![]() |
dokumentasi pribadi |
Tempat
berpulang yang lain; adalah Ibu. Ah, tak perlu kujelaskan mengapa, karena aku
tahu kau pasti juga sudah paham. Al ummu
madrasatul ula. Kepada beliaulah aku menimba ilmu untuk yang pertama kali;
melafadzkan huruf Al-Qur’an, mengenal alphabet dan angka-angka, mendapatkan
berbagai dongeng dan cerita, menghafal doa, dan sekarung penuh cinta.
Ibu
adalah rumah tempat berpulang; walau kita sudah mengelana sejauh apapun, ke negara
manapun. Berada di dekatnya kita merasa tenang, dipeluknya kita merasa nyaman,
mendengar suaranya bagaikan mendengar melodi surga yang membahagiakan. Di
hadapannya, kita tak perlu berpura-pura menjadi seseorang yang sok tegar. Kita
bisa melepas semua atribut yang melekat di kampus, jabatan dan pangkat juga
kita letakkan, kita bisa menjadi manusia biasa: seorang anak dihadapan Ibunya.
Aku
jadi paham, mengapa saat ditanya sahabat tentang siapa yang harus dihormati
pertama kali, Rasulullah Shalallahu
Alaihi wassalam menyebut kata Ibu hingga tiga kali, baru kemudian ayah.
Lalu
aku jadi teringat pada suatu kisah, kau mau dengar?
Beberapa
tahun yang lalu; ada seorang Ibu yang mengalami pendarahan hebat saat
melahirkan. Mungkin bayinya terlalu atraktif sehingga begitu membuatnya
kepayahan. Puskesmas dekat rumahnya tak mampu menangani, hingga Ibu Muda itu
harus dirujuk ke rumah sakit di provinsi seberang; untuk mendapatkan pelayanan
yang lebih maksimal.
Berduyun-duyun
sahabat dan kerabatnya datang; menyumbang berkantong-kantong darah demi
menggantikan darah yang telah banyak dikeluarkan. Alhamdulillah, Happy Ending: Ibu dan bayinya selamat,
tak kurang suatu apa. Kelak, Ibunya sering menasihati sang anak, agar berbuat
baik pada semua orang. Sebab setelah pertolongan Allah, dahulu saat proses
lahirnya, mereka dibantu oleh banyak orang.
“Ada
banyak orang yang turut berjasa saat kau lahir. Darah mereka mengalir di
pembuluh darahmu. Ada teman Ibu yang doktor, bisa jadi kau akan ketularan
pintar. Ada teman Ibu yang dermawan, mungkin kau akan ketularan. Jangan
sombong, berbuat baiklah. Berterimakasihlah.”
Kau
tahu? Anak itu adalah aku.
Maka
aku ingin mengatakan ini padamu, jika hari ini Ibumu masih diberi kesempatan
menyaksikanmu tumbuh dan mendewasa; jangan pernah sakiti hatinya. Teruslah
didekatnya, teruslah menjadi anak kesayangan yang membanggakannya. Bahagiakan
ia, semaksimal yang kau bisa. Sebab surgamu akan tetap berada di telapak
kakinya; tak sepertiku yang jika saatnya telah tiba, surga itu berpindah pada
yang lainnya.
Sayangilah
ia sebagaimana ia menyayangimu saat kau kecil dahulu. Jika kau bisa, kau harus
menyayanginya lebih dari itu.
Aku
juga sangat mencintai Ibuku. Maka walaupun nanti surgaku berpindah pada yang
lainnya; aku berharap ia mengijinkanku untuk terus berbakti sebisaku padanya.
Jika orang itu benar adalah kau, aku memohon pengertianmu.
Tunggu
dulu, apa benar orang itu adalah kau?
Aku
tak pernah benar-benar tahu.
***
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-