
Gemericik
suara air dari kran cukup menenangkan. Aku berwudhu dan rasa-rasanya semua
kembali segar. Allah, terimakasih. Kukenakan kembali kaos kaki dan jaketku,
bersiap menunggu sesi kedua. Kubuka Qur’an, mencoba melantunkan beberapa ayat
sebelum sahabatku itu benar-benar datang. Aku tenggelam. 15 menit berlalu. Tak
ada tanda-tanda. Kuakhiri bacaanku, dan kuraih handphone-ku. Update
status sebentar, ah. Aku membuka
aplikasi facebook dan menuliskan beberapa kata di sana.
“Kesabaran. Insya Allah berbuah kemanisan.”
Tiba-tiba
pintu kamarku diketuk. Sahabatku yang kutunggu satu setengah jam yang lalu.
Fita sudah siap dengan helmnya.
“Ayo Put, udah siap
belum?” tanyanya panik, melihati jam dinding dikamarku.
Aku berdehem. Aku sudah siap dari setengah
jam yang lalu, Nona.
“Ayo, berangkat.”
Kataku sambil menarik tangannya.
Fita menaiki motornya.
Aku menyusul dibelakangnya, sambil mengenakan helm putihku. Fita, kenapa kau
tak minta maaf lagi? Ah, sudahlah.
Aku telah memaafkanmu.
***
Aku
mengemasi buku-bukuku di perpustakaan. Sudah jam 10.10. saking gugupnya,
beberapa buku terjatuh. Beruntung, seorang laki-laki membantuku mengambil buku
yang jatuh itu.
“Buru-buru, Mbak?”
“I-iya..” Aku fokus mematikan laptop. Mencabut
charger dari stop-kontak, lalu menggulung kabelnya. Memasukkan semuanya ke dalam
tas. Bersiap untuk lari menuju lantai 1 perpustakaan pusat universitas ini. Aku
menatap lagi meja kerjaku. Tugasnya belum selesai. Ah, nanti bisa dilanjutkan.
Sekarang, ada janji yang harus ditepati terlebih dahulu. Aku bergegas.
“Bukunya, Mbak?” kata laki-laki itu.
“Hwee.. iya.. makasih mas.”
Aku langsung mengambil buku-buku yang telah susah-payah dirapikannya. Aku
membungkukkan badan sedikit tanda terimakasih ala orang jepang. Si lelaki agak kebingungan.
“Makasiiih, Mas.” Aku
menoleh sekali lagi. Berharap supaya lelaki itu tak bingung.
“I-iya.” Kini gantian
ia yang gugup. Ah, sudahlah. Aku
melirik jam tangan silverku lagi. 10.15.
“Waaa....” tiba-tiba
aku menjerit. Sampai di rak penitipan tas, aku langsung memasukkan
barang-barangku. Lalu lari keluar tanpa peduli bahwa Bapak Penjaga perpustakaan
mengamatiku.
“Hati-hati, Mbak.”
***
Aku menarik napas dalam-dalam. Sudah di depan rektorat.
Aku celingak-celinguk ke kanan dan ke
kiri. Fiuuh.. mana Fita? Kita
berjanji untuk bertemu di sini jam 10 tadi. Ini sudah 10.15, sampai kupaksakan
lari-lari dari perpustakaan universitas yang jaraknya memang tak terlalu jauh
dari rektorat kampus. Aku menghela napas, lalu mencari tempat yang pas untuk
duduk. Minum sebentar.
Ah, Fita.
Kenapa kau terlambat lagi? Mengapa kau terlambat bahkan di agenda yang kau buat
sendiri? Aku tertunduk. Ini sudah bukan yang pertama. Ini kedua, ketiga,
keempat, ah, mungkin ketujuh sudah
seperti ini. Dan aku? Ini bukan kali pertama aku menunggumu. Ya, spesial
menunggumu. Mengapa aku yang selalu saja menunggu, bukan kau? Astaghfirullah.. kenapa aku jadi
menghitung-hitung kesalahan sahabatku sendiri seperti ini? Kubuang jauh-jauh
pikiran yang sempat mengotori hatiku tadi. Sudahlah, Put.. lupakan.. maafkan..
mungkin ada hal lain yang lebih penting yang sedang dikerjakannya. Mungkin ada
hal lain yang lebih mendesak..
“Putri..” suara itu. Alhamdulillah Fita datang.
“Udah lama, Put?” tanyanya.
“Enggak kok, Fit. Gimana, jadi cerita? Katanya mau ngajakin aku
ngobrol? Ada masalah ya, Fit?” tanyaku khawatir.
Fita duduk disampingku.
“Tadinya iya, Put. Aku sempet galau dan mau cerita sama kamu. Tapi sekarang, masalahnya udah selesai. Aku sudah ada janji lain, nemenin Neni belanja di Toko Buku.” Fita
tampak tenang.
Jedhuaarrrr!
Bagaikan petir yang
menyambar disiang bolong.
“Ja..jadi.. nggak jadi ketemuannya, Fit?” aku
terbata.
“Nggak. Aku duluan ya, besok kita ketemu lagi.”
Fita
meninggalkanku. Sendirian. Ujung jilbabku melambai sesekali, ditiup angin sepoi
di halaman rektorat. Angin menjadi saksi bisu.
***
“Put! Tau nggak, aku
udah 10 menit nunggu disini!” Fita tiba-tiba saja marah.
“A-aku, bener-bener lupa kalau kita janjian..”
aku menunduk.
“Di hari sepenting
ini?” Fita tampak galak siang ini.
“Ma- maaf Fit. Sekarang
bisa, kan?” tanyaku pelan.
Fita meninggalkanku.
Ah, engkau Fit. Aku
yang selalu menunggumu, tak pernah semarah kamu hari ini. Dan hari ini aku
melakukannya padamu, meskipun cuma 10 menit. Maafkan aku, aku ingin kau
mengerti. Semoga Allah meniupkan hidayah padamu. Maafkan aku.
-end-
Biodata Narasi Penulis:
Rizki Ageng Mardikawati. Mahasiswi
Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta angkatan 2011. Saat
ini, Penulis aktif di HASKA JMF FMIPA UNY bagian Jurnalistik serta Media Jaringan
CES Jogja. Pembaca bisa menghubunginya melalui facebook “Rizki Ageng
Mardikawati” atau email: rizkiagengmardikawati@gmail.com. Untuk membaca
tulisannya, pembaca bisa mengunjungi www.edogawakeepsmile.
blogspot.com
Komentar
Posting Komentar
Bismillah..
Sahabat, mohon komentarnya ya..
-demi perbaikan ke depan-