![]() |
Kenalkan, dia adikku. Adik hebat yang sangat maklum memiliki kakak menyebalkan sepertiku |
Hai, kamu.
Masih di kereta?
Di sana dingin, bukan?
Bukankah kemarin-kemarin aku sudah bilang,
"Duduk di sini sebentar lagi. Bersabarlah sedikit lagi."
Kau menggeleng kuat.
Ah, dasar. Kau memang keras kepala.
Sekarang kau kedinginan, kan?
Apa aku bilang
Beruntung kau memakai jaket kesayangan
***
Sore itu, aku melihat gerimis di wajahmu.
Sudah, jangan coba-coba bohongi aku
Kamu tahu bagaimana aku
Sebagaimana aku tahu kamu;
Kau, sebenarnya; tak ingin cepat-cepat pergi, bukan?
Apa kau tak ingat;
Ada banyak mimpi yang kita ingin wujudkan,
Bersama-sama
Kau tahu, apa arti bersama-sama?
Tak akan ada kata bersama-sama tanpa aku
Pun ia, tak akan terwujud tanpa adanya kamu
Apa kamu lupa?
Ah, tapi sudahlah; rasa-rasanya keluhku sama sekali tak bisa membuatmu kembali
Di sini,
Di sisiku.
***
Hari makin gelap,
Dan aku makin sadar; bahwa laju keretamu makin cepat
Makin jauh
Makin menjauhi aku.
Aku yakin; derasnya hujan di sini, tak jauh beda dengan gerimis lebat di kelopak matamu.
Hei, kau!
Jujurlah padaku;
Kau baik-baik saja?
Sekali lagi aku tanya;
kau benar-benar sudah pergi meninggalkan aku?
Namun aku segera sadar,
Bahwa sesungguhnya; tidak ada satupun makhluk bahkan barang di dunia ini yang benar-benar kita miliki.
Semuanya adalah titipan
Kita sudah sama-sama tau; bahwa jika suatu hari titipan itu diambil pemiliknya,
Kita harus melepaskannya
Mengikhlaskannya
Sebab itu bukan milik kita
Hari ini aku belajar lagi,
Untuk kesekian kalinya;
Bahwa perlahan-lahan, aku harus belajar melepaskan sesuatu
lagi
Dan detik ini,
Aku mengikhlaskanmu.
Mencoba mengikhlaskanmu
----
*Puisi ini dipersembahkan untuk seorang sahabat perjuangan yang malam ini melaju dengan kereta. Doa kami untukmu. Doakan kami juga, ya...
Kau menggeleng kuat.
Ah, dasar. Kau memang keras kepala.
Sekarang kau kedinginan, kan?
Apa aku bilang
Beruntung kau memakai jaket kesayangan
***
Sore itu, aku melihat gerimis di wajahmu.
Sudah, jangan coba-coba bohongi aku
Kamu tahu bagaimana aku
Sebagaimana aku tahu kamu;
Kau, sebenarnya; tak ingin cepat-cepat pergi, bukan?
Apa kau tak ingat;
Ada banyak mimpi yang kita ingin wujudkan,
Bersama-sama
Kau tahu, apa arti bersama-sama?
Tak akan ada kata bersama-sama tanpa aku
Pun ia, tak akan terwujud tanpa adanya kamu
Apa kamu lupa?
Ah, tapi sudahlah; rasa-rasanya keluhku sama sekali tak bisa membuatmu kembali
Di sini,
Di sisiku.
***
Hari makin gelap,
Dan aku makin sadar; bahwa laju keretamu makin cepat
Makin jauh
Makin menjauhi aku.
Aku yakin; derasnya hujan di sini, tak jauh beda dengan gerimis lebat di kelopak matamu.
Hei, kau!
Jujurlah padaku;
Kau baik-baik saja?
Sekali lagi aku tanya;
kau benar-benar sudah pergi meninggalkan aku?
Namun aku segera sadar,
Bahwa sesungguhnya; tidak ada satupun makhluk bahkan barang di dunia ini yang benar-benar kita miliki.
Semuanya adalah titipan
Kita sudah sama-sama tau; bahwa jika suatu hari titipan itu diambil pemiliknya,
Kita harus melepaskannya
Mengikhlaskannya
Sebab itu bukan milik kita
Hari ini aku belajar lagi,
Untuk kesekian kalinya;
Bahwa perlahan-lahan, aku harus belajar melepaskan sesuatu
lagi
Dan detik ini,
Aku mengikhlaskanmu.
Mencoba mengikhlaskanmu
----
*Puisi ini dipersembahkan untuk seorang sahabat perjuangan yang malam ini melaju dengan kereta. Doa kami untukmu. Doakan kami juga, ya...
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-