
Baru saja kami melangkah keluar, tiba2 salah seorang temanku dari kelas C datang terengah-engah dan menanyakan padaku apakah kelas A telah mengerjakan tugas yang dikerjakan tadi. Aku menjawab sudah. Lagi2 hal ini terjadi. Dia memohon padaku untuk meminjami satu buku saja untuk di-copy jawabanya. Aku langsung terdiam. Tanpa izin dia langsung menarik salah satu buku dan membuka-bukanya. Di tangannya terdapat bukunya sendiri yang masih kosong tanpa soal maupun jawaban. Inilah yang sangat aku sesalkan. Mengapa ia tak berusaha mencoba dulu mengerjakan, setidaknya melihat soalnya, menuliskan permasalahannya, dan berusaha mencari di berbagai referensi tentang pemecahannya. Namun tidak, ia langsung akan meng-copy nya. Karena aku terburu-buru, aku berusaha segera mengumpulkan pekerjaan kelas A secepatnya. Aku katakana padanya, belum tentu soal kita sama. Benar saja. Ada beberapa soal yang berbeda. Namun ia bersikeras. Aku mengatakan padanya bahwa aku terburu-buru karena ada acara, yaitu hearing proker rohis dan aku harus segera mengumpulkannya. Namun ia malah mengatakan padaku bahwa ia akan kembali untuk memanggil salah seorang temannya untuk mengumpulkannya nanti.
Aku menghela napas panjang. Bagaimanapun aku tak bisa menjamin pekerjaan kelas A akan sampai pada meja bapak guru jika dipinjamkan dulu ke kelas C. temanku dari kelas C datang dengan seorang temanku yang kebetulan adalah teman sekelasku ketika kelas X dulu. Diapun berkata.
“Gimana, Ki’? boleh kita pinjam nggak? Entar pasti aku kumpulin.”
Aku tentunya merasa bersalah pada teman2ku bila aku memberikannya tanpa izin mereka terlebih dahulu. Aku pun mengatakan padanya.
“Wadhuh, ini amanah. Aku harus mengumpulkannya secepatnya, soalnya aku ada acara, nih. Ntar kalo’ aku kasihin ke kalian, temen2 ku nggak ikhlas, nggak ridho. Gimana dong?”
Kebetulan disitu masih ada dua teman sekelasku, mbak Resti dan mbak Eka. Temanku dari kelas C itu langsung menoleh dan berkata pada mbak Resti,

“Ikhlas nggak kalo’ kita pinjam jawabannya?”
Semua orang di seluruh muka bumi juga akan menjawab hal yang sama ketika pekerjaanya dicontek oleh orang lain. Dan inilah yang dikatakan oleh mbak Resti. Dengan cepat ia menjawab,
“Nggak”
Temanku dari kelas C itu berkata, “Ya sudah.” Dan ia langsung pergi…
Ya Allah…
Sungguh…
Ini adalah amanah…
Aku tak mau menjerumuskan teman2ku…
Aku juga tak mau memberikan sesuatu tanpa izin pemiliknya…
Ya Allah…
Semoga temanku itu mengerti..
Ya Allah…
Berikan hidayah pada kami semua…
Maafkan aku teman…
Sungguh aku inginkan yang terbaik buat kita semua….
Maafkan aku…
Jangan marah, ya…
Semoga persahabatan kita kekal abadi..
Dibawah ridho dan kuasa dari-Nya…
Amin…

Komentar